Pengakuan pemerintah, ekonomi memburuk tapi tidak krisis
Presiden Jokowi meminta menteri ekonomi membuat kebijakan besar untuk menyikapi kondisi ini.
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tengah menghadapi persoalan ekonomi yang cukup pelik. Tren pertumbuhan ekonomi yang terus melambat diperparah dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan lesunya kinerja perdagangan di pasar saham.
Indikator perlambatan ekonomi terlihat pada semester I 2015 di mana ekonomi cuma tumbuh 4,7 persen. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada semester yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,1 persen. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar juga sama. Rupiah sudah menembus angka Rp 14.000 per dolar.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno? Dalam buku berjudul 'Jakarta 1950-1970', seorang dokter bernama Firman Lubis mengutarakan kondisi ekonomi Indonesia saat itu amat kacau. "Inflasi melangit dan menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, ongkos naik bus umum yang pada tahun 1962 masih Rp1 berubah menjadi Rp1000 pada tahun 65,"
-
Bagaimana Jokowi mengekspresikan kemarahan saat membahas resesi dan krisis di Sidang Parlemen 2021? Di kesempatan sama, Jokowi juga mengekspresikan kemarahan sambil kepalkan tangan
-
Bagaimana perubahan di industri otomotif Indonesia pada era Jokowi? Terjadi perubahan besar dalam kepemilikan usaha di industri otomotif Indonesia. Variabelnya banyak.Menariknya, merek otomotif China mulai masuk pada 2017 lewat Wuling dan DFSK. Disusul Hyundai (Korea) pada 2021.Yang terbaru, merek China kembali masuk pada 2022-2023: Chery, Neta, Great Wall Motor (GWM), dan lain-lain. Varialebel utama antara lain krisis moneter 1998, krisis industri keuangan 2008, dan sebagainya. Variabel ini cukup mengubah potret raja otomotif Indonesia di era Jokowi:Dari pengusaha ke kelompok usaha (konglomerasi).
-
Kapan Pasar Jongke diresmikan oleh Presiden Jokowi? Pada Sabtu (27/7), Presiden Jokowi meresmikan Pasar Jongke yang berada di Laweyan, Kota Surakarta.
-
Kapan Jokowi terlihat sedih saat membahas resesi dan krisis? Presiden Jokowi memperlihatkan ekspresi kesedihan saat berbicara resesi dan krisis di Sidang Parlemen tahun 2021
Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah menteri bidang ekonomi ke Istana Negara, Jakarta. Nampak hadir Menko bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Perdagangan Thomas Lembong dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Pokok pembahasannya soal kondisi ekonomi terkini. Terutama soal anjloknya nilai tukar rupiah. Presiden Jokowi meminta menteri ekonomi membuat kebijakan besar untuk menyikapi kondisi ini.
"Presiden meminta dan merinci satu paket kebijakan besar yang harus selesai minggu depan ini. Menyangkut sektor riil, keuangan, ada yang menyangkut deregulasi, kebijakan baru, tax holiday," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution di Istana Negara.
Dia mengatakan, tujuan dari paket kebijakan itu untuk memperlancar kegiatan ekonomi, mendorong masuknya valuta asing. Termasuk menyelamatkan Rupiah dari keterpurukan. "Kita memerlukan itu karena tidak ada jalan lain."
Memburuknya kondisi perekonomian diakui sendiri Presiden Joko Widodo. Presiden mengatakan, kondisi ini juga dialami negara lain.
"Perlu kita ketahui bersama bahwa ada perlambatan ekonomi yang kita alami, tetapi tak hanya negara kita yang mengalami. Negara lain mengalami yang lebih berat dibanding kita," kata Jokowi di Istana Bogor beberapa waktu lalu.
Merdeka.com mencatat pengakuan pemerintah soal memburuknya kondisi ekonomi saat ini, meski berulang kali pemerintah menegaskan ekonomi nasional tidak krisis. Berikut paparannya.
Waspada
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku gerah dengan banyaknya anggapan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis ekonomi. Menurut dia, Indonesia saat ini bukan mengalami krisis ekonomi tetapi hanya bersifat waspada adanya perlambatan perekonomian global.
"Saya katakan kita memang tidak dalam kondisi normal tapi bukan krisis. Kata waspada adalah kata yang tepat menurut saya," ujar Bambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (27/8).
Melambat sejak 2012
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia sudah terjadi sejak 2012. Namun, saat itu pemerintah dan pelaku usaha tak segera berbenah.
Menteri Bambang mengungkapkan, pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu terlena dengan kesuksesan menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga enam persen pada 2011. Maka saat terjadi pelemahan harga komoditas pada akhir 2012, mereka menganggap hal itu hanya sementara.
"Kalau di sini (Indonesia) usaha komoditas dinikmati di 2009-2010 dan masalah muncul di akhir 2011 ketika itu turun. Cuma orang lupa dan menganggap turunnya sebentar. Ternyata tidak, dan (berlanjut) sampai hari ini. Kerena gelembung stimulasi moneter di negara maju yang berimbas ke ekonomi global masuk ke Indonesia jadi harga naik luar biasa," ujar Menteri Bambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (27/8).
Dia menegaskan pemerintah dan pengusaha agak ceroboh dalam melihat kondisi tersebut. Padahal, pemerintah dan pengusaha harus bergerak cepat menyingkapi kondisi tersebut agar tidak meluas ke perlambatan ekonomi yang lebih besar.Â
Kuncinya saat itu, lanjut Menteri Bambang, tentu dengan tidak lagi mengandalkan komoditas ekspor bahan mentah. "Jadi perlambatan sudah terjadi, intinya kita memang harus bergerak cepat untuk tidak bergantung pada komoditas," pungkas dia.
Ekonomi irasional
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 4.100 dan nilai tukar Rupiah sudah menembus Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (USD) merupakan sentimen yang tidak masuk akal. Bahkan, pelemahan tersebut bukan mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
"Kondisi sekarang sudah irasional, yang terjadi sekarang enggak mencerminkan fundamental dan lebih berdasarkan pada sentimen berlebihan," ujar dia di Kantornya, Jakarta, Jumat (21/8).
Batuk sedikit, kita goyang
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai merosotnya nilai tukar Rupiah tak hanya disebabkan faktor eksternal. Kondisi perekonomian dalam negeri juga turut memicu terpuruknya Rupiah. Besarnya dana asing dalam sistem perekonomian nasional membuat Rupiah rawan goyah.
Besarnya dana asing bisa terlihat dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Utang Negara (SUN) yang mencapai 38 persen. Jika dibandingkan beberapa negara, persentase dana asing di surat berharga Indonesia memang terbilang tinggi. Di India kepemilikan asing pada surat berharganya hanya 7 persen, Brasil hanya 20 persen, Korea Selatan 16 persen dan Thailand 14 persen.
Sementara dana asing di SBN Indonesia berdasarkan data bank sentral, pada April lalu kepemilikan asing pada SBN pernah mencapai 40 persen, turun menjadi 37 persen dan kembali naik menjadi 38,8 persen.
Selain SBN, kata Darmin dana asing juga menguasai pasar modal Indonesia. Bahkan persentasenya mencapai 60 persen.
"Kalau sebanyak itu asing, itu artinya apa? Batuk sedikit ya keluar dia, kita goyah," jelas dia.