Menantu Konglomerat Ini Selamatkan Perusahaan dari Krisis Keuangan
Mi ini sebagai hadiah dari surga yang mengembalikan warisan ramen Korea ke tangan keluarganya.
Mi ini sebagai hadiah dari surga yang mengembalikan warisan ramen Korea ke tangan keluarganya.
-
Kapan orang Korea menikmati Samgyetang? Orang Korea memiliki kebiasaan menikmati hidangan panas saat musim panas mencapai puncaknya. Samgyetang, sup ayam ginseng, menjadi menu wajib pada tiga hari terpanas antara Juli dan Agustus.
-
Apa makna dari kata bijak Korea "가장 중요한 것은 지금 이 순간이다"? "가장 중요한 것은 지금 이 순간이다" - "Hal terpenting adalah saat ini."
-
Dari mana asal Sundubu Jjigae yang pedas dan lezat? Dari Korea, kita punya Sundubu Jjigae yang pedas dan lezat.
-
Dimana Ghea Youbi menikmati kuliner khas Korea? Sesampainya di Korea, Ghea Youbi pun langsung kulineran. Dalam potret ini, ia tampak menjajal street food terkenal Korea yakni topokki dan odeng. Jajanan ini menjadi salah satu street food yang terkenal hingga seluruh dunia dan digemari banyak orang.
-
Bagaimana cara membuat hottang ala Korea? Cara Membuat: 1. Buat bahan pencelup terlebih dahulu, campur semua bahan di dalam mangkuk 2. Tuang air sedikit demi sedikit dulu, aduk dengan whisk. Adonan harus kental sekali seperti lem. 3. Potong-potong kentang sepanjang 1 cm. Sisihkan. 4. Tusuk sosis dengan tusukkan sate 5. Celup ke bahan pencelup sampai rata 6. Gulingkan ke kentang sambil dipadatkan 7. Panaskan minyak goreng, goreng hottang sampai matang. 8. Sajikan dengan saus sambal dan mayonaise.
-
Di mana Arumi Bachsin menikmati makanan enak di Seoul? Setelah jalan-jalan, wajib banget cobain makanan enak di Seoul. Arumi dan timnya nyobain chicken galbi yang lagi ngehits di Myeongdong.
Menantu Konglomerat Ini Selamatkan Perusahaan dari Krisis Keuangan
Sebuah tudingan tanpa bukti bisa membawa petaka besar bagi sebuah perusahaan, hingga berujung krisis keuangan.
Ini yang sempat dialami perusahaan mie instan asal Korea Selatan, Samyang.
Dilansir dari Los Angeles Times, Samyang Foods didirikan pada tahun 1961 oleh Chun Joong-yoon, mantan eksekutif perusahaan asuransi.
Samyang hadir di saat yang tepat, di mana saat itu Korea sedang dilanda kekurangan pangan yang parah pasca perang.
Setelah menyaksikan rekan senegaranya mengantre untuk menyantap sup yang terbuat dari sisa makanan pangkalan Angkatan Darat Amerika Serikat, Chun berpikir bahwa mie instan bisa menjadi pengganti makanan sisa yang biasa dimakan rekan-rekannya.
- Konglomerat Korea Pusing, Angka Kelahiran Makin Rendah Jumlah Lansia Makin Banyak
- Tren Baru, Penjualan Buah dan Sayuran "Buruk Rupa" di Korea Laris Manis
- Sering Alami Kegagalan, Risma Bangkit Bangun Bisnis Ramen dan Raup Omzet Rp200 Juta per Bulan
- Pulang Tanpa Bawa Tabungan, Begini Cara Mantan PMI Asal Serang Rintis Jualan Olahan Bandeng hingga Raup Omzet Ratusan Juta Rupiah
Chun kemudian mencoba menjual mie instan pertamanya dengan harga sekitar 10 sen, harga ini lebih murah dibandingkan dengan secangkir kopi. Dari sini kemudian popularitas mie instan produksi Chun mulai meluas.
Presiden Park Chung-hee, seorang diktator militer yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada tahun 1963, menyarankan agar perusahaan tersebut membuat kaldu pedas untuk menarik selera orang Korea.
Pada tahun 1970-an, kompetitor mulai bermunculan, namun Samyang masih menguasai 65 persen pangsa pasar dan termasuk di antara 25 perusahaan terbesar di negara ini.
Pada tahun 1984, Samyang membuka perusahaan pertamanya di Amerika Serikat dengan sasaran diaspora Korea.
Kejayaan Samyang mulai diuji. Pada tahun 1989, seorang informan anonim menebar kabar bahwa Samyang memasak mi dengan lemak daging sapi yang tidak memenuhi standar pangan.
Kasus ini diberi nama dengan “Perselingkuhan lemak daging sapi." Sontak, isu ini membuat perusahaan Samyang mengalami keterpurukan selama puluhan tahun.
Konsumen mulai meninggalkan produk-produk Samyang, para ilmuwan pangan terbaiknya mengundurkan diri dan bergabung dengan kompetitornya.
Hingga satu waktu, tuduhan tersebut ternyata tidak benar. Namun ketika perusahaan sedang berusaha membersihkan namanya, masa depan Samyang sedang di ujung tanduk akibat krisis moneter di Asia pada tahun 1997.
Beberapa dekade, Samyang bertahan hidup dengan cara meminjam uang untuk modal atau sebatas membayar utang. Pabrik pertamanya di Amerika pun tutup.
