Siap-Siap, PLTU Tak Penuhi Target Penurunan Emisi Bakal Kena Pajak Karbon
Salah satu instrumen yang digunakan dalam pengukuran transaksi perdagangan karbon melalui Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), yang di fase awal 2023 berlaku untuk 99 PLTU.
Pemerintah berkomitmen untuk mengurangi pembuangan emisi gas rumah kaca (GRK), di antaranya melalui kebijakan perdagangan karbon dan rencana pengenaan pajak karbon.
Mekanisme perdagangan karbon sendiri resmi dimulai untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara, yang aturannya tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 16 Tahun 2022, tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Siapa yang membangun PLTU Batang? PLTU Batang merupakan proyek dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari USD 4 miliar.
-
Mengapa PLTU Batang dibangun? Pembangunan PLTU Batang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
-
Dimana PLTU Batang berada? PLTU Batang adalah pembangkit listrik tenaga uap ultra critical sebesar 2x1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
-
Apa ciri khas dari pantun lucu Palembang? Pantun bahasa Palembang sering kali menggunakan bahasa yang khas dan unik untuk daerah tersebut, serta mengandung unsur budaya dan kearifan lokal.
-
Kenapa PLTA Kracak dibangun? Kala itu, Kota Buitenzorg atau Bogor jadi salah satu kota penyangga Batavia yang sibuk. Banyak aktivitas pemerintahan, industri, pendidikan dan penelitian oleh Belanda yang dilakukan di sana, sehingga membutuhkan supply listrik.
Salah satu instrumen yang digunakan dalam pengukuran transaksi perdagangan karbon melalui Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), yang di fase awal 2023 berlaku untuk 99 PLTU.
Lewat aturan ini, Plt Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Dadan Kusdiana buka kemungkinan, perusahaan pembangkit listrik yang tidak memenuhi ketentuan PTBAE-PU terancam dikenai sanksi berupa pembayaran pajak karbon.
"Ini bisa menjadi salah satu cara. Kalau dia tidak bisa memenuhi, sebagai jalan keluarnya ya bayar pajak karbon," ujar Dadan di Jakarta, Selasa (24/1).
Adapun menurut Pasal 12 Permen ESDM 16/2022, alokasi PTBAE-PU untuk PLTU pada 2023 sebesar 100 persen. Sementara alokasi setelah 2023 diberikan sesuai dengan hasil transaksi perdagangan karbon pada periode satu tahun sebelumnya.
Ketentuannya, untuk hasil transaksi perdagangan karbon lebih dari atau sama dengan 85 persen akan diberikan alokasi PTBAE-PU sesuai dengan hasil transaksi perdagangan karbon. Sementara transaksi yang kurang dari 85 persen diberikan PTBAE-PU sebesar 85 persen.
Namun begitu, Dadan menegaskan, tujuan utama aturan tersebut bukan untuk meraup keuntungan dari pajak karbon. Tapi lebih kepada target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen di 2030.
"Tapi kita sebenarnya memberikan dorongan bukan untuk pajak karbon, tapi untuk meningkatkan penurunan emisinya. Kita kan tujuannya itu," seru dia.
Besaran Tarif Pajak
Untuk pengenaan pajak karbon sendiri, Kementerian ESDM saat ini masih menunggu penetapan aturannya dari Kementerian Keuangan.
Sebagai catatan, besaran tarif pajak karbon sebenarnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Nilainya setara Rp30 per kg CO2 ekuivalen atau satuan yang setara.
Secara ketentuan, pajak karbon semestinya berlaku untuk PLTU berbasis batu bara sejak 1 April 2022. Namun, aturan turunan yang mengatur ketentuan teknis pemungutannya belum kunjung terbit sampai sekarang.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)