Sampah Plastik Idul Adha Diprediksi Menumpuk Hingga 608 Ton, Ternyata Ini Penyebabnya
Menurut Ibar tanpa transparansi dan komitmen untuk mengurangi produksi plastik, krisis saset tidak akan teratasi.
Angka ini meningkat dari 357 ton pada tahun 2023. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, jumlah hewan kurban pada 2024 mencapai 1,97 juta ekor.
Sampah Plastik Idul Adha Diprediksi Menumpuk Hingga 608 Ton, Ternyata Ini Penyebabnya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan jumlah sampah plastik pada perayaan Idul Adha tahun ini akan mencapai 608 ton.
Angka ini meningkat dari 357 ton pada tahun 2023. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, jumlah hewan kurban pada 2024 mencapai 1,97 juta ekor.
- Ekonomi Sirkular Ternyata Bisa Jadi Solusi Sampah Plastik, Begini Mekanismenya
- Indonesia Impor Plastik USD 233 Miliar di Kuartal I-2024, Produsen Dalam Negeri Baru Mampu Penuhi 60 Persen Kebutuhan
- P2P Syariah Ini Siapkan Modal Rp50 Miliar untuk Perkuat Ekosistem Industri Fesyen Tanah Air
- Bolehkah Membuang Sampah Plastik Sembarangan? Begini Hukumnya Menurut Islam
"Potensi timbulan sampah diperkirakan sejumlah 608 ton dari 121,5 juta lembar kantong keresek," kata Direktur Pengurangan Sampah KLHK, Vinda Damayanti dikutip Kamis (20/6).
Dia menyebut bahwa kantong plastik mengandung zat karsinogen dan logam berat timbal (Pb) yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk menekan sampah plastik, KLHK menganjurkan penggunaan wadah sendiri untuk pembagian daging kurban.
Sementara itu, hasil audit jaringan gerakan Break Free From Plastic (BFFP) yang berlangsung dari Oktober 2023 hingga Februari 2024 mengungkapkan ada tiga produsen terbesar penyumbang sampah kemasan saset di Indonesia.
Kemasan saset yang praktis dan murah ternyata menyumbang masalah besar bagi lingkungan. Diperkirakan sekitar 855 miliar saset terjual per tahun secara global.
Namun, karakter kemasan yang terdiri dari berbagai jenis plastik dan lapisan foil membuatnya sulit didaur ulang, sering kali berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan mencemari lingkungan.
“Produsen yang sama terus muncul sebagai penyumbang sampah terbesar. Penting untuk mempertimbangkan langkah-langkah lebih bertanggung jawab ke depannya, termasuk tidak lagi menggunakan kemasan saset,” ujar Koordinator Audit Merek Ecoton Alaika Rahmatullah.
Namun, sampai sekarang hanya 18 dari 42 produsen yang melaksanakan proyek percontohan untuk pengurangan sampah.
Dalam penjelasannya, dari 10 produsen yang di monitor, Ibar Akbar, Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia menyampaikan hanya ada dua produsen yang telah mengirimkan dokumen peta jalan pengurangan sampah, sampai sekarang hanya 18 dari 42 produsen yang
melaksanakan proyek percontohan untuk pengurangan sampah.
Dalam penjelasannya, dari 10 produsen yang di monitor, Ibar Akbar, Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia menyampaikan dua produsen yang telah mengirimkan dokumen peta jalan pengurangan sampah, namun keduanya belum mengumumkan detail terkait komitmen dan progress untuk mengurangi produksi plastik sebesar 30 persen di tahun 2029.
Menurut Ibar tanpa transparansi dan komitmen untuk mengurangi produksi plastik, krisis saset tidak akan teratasi.
Selain mengurangi produksi kemasan saset, diperlukan dukungan untuk sistem guna ulang sebagai solusi mengatasi krisis ini. Bisnis-bisnis sistem guna ulang seperti Kecipir, Alner, dan Hepicircle mulai bermunculan, menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan.
Pemerintah perlu menciptakan regulasi yang mendukung pengemasan ulang untuk produsen besar, serta mendukung bisnis refill masyarakat.
"Bisnis refill dan reuse yang dikembangkan masyarakat adalah contoh nyata sistem yang dapat diadopsi oleh produsen besar. Namun, regulasi dan mekanisme perizinan saat ini tidak mendukung pengemasan ulang," tambah Fictor Ferdinand, Peneliti di YPBB.