Hingga pada musim semi tahun 2010, menantu perempuan Chun, Kim Jung-soo, sedang makan siang di sebuah restoran yang menyajikan hidangan tumis ayam pedas.
Saat itu, Kim melihat orang-orang berkeringat dan mengipasi lidah mereka, karena rasa pedas yang menyakitkan. Namun, kesakitan itu justru menghasilkan rasa senang.
"Yang saya pikirkan hanyalah ramen, bahkan saat itu. Jadi pemikiran alami saya adalah: Mengapa tidak mengubahnya menjadi sebuah produk?" kata Kim.
Kim, yang menikah dengan keluarga tersebut pada tahun 1994, adalah seorang ibu rumah tangga sebelum mulai bekerja di departemen penjualan Samyang pada tahun 1998 atas permintaan ayah mertuanya.
“Dia tampaknya berpikir bahwa karena kita berada dalam bisnis makanan, sudut pandang perempuan yang lebih teliti," kata Kim.
Ketika ilmuwan makanan Samyang membawakan prototipe Buldak, dia berulang kali memerintahkan mereka untuk meningkatkan rasa pedasnya.
"Reaksiku?" kata Lee Byung-hoon, kepala ilmuwan pangan perusahaan tersebut. “Itu adalah, 'Dia benar-benar akan menjual ini?'
Kim kemudian menciptakan mie instan Samyang Buldak yang artinya Ayam Api. Sebagai indikasi betapa pedasnya mie instan ini hingga menciptakan sensasi terbakar di lidah.
Namun, penjualan Buldak di tahun 2012 tidak cukup menggairahkan di pasaran. Kim bergeming, dia yakin mie instan ini akan memiliki pasar.
"Respon ritel dan konsumen sangat tidak baik. Itu sangat pedas," kenang Kim.
Kesulitan Kim untuk mempromosikan Samyang Buldak kemudian membuahkan hasil. Pada tahun 2014 sebuah video di Youtube mengadakan "fire noodle challenges".
Sontak Buldak produksi Kim viral dan diburu banyak orang. Perlahan, penjualan kembali merangkak naik.
Seperti banyak perusahaan keluarga di Korea Selatan, termasuk Hyundai dan LG, perusahaan ini mengikuti aturan suksesi dinasti, dengan manajemen diwariskan kepada putra sulung.
Suami Kim, Chun In-jang, yang mengambil alih perusahaan tersebut pada tahun 2010, mendirikan toko mie fisik dan waralaba burger. Tak satu pun dari usaha itu yang berhasil. Buldak mengalami kerugian dan masih banyak lagi.
Pada tahun 2020, Chun dan Kim dinyatakan bersalah menggelapkan USD3,7 juta dari perusahaan atau setara Rp60 miliar, dengan kurs Rp16.276.
Pengadilan menemukan, Kim bersama suami telah menggunakan uang tunai tersebut untuk membayar renovasi rumah, sewa mobil, dan tagihan kartu kredit.
Chun dijebloskan ke penjara, sementara Kim diberi hukuman percobaan. Mereka mengembalikan uang tunai tersebut.
Kasus ini membayangi kesuksesan Buldak, dan mengingatkan akan risiko yang melekat pada kepemilikan keluarga di perusahaan publik, sebuah tradisi yang semakin mendapat sorotan.
Meskipun dianggap sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir, konglomerat yang dikelola keluarga sering kali menjadi pusat skandal. Ahli waris dituduh menggunakan kas perusahaan seperti celengan pribadinya.
Anak-anak muda yang memiliki kredibilitas baik namun tidak berpengalaman telah terbukti menjadi eksekutif yang tidak bersemangat, seperti salah satu pewaris waralaba department store yang rekam jejak usahanya yang tidak menguntungkan membuatnya mendapat julukan “Tangan Minus” – sebuah plesetan dari Raja Midas.
Karier Chun berakhir dengan skandal penggelapan uang.
Namun Kim, meski mendapat reaksi keras dari pemegang saham, menerima pengampunan pemerintah dan kembali ke perusahaan, menjadi kepala eksekutif pada tahun 2021.
“Itu adalah pelajaran menyakitkan yang saya ingat,” kata Kim.
Di industri ramen Korea Selatan, yang memiliki lebih dari 500 produk di pasaran, produk unggulan seperti Buldak jarang ditemukan.
Hal ini telah mendorong pendapatan Samyang dari USD224 juta atau setara Rp3,6 triliun pada tahun 2015 menjadi USD893 juta atau setara Rp14 triliun pada tahun 2023.
Dengan kenaikan harga sahamnya sebesar sepuluh kali lipat, perusahaan ini telah berhasil mengalahkan dua pesaingnya yang lebih besar. Tiruan Buldak bahkan terlihat di Korea Utara.
Sekitar 75 persen pendapatan perusahaan berasal dari penjualan luar negeri, dibandingkan dengan 10 persen pada tahun 2015.
Di Amerika Serikat, di mana Buldak dijual di Walmart dan Costco, perusahaan sedang mempertimbangkan untuk membuka pabrik lagi.
Seiring meningkatnya biaya hidup yang terus meningkatkan konsumsi mie instan di seluruh dunia, Samyang kini menyumbang sekitar dua pertiga ekspor produk tersebut ke luar Korea Selatan, yang mencapai rekor USD952 juta 4,8 triliun pada tahun lalu.
Lebih dari itu, Kim melihat Buldak sebagai “hadiah dari surga” yang mengembalikan warisan ramen Korea ke tangan keluarganya.