Para Jenderal Memperingatkan: Prancis di Ambang Perang Saudara karena Isu Islamisme
Merdeka.com - Pemerintah Prancis geram dengan munculnya surat terbuka yang ditandatangani sejumlah purnawirawan jenderal dan tentara aktif yang memperingatkan negara itu sedang di ambang perang saudara karena ekstremisme beragama.
Sekitar 1.000 tentara aktif, termasuk 20 hingga 25 purnawirawan jenderal menandatangani surat yang diterbitkan di majalah kubu aliran kanan Valeurs Actuelles 21 April lalu, bertepatan dengan peringatan ke-60 tahun peristiwa kudeta gagal terhadap Jenderal de Gaull, presiden Prancis pada era 1959-1969. Kudeta itu diarsiteki oleh para jenderal yang menentang Aljazair, koloni Prancis, meraih kemerdekaan.
Surat itu menuding kaum Islamis sedang berupaya "mengambil alih" negara dan mengecam kegagalan pemerintah dalam bertindak melawan "gerombolan dari pinggiran"--istilah yang merujuk para warga imigran miskin yang tinggal di pinggiran kota-kota besar.
-
Siapa yang menjadi ancaman bagi Prancis? Tentu hal ini yang perlu diwaspadai Prancis jika tidak ingin terhambat langkahnya karena kejutan dari Polandia.
-
Siapa yang jadi ancaman bagi Prancis? Selain itu ada nama Romelu Lukaku yang berpotensi jadi ancaman bagi Prancis.
-
Bagaimana cara pihak berwenang Perancis menanggapi ancaman tersebut? Pihak berwenang Perancis telah meyakinkan publik akan memberikan pengamanan yang maksimal dengan mengerahkan puluhan ribu personel keamanan.
-
Mengapa Prancis perlu waspada terhadap Portugal? Tentu mereka wajib mewaspadai efektivitas serangan Portugal yang sejauh ini selalu berbahaya.
-
Siapa yang pergi ke Prancis? Ketiganya, yakni Lionel, Diego, dan Sabrina, anak-anak Donna Agnesia dan Darius Sinathrya, memiliki ikatan yang sangat erat.
-
Siapa presiden Prancis yang embargo senjata ke Israel? Presiden Prancis Charles De Gaulle, tiba-tiba mengumumkan memblokade pasokan senjata untuk Israel.
Para penandatangan memperingatkan Presiden Emmanuel Macron dan pemerintahannya serta anggota parlemen bahwa bahaya sedang mengancam Prancis.
"Waktunya makin gawat, Prancis dalam bahaya," tulis surat itu, seperti dilansir laman BBC, Rabu (28/4).
Salah satu pimpinan yang menandatangani surat itu adalah mantan Komandan Pasukan Asing Christian Piquemal yang pernah ditangkap pada 2016 karena ikut serta dalam demo anti-imigran.
Surat itu juga mengkritik tindakan keras pemerintah terhadap kelompok pengunjuk rasa Rompi Kuning dan menyebut polisi sebagai kambing hitam dan perpanjangan tangan penguasa.
Surat itu diakhiri dengan kalimat,"Ini sudah bukan lagi saatnya menduga-duga, karena esok hari perang saudara akan mengakhiri kekacauan dan pembunuhan ini--dan kalian akan bertanggung jawab atas ribuan kematian.
Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly mengancam siapa pun anggota militer yang menandatangani surat itu akan diberi sanksi karena mereka seharusnya netral secara politik.
"Bagi siapa pun yang melanggar kewajiban, akan diberi sanksi dan jika ada tentara aktif yang ikut menandatangani saya meminta kepala satuan masing-masing menerapkan sanksi," kata Parly.
Tokoh aliran kanan Marine Le Pen yang menjadi rival Macron dalam pemilu presiden 2017, mendukung munculnya surat itu dengan mengatakan, "Saya mendukung Anda untuk ikut bergabung dalam perang yang akan datang, perang Prancis.
Le Pen mengatakan Prancis memang punya banyak masalah di antaranya sejumlah kawasan yang melawan hukum, kejahatan, kebencian dan tidak adanya patriotisme dari para pemimpin dan semua masalah itu hanya bisa diselesaikan dengan politik.
Komentar Le Pen itu menuai kritikan dari kubu partai kiri maupun kanan dan mengejutkan banyak pihak karena dia kembali memanas-manasi para pendukung konservatif.
Di negara yang memiliki ribuan purnawirawan jenderal, dukungan dari hanya sekitar 20-25 jenderal dalam surat itu dengan bahasa tulisan yang cukup keras memang menjadi perhatian.
Surat itu juga menyinggung peristiwa pembunuhan seorang guru, Samuel Paty, oleh radikalis Chechnya, seorang imigran, pada Oktober 2020 lalu.
"Siapa yang bisa membayangkan sepuluh tahun lalu seorang guru pada suatu hari akan mati dipenggal ketika pulang dari sekolah."
Awal April lalu parlemen Prancis menyetujui undang-undang kontroversial "anti-separatisme" yang menyasar kelompok Islam radikal, termasuk upaya reformasi pendidikan serta pengawasan lebih ketat terhadap masjid dan para penceramah.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
4.000 Tentara Prancis Bantu Israel Lawan Hamas di Gaza
Baca SelengkapnyaPenggunaan abaya atau gamis bagi perempuan dan anak perempuan Muslim dilarang sejak tahun lalu.
Baca SelengkapnyaPKS mengirimkan surat resmi ke Duta Besar Swedia di Jakarta sebagai bentuk protes atas aksi pembakaran Kitab Suci Alquran yang belum lama ini terjadi.
Baca SelengkapnyaPekan lalu, suporter bola Israel bikin ricuh di Amsterdam, Belanda.
Baca SelengkapnyaKekacauan yang berlangsung selama tiga malam ini menewaskan sedikitnya 4 orang. Prancis pun menetapkan keadaan darurat di pulau itu.
Baca SelengkapnyaPrancis memasok sebagian besar senjata untuk Israel. Tapi Jenderal ini berani mengembargo Israel.
Baca SelengkapnyaMacron kemarin menyebut media sosial dan video games berperan dalam memperparah kerusuhan di Parncis
Baca SelengkapnyaMantan anggota Jamaah Islamih di wilayah Sumatera Selatan dan narapidana teroris mengucapkan sumpah setia ke NKRI
Baca SelengkapnyaPerundungan, imbuh Ipuk, adalah bagian dari tiga dosa besar pendidikan yang harus dienyahkan.
Baca SelengkapnyaSekolah-sekolah di Prancis menyuruh pulang siswi-siswi muslim karena mereka menolak melepaskan abaya atau pakaian muslimah mereka.
Baca SelengkapnyaMasalah Gerakan Rompi Kuning di Prancis disinggung oleh Gibran Rakabuming Raka saat berdebat dengan Mahfud Md.
Baca SelengkapnyaDeklarasi untuk patuh kepada pemerintah NKRI ini setelah para pendiri dan pimpinan JI sepakat membubarkan diri pada 30 Juni 2024 lalu.
Baca Selengkapnya