Subsidi Energi 2022 Disetujui Rp134 T, Penyaluran Terbuka Listrik Cuma untuk 6 Bulan
Badan Anggaran DPR menyetujui dana sebesar Rp 134,02 triliun di RAPBN 2022 untuk program pengelolaan subsidi energi. Anggaran yang disepakati DPR ini sesuai dengan yang diusulkan pemerintah melalui Kementerian Keuangan.
Badan Anggaran DPR menyetujui dana sebesar Rp 134,02 triliun di RAPBN 2022 untuk program pengelolaan subsidi energi. Anggaran yang disepakati DPR ini sesuai dengan yang diusulkan pemerintah melalui Kementerian Keuangan.
"Anggaran Program Pengelolaan Subsidi Energi tahun 2022 sebesar Rp134.029,0 miliar, sama dengan usulan RAPBN 2022," kata Anggota Banggar DPR dari Fraksi Golkar, Bobby A. Rizaldi Jakarta, Selasa (28/9).
-
Siapa yang mendapat tugas untuk menyalurkan subsidi energi? Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran.
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
-
Bagaimana cara DPR mendukung kinerja Kejagung? Lebih lanjut, selaku mitra kerja yang terus memantau dan mendukung Kejagung, Sahroni menyebut Komisi III mengapresiasi setiap peran insan Adhyaksa.
-
Apa yang menjadi pemicu semangat Jakarta Electric PLN untuk bangkit? Ketertinggalan menjadi sesuatu yang memacu semangat. Hal inilah yang berhasil dibuktikan oleh Jakarta Electric PLN yang berhasil comeback atas Gresik Petrokimia Pupuk Indonesia.
-
Kenapa PSU DPD RI Sumbar dilakukan? Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat (Sumbar) umumkan hasil Pemunguntan Suara Ulang (PSU) DPD RI daerah pemilihan Sumbar.
-
Kapan Damri berencana membeli bus listrik? Perum Damri mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1 triliun untuk 2025 yang akan digunakan untuk penyediaan 100 bus listrik Transjakarta dan peremajaan bus diesel angkutan perintis.
Dari anggaran tersebut, sebanyak Rp 56,47 triliun diarahkan untuk memberikan subsidi listrik hanya kepada golongan yang berhak. Antara lain untuk rumah tangga miskin dan rentan daya 450VA dan 900VA sesuai DTKS. Anggaran tersebut juga termasuk mendorong pengembangan energi baru terbarukan yang lebih efisien.
Bobby mengingatkan, subsidi listrik ini hanya bisa diberikan selama 6 bulan. Sementara untuk selanjutnya subsidi akan diberikan berdasarkan DTKS yang telah ditetapkan pemerintah.
"Panja mengingatkan Pemerintah agar Pada Tahun 2022, Pemerintah hanya dapat memberikan kompensasi terkait subsidi energi selama 6 bulan, dan selanjutnya penerima subsidi mengacu DTKS yang telah ditetapkan Pemerintah," kata dia.
Selain itu, anggaran subsidi energi juga diberikan untuk jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 Kg sebesar Rp 77,54 triliun. Dari anggaran tersebut telah disepakati, volume LPG yang disubsidi sebanyak 8,0 juta MT. Lalu subsidi tetap minyak solar ditetapkan Rp 500/liter, dan kurang bayar dialokasikan Rp 10,17 triliun.
Adapun arah kebijakan subsidi ditujukan untuk melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk BBM jenis minyak solar dan subsidi (selisih harga) untuk minyak tanah dan LPG Tabung 3 Kg. Selain itu, untuk melaksanakan transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg tepat sasaran dan menjadi berbasis target penerima secara bertahap dan berhati-hati dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Siap-Siap Tarif Listrik Naik
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM mengusulkan menghapus 100 persen kompensasi tagihan listrik yang selama ini dibayarkan pemerintah. Akibatnya akan terjadi perubahan tarif dasar listrik dari masing-masing kategori pelanggan.
Dalam usulan tersebut terdapat beberapa simulasi pengurangan subsidi. Pada kategori rumah tangga golongan R.1/900, Pemerintah mematok asumsi pemakaian rata-rata per bulan 109 kWh sehingga tagihan listriknya menjadi Rp147.893 per bulan.
