PKJSN: 4,8 juta PNS wajib ikut BPJS Ketenagakerjaan
PKJSN menilai, telah terjadi inkonsistensi politik di balik terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70/2015 yang kembali memberikan kewenangan kepada PT Taspen (Persero) untuk mengelola program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi PNS.
Pusat Kajian Jaminan Sosial Nasional (PKJSN) mendesak pemerintah untuk kembali menjalankan amanat UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), serta UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Melalui beleid ini, pemerintah diminta mengalihkan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan sebanyak 4,8 juta pegawai negeri sipil (PNS) ke BPJS Ketenagakerjaan.
PKJSN menilai, telah terjadi inkonsistensi politik di balik terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70/2015 yang kembali memberikan kewenangan kepada PT Taspen (Persero) untuk mengelola program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi PNS. Tidak konsistennya pemerintah berlanjut karena saat ini tengah digodok Rancangan PP untuk perlindungan JKK dan JKM untuk tenaga honorer di lingkungan Kementerian dan Lembaga juga akan diselenggarakan oleh PT Taspen.
-
Siapa yang dijamin BPJS Ketenagakerjaan? Seluruh pemain timnas yang berlaga di Piala AFF yang digelar di Stadion Jakabaring, Palembang ini akan dilindungi keselamatannya, sejak saat latihan terlebih saat pertandingan.
-
Kenapa Pemkot Bontang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan? Tujuan kegiatan ini adalah untuk menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021. Tentang optimalisasi Program Jaminan Sosial Ketengakerjaan dan untuk menjamin perlindungan sosial para pekerja di wilayah Kota Bontang.
-
Apa yang dimaksud dengan PBI BPJS? PBI BPJS merupakan bagian dari program pemerintah yang bertujuan untuk menanggung biaya iuran BPJS Kesehatan bagi individu atau kelompok yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan.
-
Apa saja program yang ditawarkan BPJS Ketenagakerjaan? Dengan BPJS Ketenagakerjaan, para pekerja akan memperoleh perlindungan melalui program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
-
Bagaimana BPJS Kesehatan dan pemerintah di Provinsi Maluku menjamin kepesertaan JKN bagi pekerja di Provinsi Maluku? Khusus untuk segmen Pekerja Penerima Upah (PPU), selain menggandeng Pengawas Ketenagakerjaan Pemerintah Provinsi Maluku untuk menegakkan kepatuhan badan usaha dalam kepesertaan Program JKN, BPJS Kesehatan juga bekerjasama dengan Dinas Perizinan Provinsi dan Kab/Kota untuk mempersyaratkan kepesertaan JKN kepada badan usaha yang mengajukan permohonan perizinan.
"Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan jaminan sosial bagi tenaga kerja sudah melenceng dari UU 40/2004 tentang SJSN dan UU 24/2011 tentang BPJS, di mana dalam UU tersebut sudah jelas disebutkan bahwa BPJS hanya ada dua, yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan," kata Direktur Eksekutif PKJSN, Ridwan Max Sijabat di Jakarta, Rabu (5/4).
Menurut Ridwan, kekeliruan dalam menafsirkan konsep program jaminan sosial yang sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS ini sebenarnya sudah terjadi ketika pemerintah yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) justru menyerahkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk nelayan kepada perusahaan asuransi swasta bukan ke BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau PT Taspen sudah diizinkan menjadi BPJS pensiun bagi PNS, maka hampir pasti PT Asabri juga tidak akan diintegrasikan ke dalam BPJS Ketenagakerjaan. Ini jelas merusak konsep awal dan political platform tentang BPJS seperti yang diamanatkan dalam UU 24/2011 tentang BPJS," lanjutnya.
Ridwan menambahkan, tidak diintegrasikannya program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk nelayan dan PNS ke dalam BPJS Ketenagakerjaan ini sebagai bentuk ego sektoral yang terjadi di dalam pemerintahan.
