Penentuan waktu Idul Fitri bagi masyarakat adat Banokeling didasarkan pada kalender Jawa Alif Rebo Wage (Aboge). Jatuhnya hari raya Idul Fitri, 1 syawal 1440, berselisih sehari dengan penetapan pemerintah pada Rabu (5/6) kemarin.

Dalam perayaan Idul Fitri, masyarakat adat Banokeling mesti membawa makanan dari kediaman masing-masing. Makanan mesti sepikul segendongan, yang dimasukkan dalam dua tenongan (semacam keranjang dari anyaman bambu).

Makanan dalam tenongan nantinya akan saling ditukarkan. Semua warga yang datang berhak mencicipi makanan yang dihidangkan.

Sajian berisi nasi beserta sayur, daging sapi, ayam atau ikan, serta buah.

Sebelum makanan saling ditukarkan dan dicicipi dilakukan pembacaan doa selamatan yang ditandai pembakaran kemenyan.

Seorang warga Banokeling menghantarkan makanan. Ritual 'riyaya' ini hanya melibatkan anak putu di Desa Pekuncen saja. Anak putu di luar kota tidak wajib hadir.

Makanan dalam tenongan mulai dibagikan. Satu keluarga yang diwakili orang tua laki-laki berhak membawa pulang dua tenongan dalam satu pikulan.

Para pemuda warga Banokeling bertugas sebagai pemikul masing-masing keluarga. Mereka berkumpul di halaman Masjid Desa Pekuncen.

Satu anggota keluarga pulang bersama membawa tenongan dari selamatan Idul Fitri.

Selamatan sepikul segendongan menjadi simbol saling berbagi antar warga.