Perang Lawan Hamas Tak Kunjung Usai, Israel Alami Tren Ditinggalkan Warga Sendiri
Kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak sepenuhnya didukung oleh warga Israel.
Warga Israel bahkan dilaporkan melakukan protes massal secara terus menerus, penolakan keras dari tokoh-tokoh peradilan, keamanan, ekonomi dan masyarakat.
Perang Lawan Hamas Tak Kunjung Usai, Israel Alami Tren Ditinggalkan Warga Sendiri
Perang Lawan Hamas Tak Kunjung Usai, Israel Alami Tren Ditinggalkan Warga Sendiri
Satu bulan lebih Israel membombardir warga sipil Palestina dengan dalih menyerang militan Hamas. Imbauan gencatan senjata yang disuarakan sejumlah negara dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak dihiraukan.
Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang mendukung Israel yang menolak gencatan senjata. Sudah lama pula Amerika Serikat menjadi ‘tulang punggung’ Israel setiap kali berperang.
- Keluarga Tawanan Israel Marah Setelah Bertemu Netanyahu, Ini Penyebabnya
- Kunjungi Israel & Bertemu Netanyahu, Elon Musk Ditantang Datangi Gaza Lihat langsung Genosida Zionis Bunuh 14 Ribu Manusia
- Segini Gaji Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel yang Dikenal Kejam
- 50 Kerangka dalam Kuburan Berusia 2500 Tahun Ini Ungkap Praktik Perdagangan Manusia di Zaman Kuno
Di satu sisi, kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak sepenuhnya didukung oleh warga Israel. Bahkan, kawasan zionis ini memiliki masalah yang berpotensi meruntuhkan Israel.
Dalam survei yang dilakukan Channel 13 menunjukan bahwa lebih dari seperempat warga Israel sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan tempat mereka tinggal.
"Bahwa 28 persen responden mempertimbangkan untuk pindah ke luar negeri, 64 persen tidak, dan 8 persen tidak yakin," demikian Laporan Channel 13 dikutip melalui Times of Israel.
Warga Israel bahkan dilaporkan melakukan protes massal secara terus menerus, penolakan keras dari tokoh-tokoh peradilan, keamanan, ekonomi dan masyarakat, dan ribuan tentara cadangan Israel yang bersumpah untuk berhenti bertugas. Mereka memprotes tentang pengesahan undang-undang Israel terkait keamanan.
"Lebih dari separuh responden survei, 54 persen mengatakan mereka khawatir perombakan peradilan akan merugikan keamanan Israel, dan 56 persen khawatir akan perang saudara," demikian laporan survei Channel 13.
Hanya 33 persen responden mengatakan mereka percaya pada klaim Benjamin Netanyahu bahwa dia ingin berkompromi dengan sisa undang-undang perombakan peradilan.
Israel juga dihadapkan dengan para akademik andal yang memutuskan meninggalkan Israel, dengan alasan mereka tidak merasa aman tinggal di Israel.
merdeka.com
Sementara sebagian besar, mereka menutuskan untuk tidak kembali.
Sebuah studi dari Taub Center for Social Policy Studies di Israel menemukan tren bahwa sejak 2008, satu dari lima dosen di universitas-universitas Israel meninggalkan pergi untuk bekerja di universitas-universitas Amerika. Tren ini kemudian dikenal dengan sebutan Brain Drain.
Menurut Co-Chairman of Start-Up Nation Policy Institute (SNPI), Prof. Eugene Kandel, alasan terjadinya brain drain, adalah adanya beberapa negara yang menjadi tempat berkumpulnya para akademisi.
"Mereka mendapati bahwa ilmuwan-ilmuwan terkemuka tertarik pada pusat-pusat yang jauh lebih besar, entah itu di Amerika, entah itu di Eropa, entah itu di Singapura," kata Kandel.
Penyebab lain terjadinya Brain Drain adalah sistem di universitas-universitas di Israel yang tidak mengatur tentang pembayaran gaji kompetitif berdasarkan prestasi.
Peraturan ini juga tidak mengizinkan universitas untuk melakukan negosiasi yang diberikan oleh universitas di luar Israel.
"Hal ini secara konsisten menolak gagasan bahwa calon mahasiswa perlu mengetahui prospek mereka untuk masuk perguruan tinggi atau universitas tertentu di bidang tertentu dan mendapatkan pekerjaan serta berapa penghasilan yang akan mereka peroleh.”