Pengembangan Bisnis Energi Rendah Karbon, Limbah Cair Kelapa Sawit Diubah Jadi Bahan Bakar
Biometana berpotensi menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil, sekaligus mengatasi pencemaran lingkungan, yang diakibatkan limbah cair minyak sawit.
Bisnis Rendah Karbon Dikembangkan PGN dan Pertamina NRE, dari PLTS Hingga Bisnis LNG
Subholding Gas PT Pertamina (Persero), PT PGN Tbk dan PT Pertamina Power Indonesia (PPI), sebagai Subholding Power & Renewable Energy, atau Pertamina NRE menjajaki potensi kerja sama pengembangan bisnis energi rendah karbon dan terbarukan.
Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Handoko mengutarakan, kerja sama bisnis rendah karbon tersebut meliputi pengembangan bisnis hidrogen rendah karbon, amonia rendah karbon, biometana, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), bisnis gas/LNG untuk pembangkit rendah karbon, bisnis energi terbarukan, serta perdagangan karbon kredit.
- Begini Strategi Inisiatif Diterapkan PHE Tekan Emisi Karbon, Termasuk Manfaatkan Energi Surya
- Intip Strategi BRI Dukung Pemerintah Menuju Ekonomi Rendah Karbon dalam AIPF 2023
- Di ISF 2023, Sinarmas Ungkap Minyak Kelapa Sawit Bisa Tangani Dampak Perubahan Iklim
- Kurangi Energi Fosil, Semen Indonesia Gunakan Sekam Padi Hingga Bonggol Jagung Jadi Bahan Bakar Pabrik
Selain berorientasi bisnis masa depan yang semakin ramah lingkungan, kerja sama itu akan memperkuat peran Subholding Pertamina Group dalam mencapai target net zero emission (NZE).
"PGN dan Pertamina NRE telah sepakat menjalankan beberapa kajian atau studi kelayakan yang meliputi aspek teknis dan teknologi, pasar, keekonomian, bisnis, lingkungan, hukum, risiko, ataupun aspek lainnya untuk pelaksanaan proyek. Untuk target NZE dan di masa transisi energi, semua elemen energi ramah lingkungan harus dilibatkan, maka PGN juga bersiap terjun pada bisnis ini. Dengan portofolio yang dimiliki, PGN juga menjadikan kerja sama dengan Pertamina NRE untuk memperpanjang rantai bisnis," ujarnya.
Chief Executive Officer Pertamina NRE, Dannif Danusaputro mengatakan, pihaknya selalu antusias dengan kolaborasi-kolaborasi positif seperti ini, karena akselerasi transisi energi memang membutuhkan kerja sama banyak pihak.
"Sinergi antar-subholding ini menunjukkan kesungguhan Pertamina mendukung NZE 2060 melalui inisiatif pengembangan energi baru dan terbarukan. PGN maupun Pertamina NRE memiliki semangat yang tinggi agar dari kerja sama ini, komitmen kedua pihak menjadi aksi nyata," ungkapnya.
PGN dan PPI juga menggiatkan kerja sama strategis, teknis, dan komersial untuk pengembangan dan pemanfaatan proyek, salah satunya, biometana, yang memiliki prospek positif di masa depan.
Biometana berpotensi menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil, sekaligus mengatasi pencemaran lingkungan, yang diakibatkan limbah cair minyak kelapa sawit.
Produk tersebut termasuk sebagai energi dengan bahan baku, yang melimpah dan berkelanjutan, sehingga dapat diolah dan dimanfaatkan dalam jangka panjang.
Diperkirakan, biometana yang dikelola PGN mencapai 15 MMSCFD, sehingga bisa melayani kebutuhan sekitar 60 industri.
"Energi baru terbarukan seperti biomethane, amonia, dan hidrogen menarik dalam jangka panjang ke depan. Banyak pihak yang mempertimbangkan investasi bersih berbasis green energy. Investor akan mendapatkan kredit karbon karena pengurangan emisi gas rumah kaca. Ini juga bagian dari kerja sama dengan PPI terkait kredit karbon," kata Arief.
Di samping itu, PGN tetap berkomitmen mewujudkan kemandirian energi dalam negeri melalui penguatan pasokan dan perluasan infrastruktur gas, khususnya pada masa transisi energi menuju NZE.
Menurut dia, rencana strategis tetap berjalan untuk menciptakan nilai tambah dan meningkatkan utilisasi gas bumi.
"Bisnis inti PGN dalam utilisasi gas bumi tetap berjalan bersama upaya diversifikasi bisnis EBT. Diharapkan, ini dapat menjadi komoditas yang bisa meningkatkan fleksibilitas menjalankan bisnis energi yang ramah lingkungan secara berkelanjutan," sebut Arief.