Bila kompensasi usulan tersebut disetujui, dengan asumsi penggunaan listrik yang sama maka tagihannya akan naik menjadi Rp165.802 per bulan. Artinya akan ada kenaikan Rp17.909 per bulan.
Pada pelanggan rumah tangga golongan R.1/1.300 VA Pemerintah mengasumsikan pemakaian per bulan 152 kWh. Maka tagihan listrik per bulan yakni Rp 219.902. Bila kompensasi dihapuskan maka tagihan listriknya menjadi Rp 230.712, artinya ada kenaikan Rp 10.810 per bulan.
Kenaikan tarif listrik juga terjadi pelanggan R.1/2.200 VA. Pemerintah mengasumsikan pemakaian sebulan 279 kWh, maka tagihan listrik Rp 402.712 per bulan. Bila kompensasi dihapuskan, dengan asumsi pemakaian yang sama, maka tagihan listriknya menjadi Rp 422.509 per bulan.
Tarif listrik pelanggan rumah tangga R.2/3.500 VA sampai dengan 5.500 VA juga akan mengalami kenaikan. Pada golongan ini, Pemerintah mengasumsikan pemakaian 442 kWh per bulan sehingga tagihan listriknya Rp 639.213. Bila kompensasi dihapuskan tagihan listriknya menjadi Rp 670.636 per bulan, naik Rp 31.423 per bulan.
Hal yang sama juga akan terjadi pada pelanggan rumah tangga golongan R.3/6.600 VA ke atas. Dengan asumsi pemakaian 1.425 kWh per bulan, maka tagihannya Rp 2.059.298 per bulan. Bila kebijakan ini disetujui, maka tagihannya menjadi Rp 2.160.531 per bulan, naik Rp 101.233.
Pelanggan PLN bisnis besar, juga akan terkena dampak serupa. Pelanggan golongan B-2/TR 6.600 VA sampai 200 kVA, diasumsikan penggunaan daya 2.561 kWh sebulan.
Sehingga tagihan listriknya menjadi Rp 3.699.946 per bulan. Bila kompensasi dari pemerintah dihapus 100 persen maka tagihannya akan bertambah naik Rp 181.886 per bulan, menjadi Rp 3.881.832 per bulan.
Adapun pelanggan yang masuk dalam golongan ini antara lain mereka yang menjalankan bisnis di bidang tekstil, pergudangan dan penyimpanan, serta pengolahan dan pengawetan.
Untuk pelanggan bisnis golongan B-3/TM di atas 200 kVA, Pemerintah mengasumsikan pemakaian listrik 208.707 kWh per bulan. Sehingga tagihan listriknya menjadi Rp 234.328.239 per bulan.
Maka dengan kebijakan ini, dengan asumsi yang sama, tagihan listrik kelompok bisnis perhotelan, pusat perbelanjaan dan apartemen akan mengalami kenaikan Rp 33.152.271 per bulan. Sehingga tagihan listriknya menjadi Rp 267.480.510.
Pelanggan PLN golongan I-3/ TM di atas 200 kVA juga akan ikut mengalami peningkatan tagihan listrik. Mereka ini merupakan industri pengolahan kopi seperti Nestle, Mustika Kencana, dan Ghandapala, juga industri air minum seperti PDAM.
Bila pemakaian rata-rata sebulan 341.970 kWh, maka tagihan listriknya Rp 381.802.353 per bulan. Dengan pemakaian yang sama, bila kompensasi dihapuskan 100 persen maka tagihannya menjadi Rp 435.818.954, naik Rp 54.016.601 per bulan.
Pelanggan industri besar I-4/ TT 30.000 kVA ke atas juga mengalami kenaikan tagihan. Bila diasumsikan rata-rata pemakaian per bulan sebesar 15.216.984 kWh, maka tagihan listriknya Rp 15.221.665.922 per bulan. Jika kompensasi dihapuskan 100 persen, dengan asumsi penggunaan yang sama maka tagihan listrik naik menjadi Rp 18.095.142.114. Artinya, akan ada kenaikan tagihan per bulan sebesar Rp Rp 2.873.476.192
Adapun pelanggan yang masuk golongan ini yaitu industri semen seperti Holcim, Semen Cibinong, Semen Gresik, dan Jui Shin. Selain itu ada juga industri makanan dan masakan olahan seperti Indofood, Ajinomoto, dan Miwon.
(mdk/bim)