Tarif PPN 11 Persen Berlaku Hari Ini, Harga Sejumlah Barang dan Jasa Bakal Melonjak
Sri Mulyani menjelaskan, rata-rata tarif PPN secara global adalah 15 persen. Sementara, Indonesia sendiri sebelumnya menerapkan tarif 10 persen. Dengan kata lain, masih terdapat ruang untuk meningkatkan tarif tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah akan tetap meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dan peningkatan PPN ini akan berlaku mulai 1 April 2022.
"(Kenaikan tarif PPN tidak ditunda) Karena (pemerintah) menggunakannya untuk kembali ke masyarakat. Fondasinya harus disiapkan dulu (melalui penguatan rezim pajak)," kata Menkeu Sri Mulyani dalam Indonesia Economic Outlook, Selasa (22/3).
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Kapan Taman Purbakala Sriwijaya diresmikan? Menghabiskan waktu pembangunan lebih kurang 4 tahun, TPKS telah diresmi beroperasi pada tahun 1990 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kejatuhan cicak di paha pertanda apa? Arti kejatuhan cicak yang berikutnya adalah jika kamu mengalami kejatuhan cicak tepat pada paha. Musibah yang disebabkan oleh orang lain ini bisa diketahui dari posisi cicak jatuh.
-
Siapa Naja Dewi? Berikut adalah gambar Naja Dewi Maulana, anak tunggal Armand Maulana dan Dewi Gita.
-
Kenapa Siti Purwanti meninggal? Diketahui bahwa mendiang Siti Purwanti telah lama menderita penyakit jantung dan gagal ginjal.
Sri Mulyani menjelaskan, rata-rata tarif PPN secara global adalah 15 persen. Sementara, Indonesia sendiri sebelumnya menerapkan tarif 10 persen. Dengan kata lain, masih terdapat ruang untuk meningkatkan tarif tersebut.
"Kami lihat PPN space masih ada, kami naikkan hanya 1 persen. Kami paham bahwa fokus sekarang ini pemulihan ekonomi. Namun, fondasi pajak yang kuat harus mulai dibangun," ujarnya.
Menurutnya, penerimaan negara merupakan aspek penting untuk mendorong pemulihan ekonomi, karena dapat menunjang berbagai subsidi dan pembangunan. Maka, UU HPP diyakini bisa meningkatkan potensi penerimaan di berbagai pos, seperti pajak penghasilan (PPh) dan PPN.
Suka tidak suka, kebijakan pemerintah ini bakal mengerek harga sejumlah kebutuhan. Mulai dari barang elektronik hingga pulsa telepon genggam.
Harga Barang dan Jasa Bakal Naik
Ekonom Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan harga karena penerapan PPN 11 persen tidak serta merta hanya naik 1 persen secara linier dari harga sebelumnya. Sebab, kenaikan harga tetap ditentukan produsen. Tak hanya itu, ditingkat produsen juga terdapat kenaikan biaya produksi berbagai jenis barang sejak awal tahun.
"Kenaikan tarif 1 persen belum tentu menaikkan harga barang jadi 1 persen, bisa lebih dari itu karena penjual akan menggunakan momentum tarif PPN untuk menyesuaikan harga jual," tuturnya.
Bhima mengatakan kenaikan barang akan dialami semua barang yang terkena PPN. Namun ada beberapa barang yang dikecualikan antara lain bahan pangan, jasa pendidikan dan layanan kesehatan.
