6 Tanda Victim Mentality Menurut Psikologi
Victim mentality adalah pola pikir seseorang yang cenderung menganggap dirinya sebagai korban dari tindakan negatif orang lain.
Victim mentality adalah pola pikir seseorang yang cenderung menganggap dirinya sebagai korban dari tindakan negatif orang lain.
6 Tanda Victim Mentality Menurut Psikologi
Menurut situs Verywell Mind, victim mentality adalah pola pikir seseorang atau kelompok orang yang cenderung menganggap dirinya sebagai korban dari tindakan negatif orang lain.
Situs WebMD menambahkan, Anda memiliki victim mentality jika Anda merasa hal-hal buruk terus menimpa Anda dan tidak bisa mencegahnya.
Lalu, bagaimana cara mengenali seseorang yang memiliki victim mentality?
Berikut adalah penjelasannya menurut situs Healthline.
-
Apa arti dari 'playing victim'? Arti playing victim sendiri adalah merujuk pada perilaku seseorang bertindak sebagai korban pada suatu masalah atau kejadian yang dialaminya.
-
Siapa yang sering melakukan playing victim? Secara tidak langsung, perilaku tersebut termasuk ke dalam sikap kekanak-kanakan yang dilakukan seseorang.
-
Kenapa playing victim merugikan hubungan sosial? Orang yang memiliki sikap playing victim cenderung akan berlaku sering menyalahkan orang lain dan enggan bertanggung jawab. Mereka akan memiliki hubungan interpersonal yang tidak sehat.
-
Apa ciri khas psikopat? Psikopat merupakan gangguan kepribadian yang ditandai oleh pola perilaku yang menyimpang, termasuk kurangnya empati, sifat manipulatif, serta kecenderungan untuk melanggar norma sosial dan hukum.
-
Apa ciri reaksi emosional pada orang dengan trauma? Orang yang mengalami trauma biasanya menunjukkan reaksi emosional yang intens terhadap pengalaman yang terkait dengan trauma tersebut.
-
Siapa yang sering jadi korban pemerasan? Siapa yang selalu jadi korban pemerasan? Sapi perah.
1. Menghindari Tanggung Jawab
Vicki Botnick, seorang terapis pernikahan dan keluarga berlisensi (LMFT) di Tarzana, California mengatakan bahwa salah satu tanda utama victim mentality adalah kurangnya rasa tanggung jawab.
Bentuk-bentuknya antara lain menyalahkan orang lain, mencari pembenaran atas perilakunya sendiri, tidak mau bertanggung jawab, atau merespons sebagian besar rintangan hidup dengan pemikiran "Ini bukan salah saya".
2. Tidak Mau Mencari Solusi Masalah
Tidak semua situasi negatif sepenuhnya tidak dapat dikendalikan, meskipun mungkin terlihat begitu pada awalnya.
Seringkali, ada setidaknya beberapa tindakan kecil yang bisa membawa perbaikan pada situasi yang sedang dihadapi.
Orang-orang yang puya victim mentality mungkin menolah untuk mencari jalan keluar dari situasi mereka.
Mereka mungkin menolak bantuan orang lain dan lebih tertarik untuk mengasihani diri.
3. Merasa Tidak Berdaya
Orang-orang yang merasa menjadi korban seringkali percaya bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengubah situasi mereka.
Mereka tidak suka merasa tertindas dan ingin segala sesuatu berjalan baik. Namun, hidup terus melemparkan situasi-situasi yang—menurut pandangan mereka—tidak bisa mereka atasi atau hindari.
“Penting untuk menyadari perbedaan antara ‘tidak mau’ dan ‘tidak bisa,’” kata Botnick.
Ia menjelaskan bahwa beberapa orang yang punya victim mentality memang membuat pilihan sadar untuk menyalahkan orang lain dan tersinggung tanpa berbuat apa-apa untuk mengatasinya.
4. Berpikiran Negatif tentang Diri Sendiri dan Merusak Diri Sendiri (Self-Sabotage)
Orang-orang yang hidup dengan victim mentality mungkin menyerap pesan-pesan negatif dari tantangan-tantangan hidup yang dihadapi. Akibatnya, mereka jadi punya pemikiran:
- “Semua hal buruk terjadi pada saya.”
- “Saya tidak bisa berbuat apa-apa, jadi buat apa mencoba?”
- “Saya pantas mengalami hal-hal buruk ini.”
- “Tidak ada yang peduli dengan saya.”
5. Rendah Diri
Orang-orang yang melihat diri mereka sebagai korban mungkin bermasalah dengan kepercayaan diri. Hal ini dapat memperburuk victim mentality.
Mereka mungkin berpikir, “Saya tidak cukup pintar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik” atau “Saya tidak cukup berbakat untuk berhasil.”
Pandangan ini dapat menghalangi mereka dari mencoba mengembangkan diri atau mengidentifikasi potensi yang dapat membantu mereka mencapai tujuan hidup.
6. Frustrasi, Marah, dan Dengki
Victim mentality dapat berdampak buruk pada kesejahteraan emosional. Orang-orang dengan pola pikir ini mungkin merasa:
- frustrasi dan marah dengan dunia yang tampaknya menolak mereka
- putus asa atas keadaan mereka yang tidak pernah berubah
- terluka karena yakin orang-orang sekitar tidak peduli
- dengki pada orang-orang yang tampak bahagia dan sukses
Bagaimana Jika Saya Termasuk Orang yang Memiliki Victim Mentality?
Botnick mengatakan, "Merasa terluka dan sakit sesekali adalah indikasi sehat kalau kita menghargai diri kita."
Namun, jika Anda merasa bahwa Anda selalu menjadi korban keadaan, dunia telah memperlakukan Anda tidak adil, atau tidak ada yang salah adalah kesalahan Anda, berbicara dengan terapis dapat membantu Anda untuk mengelola perasaan-perasaan itu.
Jika Anda merasa victim mentality yang Anda miliki berkaitan dengan trauma atau pengalaman kekerasan di masa lalu, Anda disarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional yang terlatih.
Pasalnya, trauma yang tidak ditangani dapat menyuburkan victim mentality dan juga dapat berdampak terhadap:
- depresi
- masalah hubungan
- berbagai gejala fisik dan emosional
Terapis dapat membantu Anda:
- menjelajahi penyebab utama dari victim mentality
- mengembangkan rasa sayang terhadap diri sendiri
- mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan pribadi
- membuat rencana untuk mencapai tujuan
- menjelajahi alasan di balik perasaan tidak berdaya