Ternyata FOMO Bisa Berdampak Buruk ke Kesehatan
FOMO lebih dipengaruhi oleh hubungan sosial daripada pengalaman yang hilang.
Memahami FOMO dan Dampaknya
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menarik perhatian banyak peneliti, termasuk Jacqueline Rivkin dari Cornell University.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa FOMO lebih berkaitan dengan siapa yang kita lewatkan daripada pengalaman yang hilang.
Hal ini mengungkapkan bahwa interaksi sosial yang hilang dapat memperburuk perasaan FOMO.
FOMO biasanya muncul ketika seseorang merasa tidak dapat berpartisipasi dalam suatu acara atau kesempatan, baik itu konser besar atau pertemuan kecil dengan teman.
Rasa cemburu atau penyesalan karena melewatkan acara besar seperti konser Taylor Swift atau final sepak bola memang nyata, namun penelitian ini juga menyoroti momen-momen kehidupan sehari-hari yang lebih biasa.
Penelitian FOMO oleh Rivkin dan Tim
Tim Rivkin melakukan tujuh eksperimen dengan ribuan peserta untuk memahami respons mereka terhadap situasi FOMO.
Alih-alih hanya fokus pada konser besar atau pengalaman langka, peserta diperkenalkan pada momen-momen yang lebih sepele dalam kehidupan.
Situasi yang diteliti termasuk:
- Melewatinya konser yang diperkirakan dihadiri teman-teman.
- Melewatinya retret bersama teman atau orang asing.
- Diterima dalam grup sosial yang hanya untuk anggota di komunitas mereka.
- Membandingkan FOMO dengan konten di media sosial pribadi.
Penelitian ini melibatkan peserta dari berbagai usia dan jenis kelamin, menunjukkan bahwa FOMO bukan hanya fenomena anak muda.
Rivkin menyatakan, "Kami menemukan bahwa hampir semua orang dapat merasakan FOMO jika ada kelompok sosial yang erat."
Dampak Kesehatan dari FOMO
Selama sepuluh tahun terakhir, penelitian mengenai FOMO semakin berkembang, mengungkapkan berbagai dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Beberapa dampak tersebut termasuk gangguan tidur, kecemasan sosial, depresi, dan penurunan prestasi akademik.
Sebuah studi dari Southern Connecticut State University pada tahun 2022 menunjukkan bahwa FOMO di kalangan mahasiswa di Amerika dapat memprediksi perilaku konsumtif atau ilegal, seperti peningkatan penggunaan alkohol dan obat-obatan.
Penelitian lain dari University of Toledo menyarankan bahwa penggunaan smartphone yang meningkat atau bermasalah di kalangan anak muda dapat memprediksi perasaan FOMO atau disfungsi emosional.
Solusi untuk Mengatasi FOMO
Rivkin memberikan pandangannya tentang solusi potensial untuk mengatasi FOMO dalam episode terbaru dari Science Unscripted. Meskipun penelitian ini masih terus berlanjut, penting bagi individu untuk menyadari dampak FOMO dan mencari cara untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan.
Kesadaran akan pentingnya interaksi sosial yang berkualitas dan mengurangi penggunaan media sosial dapat menjadi langkah awal yang baik. Dengan memahami bahwa FOMO seringkali berakar pada ketidakmampuan untuk terhubung dengan orang lain, individu dapat lebih fokus pada membangun hubungan yang lebih kuat.