Polemik dan caci maki pada Jokowi naikkan iuran BPJS Kesehatan
Presiden menaikkan iuran jaminan kesehatan antara 19 persen hingga 34 persen per 1 April 2016.
Presiden Joko Widodo pada 29 Februari 2016 silam telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Menurut beleid baru ini, presiden menaikkan iuran jaminan kesehatan antara 19 persen hingga 34 persen per 1 April 2016 mendatang.
-
Apa itu Program Pesiar BPJS Kesehatan? BPJS Kesehatan resmi meluncurkan program Petakan, Sisir, Advokasi dan Registrasi (PESIAR). Program tersebut dihadirkan untuk mengakselerasi proses rekrutmen peserta dan meningkatkan keterlibatan aktif dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
-
Mengapa Malaysia tertarik pada BPJS Kesehatan? JKN Tarik Minat Malaysia Keberhasilan BPJS Kesehatan dalam mengelola jaminan kesehatan melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menarik minat Malaysia. Menurutnya, dengan sistem yang diterapkan dalam Program JKN, membuat Malaysia ingin memahami lebih lanjut mengenai kondisi penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia.
-
Apa saja kategori penghargaan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan? Penghargaan tersebut diberikan kepada jurnalis media cetak, media online, photostory jurnalistik, televisi, dan radio yang berasal dari berbagai wilayah Indonesia.
-
Bagaimana BPJS Kesehatan meningkatkan layanan kesehatan bagi pesertanya? Salah satu upaya yang dilakukan melalui pertemuan antara Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti bersama Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas'ud.
-
Kenapa BPJS Kesehatan meluncurkan Program Pesiar? Program tersebut dihadirkan untuk mengakselerasi proses rekrutmen peserta dan meningkatkan keterlibatan aktif dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
-
Bagaimana BPJS Kesehatan mempermudah akses bagi peserta JKN? Inovasi berbasis digital dihadirkan BPJS Kesehatan Ia menjelaskan, sejumlah inovasi berbasis digital yang dihadirkan BPJS Kesehatan demi memberikan kemudahan akses bagi peserta JKN antara lain meliputi BPJS Kesehatan Care Center 165, Aplikasi Mobile JKN, Chat Assistant JKN (CHIKA), Voice Interactive JKN (VIKA), dan Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (PANDAWA).
Dengan terbitnya Perpres, besaran iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu, Iuran kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu, sedangkan iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.
Tak hanya itu, dalam aturan ini juga disebut kalau pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, membayar iuran yang menjadi tanggung jawabnya, dan menyetor iuran tersebut kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
Adapun peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Selain itu, iuran jaminan kesehatan dapat dibayarkan untuk lebih dari 1 (satu) bulan yang dilakukan di awal.
"Dalam hal terdapat keterlambatan lebih dari 1 (satu) bulan sejak tanggal 10 sebagaimana dimaksud, penjaminan Peserta diberhentikan sementara," bunyi Pasal 17A.1 Perpres tersebut.
Pemberhentian sementara penjaminan peserta sebagaimana dimaksud berakhir dan kepesertaan aktif kembali apabila peserta membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk waktu 12 bulan dan membayar iuran pada bulan saat peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara jaminan.
Kebijakan Presiden Jokowi ini menimbulkan polemik serta penolakan dari berbagai pihak. Bahkan Jokowi dicari karena menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Berikut penjelasannya.
Pelayanan rumah sakit masih buruk
Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Jatim, Jamaludin menolak kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini.
"Kami jelas menolak kenaikan iuran JKN yang berkisar antara 19 persen hingga 34 persen karena dinilai tidak pro rakyat. Selama ini pelaksanaan JKN belum berjalan baik terlihat dari aspek pelayanan di beberapa rumah sakit," katanya seperti ditulis Antara Surabaya, Senin (14/3).
Menurut Jamaludin, pelayanan di beberapa rumah sakit masih ditemukan banyaknya pasien yang ditolak dan diminta untuk membayar sejumlah administrasi maupun biaya pengobatan lainnya. Selain itu kepesertaan warga miskin yang belum tepat sasaran dan minimnya kepesertaan pekerja atau buruh.
"Adanya permasalahan kebocoran dalam pembayaran klaim rumah sakit maupun kapitasi yang didistribusikan, kepada puskesmas atau klinik yang tidak digunakan sepenuhnya untuk program promotif dan preventif kesehatan, menjadi beberapa penyebab bahwa kenaikan iuran JKN harus dikaji lebih lanjut agar tidak semakin membebani masyarakat," jelasnya.
Kenaikan iuran bukan solusi
Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Jatim, Jamaludin menyebut kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukanlah solusi dan akan semakin membebani dan merugikan rakyat.