"Sejatinya pemerintah segera mengarahkan Taspen untuk melaksanakan integrasi ke BPJS Ketenagakerjaan secepatnya, sesuai dengan semangat dan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Ini memastikan seluruh PNS akan mendapat hak perlindungan yang sama dengan pekerja lain di Indonesia, tanpa diskriminasi."
Hal senada juga dikemukakan Pengamat Jaminan Sosial, Hotbonar Sinaga yang menilai telah terjadi disharmonisasi regulasi terkait penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia.
Menurut Hotbonar, pemerintah tidak konsisten dalam melaksanakan amanat UU No.40/2004 tentang SJSN dan UU No.24/2011 tentang BPJS, karena menerbitkan PP No.70/2015 yang memberi kewenangan PT Taspen (Persero) melaksanakan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi PNS. "Terbitnya PP Nomor 70/2015 tersebut telah menabrak tiga undang-undang sekaligus yakni, UU SJSN, UU BPJS dan UU ASN," tegasnya.
Dia menambahkan, selain menabrak tiga undang-undang, keberadaan PP Nomor 70/2015 tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013. "Berdasarkan Perpres Nomor 109 tahun 2013, Pekerja penerima upah penyelenggara negara, seperti CPNS, PNS, anggota TNI-Polri, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, Prajurit Siswa TNI dan Peserta didik Polri, harus didaftarkan dalam 4 program perlindungan BPJS Ketenagakerjaan."
Secara khusus Hotbonar merinci, ketentuan dalam pasal 7 PP Nomor 70/2015 tentang JKK dan JKM yang memberikan kewenangan kepada PT TASPEN (Persero) tersebut juga bertentangan dengan sejumlah undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah ditetapkan sebelumnya.
"Pasal 1 angka 6 UU Nomor 40/2004 tentang SJSN dan pasal 1 angka 1 UU Nomor 24/2011 BPJS, bahwa yang berwenang menyelenggarakan program jaminan sosial nasional yang meliputi Jaminan Kesehatan, JKK, JHT, JP, dan JKM untuk seluruh penduduk Indonesia termasuk di dalamnya ASN adalah BPJS," jelasnya.
Demikian halnya dalam Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 40/2004 tentang SJSN dan Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 24/2011 tentang BPJS yang menyatakan, bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
Selanjutnya, kata Hotbonar, dalam Pasal 57 huruf f UU Nomor 24/2011 tentang BPJS sendiri sebenarnya hanya memperkenankan PT Taspen (Persero) untuk menambah peserta baru, bukan program baru.
Dia menjelaskan, ketentuan dalam pasal 7 PP Nomor 70/2015 tersebut juga bertentangan dengan Pasal 92 ayat (2) UU Nomor 5/2014 tentang ASN yang menegaskan, bahwa perlindungan kepada ASN yang berupa Jaminan Kesehatan JKK dan JKM mencakup jaminan sosial yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.
"Artinya baik program jaminan sosial maupun penyelenggara jaminan sosial dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan sosial nasional yaitu UU SJSN dan UU BPJS," paparnya.
Terakhir, Hotbonar juga mengingatkan kembali tentang adanya Putusan MK Nomor 007/PUU-III/2005 tanggal 31 Agustus 2005 yang menyatakan PT Taspen bukan sebagai BPJS yang menyelenggarakan program jaminan sosial nasional.
"Seharusnya tidak ada kepentingan lain selain melaksanakan tuntutan UU SJSN dan BPJS dalam penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan", tandas Hotbonar
Baca juga:
Ketua KPK soroti pengangkatan otomatis pegawai honorer jadi PNS
Tenaga kontrak belum menerima gaji pasca mutasi pejabat di Aceh
Geram, wali kota Semarang setrap anak buah hormat bendera
27 Maret, PNS dilarang bolos
Cara pemerintah tingkatkan layanan publik melalui PNS