Ilmuwan Ungkap Manusia Bisa Memperlambat Waktu dengan Pikirannya, Begini Caranya
Penelitian ini bermula dari pengalaman ilmuwan yang selamat dari kecelakaan mobil.
Waktu mengiringi setiap perjalanan hidup manusia, berlalu detik demi detik dan tidak dapat diubah, dipercepat, diperlambat, ada diulang.
Namun, persepsi tentang kecepatan berlalunya waktu juga dapat berbeda-beda dalam pikiran kita. Dunia mental inilah yang dieksplorasi Steve Taylor—seorang psikolog di Universitas Leeds Beckett dalam makalah baru yang belum diterbitkan dan buku baru berjudul Time Expansion Experiences.
-
Apa yang ditemukan oleh ilmuwan tentang waktu? Ilmuwan kini telah menemukan bukti nyata adanya perjalanan waktu--meski dalam tingkat mikroskopis.
-
Bagaimana ilmuwan meneliti pergerakan waktu? Untuk menguji gagasan ini, stuktur kaca diamati menggunakan cahaya laser yang tersebar. Mereka mengamati sampel kaca saling mendorong dan membentuk susunan baru.'Fluktuasi kecil pada molekul harus didokumentasikan menggunakan kamera video ultra-sensitif.
-
Bagaimana cara menenangkan pikiran dengan menentukan waktu berpikir? Ketika kamu merasa terjebak dalam pikiran yang terus berputar, buatlah aturan untuk dirimu sendiri. Tentukan waktu tertentu untuk merenungkan suatu masalah, dan setelah waktu tersebut berakhir, izinkan dirimu untuk berhenti.
-
Siapa yang percaya bahwa manusia bisa membuat mesin waktu? Ilmuwan Yakin Manusia Bisa Buat Mesin Waktu, Tapi Ada Syaratnya Keyakinan itu tak lepas dari pro dan kontra. Namun bagi ilmuwan yang meyakininya itu bisa terjadi, tetap butuh syarat.
-
Bagaimana ilmuwan mengetahui Bumi berputar lebih lambat? 'Awalnya saya bingung. Namun, setelah mengamati dua lusin data lain yang menunjukkan pola serupa, menjadi jelas bahwa inti bagian dalam memang melambat,'
-
Bagaimana ilmuwan menghitung perbedaan waktu? Patla dan rekannya menjelaskan, Bulan bergerak lebih lambat daripada Bumi yang menyebabkan waktu berjalan lebih lambat, tetapi Bulan memiliki gravitasi yang lebih rendah yang menyebabkan jam berjalan lebih cepat.
Ketertarikan Taylor pada perubahan momen temporal ini—yang ia sebut sebagai “pengalaman perluasan waktu,” atau TEEs—dimulai ketika ia dan istrinya terlibat dalam kecelakaan mobil pada tahun 2014.
“Semuanya berjalan lambat,” jelas Taylor dalam unggahan di situs web Universitas Leeds Beckett, dikutip dari Popular Mechanics, Rabu (15/1).
“Saya melihat ke belakang, dan mobil-mobil lain tampak bergerak sangat lambat, hampir seperti membeku. Saya merasa seolah-olah saya punya banyak waktu untuk mengamati keseluruhan pemandangan dan mencoba mendapatkan kembali kendali atas mobil. Saya terkejut dengan banyaknya detail yang dapat saya lihat.”
Taylor dan istrinya selamat dari kecelakaan tersebut dan bahkan tanpa cedera. Pada dekade berikutnya, Taylor mulai menyelidiki bagaimana dan mengapa momen-momen yang sangat lambat ini terwujud, dan penelitiannya telah membawanya pada beberapa kesimpulan yang cukup menarik.
Pada tahun 2020, Taylor menganalisis 96 kejadian sebagai TEE dan menemukan sekitar setengahnya terjadi saat kecelakaan, sementara lainnya terjadi saat acara olahraga, saat meditasi, atau saat pengalaman psikedelik. Hasilnya dipublikasikan di jurnal The Journal of Humanistic Psychology.
Situasi Darurat
Dalam artikel baru di situs The Conversation, Taylor menjelaskan bagaimana beberapa teori terkemuka di balik keadaan yang mengubah waktu ini tidak cukup memahami keseluruhan pengalaman yang ada. Sebuah teori meyakini momen-momen ini adalah hasil dari pelepasan noradrenalin—yang pada dasarnya merupakan mekanisme melawan atau lari tubuh—tetapi teori ini tidak menjelaskan pelebaran waktu mental orang-orang selama momen meditasi atau dalam keadaan konsentrasi yang intens. Ada kemungkinan persepsi ini merupakan sebuah terobosan evolusioner untuk bertahan dalam situasi yang intens, namun hal ini masih belum menjelaskan bagaimana hal tersebut terjadi di luar peristiwa hidup dan mati.
“Teori (lainnya) adalah bahwa TEE bukanlah pengalaman nyata, melainkan ilusi ingatan. Dalam situasi darurat, menurut teori ini, kesadaran kita menjadi akut, sehingga kita menerima lebih banyak persepsi daripada biasanya,” tulis Taylor.
“Persepsi ini dikodekan dalam ingatan kita, sehingga ketika kita mengingat situasi darurat, ingatan tambahan tersebut menciptakan kesan bahwa waktu berlalu dengan lambat.”
Namun, temuan Taylor dari orang-orang yang pernah mengalami TEE menunjukkan bahwa mereka mampu memproses pikiran dan informasi jauh lebih cepat daripada yang mungkin dilakukan dalam keadaan normal. Sebaliknya, Taylor menganjurkan gagasan bahwa peristiwa-peristiwa ini mengubah pikiran manusia ke dalam kondisi kesadaran yang berubah. Pada momen-momen ini, kita melangkah keluar dari kesadaran normal kita menuju apa yang disebut Taylor sebagai “dunia waktu” yang berbeda.
“Kejutan yang tiba-tiba akibat suatu kecelakaan dapat mengganggu proses psikologis normal kita, menyebabkan perubahan kesadaran secara tiba-tiba. Dalam olahraga, perubahan keadaan yang intens terjadi karena apa yang saya sebut 'penyerapan super',” tulis Taylor.