Idjon Djanbi, Mantan Tentara Belanda yang Menjadi Komandan Pertama Kopassus
Idjon Djanbi, mantan tentara Belanda yang menjadi komandan pertama Kopassus.
Idjon Djanbi, mantan tentara Belanda yang menjadi komandan pertama Kopassus. Pria bernama asli Rokus Bernardus Visser ini memiliki pengalaman dalam Perang Dunia II dan memilih menetap di Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia.
Mantan tentara Belanda ini ditunjuk untuk melatih perwira dan personil pasukan komando pertama dalam sejarah militer Indonesia, serta komandan pertama pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang menjadi cikal bakal Kopassus.Kemampuan Visser di militer tidak perlu diragukan lagi.
Visser adalah seorang prajurit pasukan khusus yang pernah mendapat pelatihan dari komando Inggris. Pada September 1944, ia terlibat dalam pertempuran melawan tentara Jerman bersama kesatuan lintas udara Amerika Serikat dalam Operasi Market Garden.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Visser bergabung dengan Korps Speciale Troepen (KST) dan turut serta dalam Aksi Polisional II di Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Saat berpangkat kapten, Visser memutuskan untuk mengundurkan diri dari militer Belanda.Setelah tinggal di Indonesia, Idjon Djanbi jatuh cinta pada keindahan alam dan gaya hidup masyarakat setempat.
Pada tahun 1947, ia bahkan mengajak istri dan anak-anaknya untuk ikut tinggal di Indonesia. Namun, ketika sang istri menolak, Idjon memutuskan untuk bercerai dan tetap tinggal di Indonesia.
Awalnya Hidup sebagai Petani
Awalnya, Idjon Djanbi memilih pensiun dari dunia militer setelah sebelumnya mengajar di sekolah pasukan terjun payung atau paralayang. Ia memilih tinggal di daerah Lembang, Bandung, dan menjalani kehidupan sebagai petani.
Idjon beradaptasi dengan kehidupan masyarakat setempat dan kemudian menjadi mualaf, mengubah namanya menjadi Mohammad Idjon Djanbi.
“Selama saya bergaul dengan Pak Idjon Djanbi itu, Pak Idjon menikah dengan istri Indonesia-nya. Dia masuk agama Islam, agamanya juga setiap hari Jumat gak ketinggalan,” kenang mantan anak buah Idjon Djanbi, Mayor (Purn) Soedari, dalam dokumenter Melawan Lupa - Idjon Djanbi: Bapak Pasukan Komando.
Pada tahun 1951, seorang perwira dari Markas Besar Angkatan Darat (MBAD), Letda Aloysius Sugianto, mendatangi Idjon Djanbi. Kedatangan Aloysius bertujuan meminta Idjon menjadi pelatih tunggal untuk melatih pasukan komando dalam program Combat Intelligence Course (CIC) kedua di Cilendek, Bogor.
“Pak Aloysius cerita kepada saya, ia sampai menginap dua hari di Lembang hanya untuk membujuk Pak Visser untuk bergabung dengan Siliwangi, pada waktu itu,” ujar Hendi Jo, jurnalis sejarah, dalam dokumenter Melawan Lupa - Idjon Djanbi: Bapak Pasukan Komando.
Meski awalnya sempat menolak, akhirnya Idjon menerima permintaan tersebut dan mengajar selama tiga bulan. Pada 2 November 1951, Kolonel Alexander Evert Kawilarang, yang ingin mewujudkan impian rekannya Letkol Slamet Riyadi untuk membentuk pasukan khusus berkualifikasi komando, menugaskan Letda Aloysius Sugianto untuk kembali menemui Idjon Djanbi dan memintanya melatih para calon perwira guna membentuk pasukan khusus.
Masa Pensiun
Idjon Djanbi menyetujui permintaan ini, dan pada 1 April 1952, ia diangkat menjadi Mayor Infanteri TNI AD.Pada 16 April 1952, pasukan khusus dengan nama Kesatuan Komando Tentara Teritorium III/Siliwangi resmi dibentuk di bawah komando Idjon Djanbi.
Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kopassus. Sosok Idjon Djanbi sebagai komando memiliki citra yang murah senyum dan disiplin yang ketat.
“Murah senyum, yang katanya bodynya kecut (garang, galak) atau apa itu enggak, (dia) disiplin. Bukan siplin mati. Fisik dan mentalnya yang kuat. Pak Idjon kepada siswa (mengatakan) mental yang kuat, fisik yang sehat,” ujar mantan anak buah Idjon Djanbi, Kapten (Purn.) A. Wardi.
Pada 25 Juli 1955, Korps Komando Angkatan Darat (KKAD) berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Setelah perubahan tersebut, komando kepemimpinan pun digantikan. Meskipun sempat ditawari jabatan lain, Idjon Djanbi memilih untuk pensiun dan menjadi kepala perkebunan di Cianjur, Jawa Barat, yang sebelumnya milik perusahaan Belanda yang telah dinasionalisasi.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti