Arkeolog Temukan Keranjang Buah Berusia 2.200 Tahun di Bawah Air, Masih Ada Isinya
Artefak ini ditemukan bersama ratusan vas keramik kuno.

Penyelam sekaligus arkeolog bawah air dari Prancis, Franck Goddio menemukan keranjang buah berusia 2.200 tahun saat menyelam di kota bawah air kuno Thonis-Heraclion, dekat Alexandria, Mesir. Kota ini dulunya merupakan rute perdagangan Mediterania di zaman Helenistik, tenggelam pada abad kedua SM karena gempa bumi.
Keranjang buah ini terbuat dari kayu dan masih ada isinya. Artefak ini ditemukan bersama ratusan vas keramik kuno dan amphorae, yang beberapa di antaranya digunakan dalam sebagai benda pemakaman. Selain itu, ditemukan juga sejumlah benda dari perunggu, seperti dikutip dari laman Greek Reporter, Selasa (18/2).
Penemuan yang paling menakjubkan adalah keranjang tersebut masih penuh dengan doum, buah dari pohon palem Afrika yang disakralkan bagi orang Mesir kuno. Selain itu ada juga biji anggur yang bisa digunakan untuk memeras minyak.
“Tidak ada yang rusak,” kata Goddio.
“Sungguh menakjubkan melihat sekeranjang buah-buahan.”
Keranjang tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan ritual pemakaman. Goddio mengatakan keranjang itu ditaruh di ruang bawah tanah yang kemungkinan membuatnya awet sampai ribuan tahun.
Keranjang buah berada di dalam area yang sama tempat tembikar penguburan ditemukan, di atas tumulus, atau gundukan yang dibangun di atas kuburan. Tumulus tersebut berukuran panjang sekitar 60 meter dan lebar 8 meter.
Bukti Pembakaran
Goddio menjelaskan tumulus “adalah semacam pulau yang dikelilingi saluran. Di saluran-saluran tersebut, kami menemukan sejumlah besar simpanan perunggu, termasuk banyak patung Osiris (dewa kesuburan Mesir kuno)."
Ditemukan juga cermin dan sejumlah patung di tumulus. Goddio juga menemukan banyak bukti pembakaran, yang menurutnya menunjukkan bahwa telah terjadi upacara “spektakuler” yang melarang siapa pun memasuki situs tersebut. Tidak hanya vas dan amphorae Loteng yang spektakuler tetapi cermin dan sejumlah patung juga ditemukan di tumulus.
Institut Arkeologi Bawah Air Eropa atau IEASM, yang dipimpin Goddio bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir dan mendapat dukungan dari Hilti Foundation, yang memungkinkan penemuan bersejarah ini.