SKK Migas: Prioritas Produksi Minyak dan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri
SKK Migas: Prioritas Produksi Minyak dan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri
Hal ini tercermin dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan para produsen minyak untuk menawarkan terlebih dulu hasil produksi minyaknya ke Pertamina.
SKK Migas: Prioritas Produksi Minyak dan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri
SKK Migas: Prioritas Produksi Minyak dan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri
- SKK Migas Bidik Sumur Nganggur Demi Kejar Target Swasembada Energi
- Rekor Baru, SKK Migas Catat Hasil Produksi Migas Tertinggi pada 17 Agustus Capai 607.816 Barrel Minyak per Hari
- SKK Migas Siap Gaet Pemain Besar Demi Produksi 1 Juta Barel Minyak Per Hari
- Dewan Energi Nasional: PHE Mampu Sejajar dengan Perusahaan Migas Dunia
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprioritaskan produksi minyak maupun gas nasional untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Hal ini tercermin dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan para produsen minyak untuk menawarkan terlebih dulu hasil produksi minyaknya ke Pertamina.
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik mengungkapkan, dalam Peraturan Menteri ESDM 18/2021 Tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri ditetapkan para produsen wajib menawarkan dulu kepada Pertamina atau badan usaha pemegang izin usaha pengolahan minyak di dalam negeri.
"Jadi wajib minyak-minyak itu ditawarkan ke Pertamina, jika memang tidak bisa karena satu lain hal seperti kesepakatan harga atau teknis yakni kilangnya tidak bisa menerima baru minyak di ekspor," kata Rayendra dalam diskusi media SKK Migas di Jakarta, dikutip Jumat (29/3).
Tidak hanya minyak, gas bumi juga sebagian besar produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data SKK Migas, dari 5.528,61 BBTUD realisasi penyaluran gas bumi sebanyak 23,35 persen diekspor dalam bentuk LNG dan diekspor melalui pipa sebesar 8,7 persen.
Kemudian, persentase gas untuk industri sebesar 26,85 persen, pupuk sebesar 12,48 persen, kelistrikan sebesar 12,6 persen LNG domestik sebesar 9,91 persen, kebutuhan lifting minyak sebesar 4,26 persen, LPG sebesar 1,46 persen, dan untuk Jaringan gas sebesar 0,28 persen serta BBG sebesar 0,11 persen.
"Seperti tahun ini, diawal kita proyeksikan tidak ada LNG yang Uncommitted Cargo, tapi ditengah jalan karena satu lain hal ada sekitar 3-4 kargo LNG uncommitted. Kita langsung tawarkan dulu ke dalam negeri. Pupuk, industri kelistrikan dan lainnya. Ternyata tidak ada yang serap baru kita langsung jual ke spot," jelasnya.
Rayendra menyebutkan bahwa proses komersialisasi gas bumi memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan minyak bumi. Yaitu terkait penyerapan pasar dan infrastruktur.
"Jadi khusus gas bumi, setelah diproduksi harus segera disalurkan, sehingga sebelum diproduksi, marketnya harus siap, dan untuk menyalurkan dibutuhkan infrastuktur agar bisa tersalurkan langsung ke konsumen," kata dia.
Rayendra melanjutkan, upaya menciptakan pasar gas bumi domestik juga menjadi tantangan tersendiri. Sebab pemanfaatan gas bumi untuk domestik selama 10 tahun terakhir tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan.