Khaled Meshaal Disebut-sebut Calon Pemimpin Baru Hamas Pengganti Ismail Haniyeh, Pernah Diracun Israel Tapi Selamat
Ismail Haniyeh dibunuh Israel saat berada di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7) dini hari.
Ismail Haniyeh dibunuh Israel saat berada di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7) dini hari.
Khaled Meshaal Disebut-sebut Calon Pemimpin Baru Hamas Pengganti Ismail Haniyeh, Pernah Diracun Israel Tapi Selamat
Setelah Ismail Haniyeh dibunuh Israel pada Rabu (31/7) dini hari, muncul spekulasi terkait siapa penggantinya sebagai pemimpin Hamas yang baru.
Khaled Meshaal disebut-sebut bakal menggantikan Haniyeh sebagai kepala biro politik Hamas.
Meshaal pernah diracun oleh mata-mata Israel pada 1997 silam dalam upaya percobaan pembunuhan di jalan depan kantornya di Amman, Yordania. Pembunuhan Meshaal diperintahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang membuat murka Raja Hussein ketika itu. Raja Hussein mengancam akan menggantung pelakunya dan membatalkan perjanjian damai Yordania dengan Israel jika penawar racun tidak diberikan.
Israel kemudian memberikan penawar racunnya dan sepakat untuk membebaskan pemimpin Hamas Sheikh Ahmed Yassin, yang kemudian dibunuh tujuh tahun kemudian di Gaza.
Meshal dan para pemimpin Hamas lainnya adalah pejuang kemerdekaan agar terbebas dari penjajahan Israel, tetap mengobarkan perjuangan mereka hingga saat ini, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (1/8).
Meshaal (68), menjadi pemimpin politik Hamas di pengasingan pada tahun sebelum Israel berusaha membunuhnya. Dia bertugas mewakili Hamas dalam pertemuan dengan berbagai pemerintahan asing di seluruh dunia.
Sumber-sumber Hamas mengungkapkan, Meshaal diperkirakan akan dipilih sebagai pemimpin puncak Hamas menggantikan Ismail Haniyeh.
Israel berusaha telah membunuh dan berusaha membunuh beberapa pemimpin Hamas dan pejabatnya sejak organisasi perlawanan Palestina itu berdiri pada 1987. Hamas berdiri ketika intifada (pemberontakan) pertama melawan penjajahan di Tepi Barat dan Gaza.
Meshaal merupakan sosok sentral di puncak kepemimpinan Hamas sejak akhir tahun 1990-an, meskipun ia bekerja sebagian besar dari pengasingan yang relatif aman ketika Israel berencana membunuh tokoh-tokoh Hamas terkemuka lainnya yang berbasis di Jalur Gaza.
Meshaal menolak gagasan perjanjian damai permanen dengan Israel tapi mengatakan Hamas bisa menerima negara Palestina yang meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur sebagai solusi sementara untuk gencatan senjata jangka panjang.
Meshaal hidup lebih banyak di luar wilayah Palestina. Dia lahir di Silwad, dekat Ramallah. Ketika masih kecil, Meshaal dan keluarganya pindah ke Kuwait.
Pada usia 15 tahun, dia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin, orgnisasi Islam tertua di Timur Tengah. Meshaal menjadi guru sebelum menjadi anggota Hamas.
Di Yordania, dia bertugas untuk menggalang dana internasional untuk Hamas ketika lolos dari upaya pembunuhan Israel.
Pada 2017, muncul gesekan antara Meshaal dan pemimpin Hamas di Gaza karena keinginannya untuk rekonsiliasi dengan Presiden Mahmoud Abbas yang memimpin Otoritas Palestina. Meshaal kemudian mengumumkan dia ingin mengundurkan diri sebagai pemimpin karena masalah tersebut dan pada 2017 dia digantikan oleh Ismail Haniyeh.
Pada 2021, Meshaal dipilih sebagai kepala kantor Hamas di diaspora Palestina.