Adapun barang-barang yang berpotensi mengalami kenaikan per 1 April 2022 antara lain:
1. Barang elektronik seperti laptop, smartphone, televisi, dan alat elektronik rumah tanggal lainnya.
2. Produk textile seperti baju atau pakaian, celana, aksesoris dan lain-lain.
3. Perlengkapan kebersihan seperti aneka sabun, pasta gigi, sikat gigi dan lain-lain
4. Produk alas kaki seperti sepatu dan sandal
5. Berbagai jenis produk tas dan aksesorisnya
6. Pulsa telepon dan tagihan internet
7. Rumah atau hunian
8. Motor, mobil dan barang lainnya yang dikenakan PPN
9. Restoran atau tempat sejenis yang menjadi objek pajak
10. Jasa iklan digital, hingga barang yang dibeli di market place.
Tarif PPN 11 Persen Bakal Kerek Inflasi
Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, kenaikan tarif PPN dari 10 persen jadi 11 persen akan mengerek inflasi di April 2022 hingga bisa melebihi 0,7 persen secara month to month.
"Inflasi di April 2022 bisa tinggi di atas 0,7 persen, penyebabnya pertama dari sisi volatile food sudah tidak bisa dihindari, setiap menjelang Ramadan dan Lebaran pasti seperti itu," kata Eko di Jakarta, dikutip Antara, Selasa (8/3).
Dengan penyebaran pandemi COVID-19 yang telah terkendali dan aktivitas masyarakat yang kembali seperti normal, tingkat inflasi tersebut diperkirakan akan kembali seperti sebelum penyebaran pandemi. Kenaikan tarif PPN mulai April 2022 pun diperkirakan akan mengerek inflasi menjadi lebih tinggi dari level sebelum penyebaran pandemi.
"Tentu saja nanti efeknya akan memperlemah daya beli, sungguhpun kata pemerintah hasil dari PPN akan masuk APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan akan digunakan lagi untuk menjadi stimulus perekonomian," katanya.
Di samping itu saat ini harga bahan baku makanan olahan juga telah mengalami peningkatan yang belum diteruskan kepada harga akhir produk karena pelaku usaha khawatir produk tersebut tidak laku.
"Jadi kenaikan harga pangan saya kira tidak dihindari terutama menjelang Ramadhan dan Lebaran," katanya.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah sebaiknya menunda kenaikan tarif PPN agar daya beli masyarakat dapat terjaga di tengah Ramadan dan Lebaran sehingga berdampak positif terhadap pemulihan ekonomi. Dia menyarankan agar kenaikan tarif PPN diterapkan setelah kuartal II-2022, dengan syarat pertumbuhan ekonomi di kedua kuartal tahun ini telah pulih atau mencapai lebih dari nilai sebelum pandemi yakni 5 persen year on year.
"Saat ini pemulihan ekonomi masih fragile atau rentan, apalagi di daya beli, begitu pajak naik, daya beli bisa langsung terkena dampaknya. Konsekuensinya, pemulihan ekonomi bisa berjalan lebih lama" katanya.
Tak Semua Barang Alami Kenaikan Harga
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengingatkan, kenaikan PPN ini tidak berlaku untuk semua jenis barang. Ada beberapa produk yang justru mendapatkan pembebasan PPN.
"Semua barang mau dipajakin itu tidak betul. Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan dan pelayanan jasa sosial ini diberikan kebebasan PPN. Kita tuliskan di UU dengan jelas," kata Suahasil di Sumatera Selatan, Jumat (18/3).
Selain itu, pemerintah juga memberikan pengecualian kepada beberapa jenis barang atau jasa tertentu pada sektor usaha tertentu. Pada jenis barang/jasa tersebut diterapkan tarif PPN final 1 persen, 2 persen atau 3 persen dari peredaran usaha yang akan diatur dalam PMK.
"Undang-undangnya ini memungkinkan dan ini akan diperjelas," kata dia.
Melalui kebijakan ini, Suahasil menegaskan pemerintah tidak bermaksud untuk mempersulit masyarakat. Melainkan dengan UU HPP ini ditujukan untuk membuat peraturan pajak yang lebih transparan dan meningkatkan kepatuhan bagi seluruh wajib pajak dengan tetap mengkoordinir pembangunan dari pajak.
"Tentu tidak ada niat pemerintah untuk memberatkan masyarakat," kata dia.
(mdk/idr)