Siap-Siap, Menteri Bahlil Pangkas Kuota Solar Subsidi untuk Tahun 2025
Bahlil mengatakan bahwa penurunan ini didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyebut volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yakni minyak tanah dan solar disepakati turun menjadi 19,41 juta kiloliter pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
"Volume BBM bersubsidi, yaitu minyak tanah dan solar disepakati 19,41 juta kiloliter, turun dibandingkan target 2024 sebesar 19,58 juta kiloliter," ujar Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (27/8).
- Alokasi Subsidi dan Kompensasi Tembus Rp525 Triliun di RAPBN 2025, Digunakan untuk Subsidi Solar Hingga Bunga KUR
- Tak Semua Kendaraan Boleh Beli Solar Subsidi, Pemerintah Ungkap Alasan Begini
- Siap-siap, Pemerintah Perketat Pembelian Solar untuk Jenis Kendaraan Tertentu
- Pemerintah Usul Subsidi BBM 19,99 Juta Kiloliter di Tahun 2025
Bahlil mengatakan bahwa penurunan ini didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran.
Lebih lanjut, tim Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero) telah melakukan evaluasi dan kajian untuk menentukan langkah-langkah yang tepat agar subsidinya tepat sasaran.
"Ketika subsidi ini tepat sasaran, maka akan melahirkan efisiensi dan langkah-langkah ini akan kita lakukan. Jadi jangan lagi mobil-mobil mewah pakai barang subsidi," kata Bahlil.
Untuk subsidi solar, sebut Bahlil, telah disepakati Rp1.000 per liter atau sama dengan tahun sebelumnya atau tidak ada perubahan.
Sementara itu, volume LPG bersubsidi untuk tahun anggaran 2025 disepakati 8,17 juta metrik ton atau naik dari target 2024 yang sebesar 8,07 juta metrik ton.
Menurut Bahlil, peningkatan ini didorong oleh permintaan masyarakat yang semakin tinggi. Selain memberikan LPG, Kementerian ESDM juga berencana untuk membangun jaringan gas.
"Kita juga lagi berpikir untuk bagaimana bikin jaringan gas (jargas) dan membangun industri LPG di Indonesia. Memang problemnya adalah bahan baku tentang C3 dan C4, tapi kita lagi koordinasikan dengan SKK (SKK Migas) dan Pertamina, nantinya untuk memikirkan langkah ini," katanya.