Tantangan Pengusaha Batubara Di Era Transisi Energi Ramah Lingkungan
Melimpahnya kekayaan alam di Indonesia membuat semua energi yang ada di Indonesia dituntut serba murah. Terutama produk hasil batubara, masyarakat menuntut produk dari batubara ini harus selalu terjangkau.
Pemerintah Indonesia terus menggenjot transisi pengguna energi dari berbasis fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Salah satu alasannya yaitu, cadangan energi fosil hanya cukup hingga 68 tahun mendatang.
"Sampai batas waktu tertentu kita kaya sumber daya. Kita punya cadangan energi sampai 68 tahun ini juga tidak dipakai full. Kita rencanakan secara baik, yang penting kompetitif," kata Direktur PT Adaro Power, Adrian Lembong menyebut bahwadi Jakarta, Rabu, (4/11).
-
Bagaimana cara PLTA Ketenger menghasilkan listrik? Air yang sudah tertampung di kolam selanjutnya dialirkan untuk menggerakkan turbin yang kemudian menghasilkan listrik.
-
Apa yang menjadi keunggulan teknologi PLTU Batang? PLTU Batang menggunakan teknologi mutakhir terbesar di Asia Tenggara untuk saat ini, yaitu Ultra Super Critical, yang memberikan tingkat efisiensi yang tinggi dan memberikan dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan teknologi PLTU sebelumnya.
-
Mengapa PLTU Batang dibangun? Pembangunan PLTU Batang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
-
Bagaimana cara PLTA Kracak menyalurkan listrik? “Jadi ini listriknya disalurkan ke Bogor, yang saat itu Buitenzorg sedang butuh, terutama untuk penerangan kantor gubernur. Setelah Buitenzorg memiliki penerangan, listrik disalurkan ke Tanjung Priuk untuk operasional Trem dan perkotaan,” kata sang kreator, Jejak Siborik.
-
Siapa yang membangun PLTU Batang? PLTU Batang merupakan proyek dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari USD 4 miliar.
-
Bagaimana PLN mendukung transisi ke kendaraan listrik? PLN siap mendukung upaya pemerintah dalam mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Pengguna EV tidak perlu risau, sebab infrastruktur telah dibangun lebih merata. Apalagi Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) telah siap, mudah dan nyaman digunakan.
Melimpahnya kekayaan alam di Indonesia membuat semua energi yang ada di Indonesia dituntut serba murah. Terutama produk hasil batubara, masyarakat menuntut produk dari batubara ini harus selalu terjangkau.
Pada akhirnya para produsen listrik batubara dan pemerintah harus memutar otak agar harga jual ke masyarakat terjangkau. Subsidi pun akhirnya menjadi jalan tengah antara para pengusaha dan masyarakat.
Sebab, sebagai produsen, para pengusaha batubara sebenarnya hanya pengelola dari aset milik pemerintah. "Kita sebagai produsen batubara, mengikuti implementasi pemerintah, kami ini pengelola aset pemerintah, kami ini punya perjanjian kerja sama," kata dia.
Namun, di sisi lain, sebagai pengusaha energi batubara ini harus kompetitif dengan sumber energi lainnya. Salah satunya sumber energi baru terbarukan (EBT). Hanya saja di Indonesia EBT masih dianggap lebih mahal ketimbang energi fosil.
Lebih Ramah Lingkungan
Sisi lain, EBT lebih ramah terhadap lingkungan. Berbagai negara juga mulai melakukan transisi energi. Tak terkecuali dengan Indonesia yang belakangan juga fokus pada pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT.
Maka, yang perlu dilakukan perusahaan batubara saat ini mulai beradaptasi. Tren ini bukan ancaman bagi para pengusaha batubara. Sebaliknya menjadi tantangan baru agar bisa bersaing lebih kompetitif atau menyesuaikan diri dengan keadaan.
"Ini tantangan buat semua perusahaan (batubara), makanya kita harus antisipasi perubahan dan menghadapi perubahan. Kalau lingkungan berubah, kita dan karyawan juga harus berubah," kata dia.
(mdk/idr)