Ilmuwan Temukan Lalat yang Tak Bisa Terbang, Padahal Sayapnya Utuh
Penyebab mengapa lalat ini tidak bisa terbang belum terungkap.
Ilmuwan Temukan Lalat yang Tak Bisa Terbang, Padahal Sayapnya Utuh
Ilmuwan Temukan Lalat yang Tak Bisa Terbang, Padahal Sayapnya Utuh
Ilmuwan Jhon Midgley dan Burgert Muller dari proyek Diversity of Pollinating Diptera in South African Biodiversity Hotspots pergi ke Lesotho, di Afrika bagian Selatan pada Desember 2021.
Di resor pegunungan Afriski mereka menemukan 51 spesimen Atherimorpha latipennis jantan yaitu spesies lalat yang ditemukan pada tahun 1956, namun betinanya belum pernah dideskripsikan.
Melalui proyek ini untuk pertama kalinya ditemukan seekor lalat betina dari spesies yang sama yang tidak bisa terbang.
“Bukan hal yang aneh jika hanya betina dari suatu spesies yang tidak bisa terbang,” kata Midgley.
“Tetapi tidak ada contoh dalam keluarga lalat ini, apalagi genusnya.”
Sumber: Indy100
-
Apa yang ditemukan di Lesotho? Bukti dalam misteri ini adalah tapak kaki mirip burung di situs paleontologi Maphutseng, Lesotho.
-
Bagaimana lalat melihat? Mata lalat ini tidak dapat bergerak, hanya menerima informasi dari beberapa titik secara bersamaan. Tapi, karena bentuknya yang bulat dan menonjol di kepala, mata lalat dapat melihat hampir 360 derajat.
-
Kenapa lalat berbahaya? Keberadaan lalat di sekitar kita tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga bisa membawa risiko kesehatan yang signifikan.
-
Siapa yang meneliti lalat capung? Peneliti lalat capung dan profesor biologi di Indiana University-Purdue University Columbus, Luke Jacobus, menjelaskan bahwa sebagian besar lalat capung tidak memiliki mulut atau sistem pencernaan yang baik.
-
Di mana serangga Lak ditemukan? Hewan ini biasa ditemukan di negara asia tropis seperti Jepang, Tiongkok, dan pegunungan Himalaya. Di Palembang, hewan ini bisa ditemukan di sebuah pohon bernama Kemalo.
-
Di mana lalat capung hidup? Terdapat lebih dari 3.000 spesies lalat capung yang menghuni habitat akuatik di seluruh dunia.
Martin Hauser seorang ahli dipterologi senior di Dapartemen Pangan dan Pertanian California yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan kepada Guardian “Penerbangan aktif hanya terjadi empat kali dalam tiga miliar tahun terakhir, jadi selalu menarik ketika suatu spesies hilang kemampuan untuk terbang. Tidaklah mengherankan jika menemukan spesies yang tidak bisa terbang. Namun sungguh luar biasa ketika kasus pertama ketidakmampuan terbang dilaporkan terjadi pada sebuah keluarga.”
Foto: Spesimen Atherimorpha latipennis betina (John Midgley and Burgert Muller).
Sampai saat ini para ilmuwan hanya bisa menebak-nebak mengapa hanya lalat betina yang kehilangan kemampuan untuk terbang.
Meskipun terbang jauh lebih cepat daripada berjalan, lalat betina yang tidak bisa terbang ini masih bisa melarikan diri dari predator.
“Bagi pejantan, ada baiknya terbang berkeliling dan bisa mencari betina di area yang lebih luas,” kata Hauser.
“Bahkan jika, saat terbang, mereka terpapar oleh burung dan predator lainnya, dan berisiko terhempas dari gunung dan berakhir di lembah panas tanpa betina.”
Sumber: Indy100
Sementara itu, terdapat spesies lain yang tidak bisa terbang seperti burung unta, kiwi, dan emu. Diperkirakan mereka berevolusi hingga tidak bisa terbang setelah dinosaurus punah karena tidak ada predator yang cukup besar untuk memburu mereka.
Sumber: Indy100