"Terkait Perpres nomor 19 tahun 2016, maka kami menyatakan sikap menolak kenaikan iuran JKN, mendesak pemerintah dan BPJS memperbaiki sistem pelayanan kesehatan yang lebih akses terhadap rakyat, mendesak pemerintah memperbanyak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan agar mutu dan kualitas layanan kesehatan semakin meningkat," paparnya.
Selain itu, dia mendesak realisasi pembiayaan kesehatan yang tidak dibebankan kepada rakyat, tetapi ditanggung negara sebagaimana amanat undang kesehatan nomor 36 tahun 2009, bahwa anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD.
"Dalam UU kesehatan 36 tahun 2009, anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD dengan skala prioritas memberikan pembiayaan pengobatan gratis kepada semua warga yang berobat di kelas III, baik melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat maupun Penerima Bantuan Iuran (PBI) Daerah," terangnya.
BPJS Watch juga mendesak pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk segera memperbaiki data warga miskin dan tidak mampu, karena selama ini masih ada beberapa data yang rancu sehingga terkadang data tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Berkenaan dengan kenaikan iuran JKN kami meminta Gubernur Jatim, Soekarwo agar menyampaikan keberatan kepada Presiden," tandasnya.
Pemerintah Jokowi sporadis
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Rizal E Halim, mengkritik jalannya pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, pemerintah kurang memperhatikan kebutuhan dasar rakyat.
"Dalam beberapa bulan terakhir kita sering disuguhi berita- berita kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung, padahal BPS mencatat deflasi," kata Rizal seperti ditulis Antara, Selas (15/3).
Menurutnya, saat ini harga bawang dan cabai meroket tajam setelah sebelumnya beras, daging sapi, dan daging ayam. Belum lagi iuran BPJS Kesehatan akan dinaikkan, harga BBM tak kunjung turun, suku bunga kredit masih bertengger dua digit.
"Kinerja kabinet yang seolah-olah bergerak sporadis dan mengedepankan ego sektoralnya. Padahal urusan di atas tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan sektoral, perlu koordinasi lintas sektoral," ujarnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini juga menyatakan yang terjadi adalah masing-masing Kementerian dan lembaga termasuk Lembaga nonstruktural sibuk sendiri dan terkesan hanya menonjolkan lembaganya. Tidak ada masalah dengan membangun reputasi lembaga, masalahnya adalah jika hasilnya belum terlihat sama sekali.
Akibatnya kata dia harga barang tetap tidak terkendali, pemusatan kekuatan ekonomi semakin mengerucut, sebaran kue pembangunan tidak dinikmati masyarakat luas, dan UMKM tidak berkembang.
"Seharusnya persoalan mendasar yang dirasakan rakyat perlu mendapat perhatian lebih oleh pemerintah," katanya.
Hampir sebagian besar tindakan kementerian atau lembaga dan lembaga nonstruktural hanya menyelesaikan pada tataran permukaan saja (artificial). Padahal masalahnya kurang lebih mirip persoalan gunung es.
Banyak pokok-pokok masalah yang merupakan akar persoalan tidak disentuh sama sekali. Bisa saja ini persoalan kapasitas, kompetensi, komunikasi ataukah hal lainnya.
"Pemerintahan Jokowi-JK perlu memahami kondisi ini dan mengambil tindakan-tindakan solutif," tutupnya.Â
Penyesuaian besaran iuran tiap 2 tahun
Kepala Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jatim, Mulyo Wibowo angkat bicara terkait naiknya iuran BPJS Kesehatan per 1 April 2016. Menurutnya, kenaikan iuran peserta jaminan sosial sebesar 19 persen sampai 34 persen untuk peningkatan pelayanan yang lebih baik.
"Sesuai regulasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyesuaian iuran dilakukan setiap dua tahun," katanya seperti ditulis Antara, Selasa (15/3).
Menurutnya, penyesuaian iuran dilakukan setelah adanya kajian oleh pemerintah tentang kecukupan biaya dengan manfaat yang diberikan agar pelayanan lebih baik.
"Kenaikan ini tidak semata-mata dilakukan karena ketidakpatuhan peserta membayar iuran yang selama ini terjadi. Tetapi iuran yang dibayarkan peserta belum sesuai dengan besaran manfaat yang diperoleh," tuturnya.
Mengenai kenaikan iuran kepesertaan ini, ia menambahkan akan dilakukan sosialisasi melalui pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dan juga melalui media massa agar tersampaikan ke masyarakat secara menyeluruh.
"Untuk menyosialisasi kenaikan tarif ini, kami akan melibatkan stakeholder terkait, sehingga masyarakat bisa memahami antara kewajiban membayar dengan hak pelayanan kesehatan," tandasnya.
(mdk/idr)