Melihat Sekolah Dewi Sartika, Tempat Pendidikan Perempuan Pertama di Bandung
Merdeka.com - Raden Dewi Sartika atau Dewi Sartika menjadi sosok yang berpengaruh bagi kemajuan pendidikan di tatar parahyangan. Berkat kepeduliannya kepada kaum perempuan, dirinya berhasil mendirikan sekolah khusus bernama Sakola Kautamaan Isteri.
Sakola Kautamaan Isteri menjadi tempat yang nyaman bagi perempuan untuk melepaskan diri dari belenggu patriarki. Di sana, Dewi Sartika melatih perempuan-perempuan Sunda agar lebih mandiri dan berdaya melawan kejamnya sistem penjajahan oleh bangsa Eropa.
Saat ini bangunan sekolah bersejarah itu masih kokoh berdiri, dan berganti nama menjadi SD & SMP Dewi Sartika di Jalan Keutamaan Istri, No. 12, Kelurahan Balong Gede, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat.
-
Mengapa Kartini ingin perempuan berjuang untuk mencapai kemerdekaan? Kami beriktiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri.
-
Mengapa Kartini memperjuangkan hak perempuan? Kartini lahir dalam keluarga bangsawan Jawa yang konservatif. Namun, hal ini tidak menghalangi semangat dan keinginannya untuk memperjuangkan kebebasan dan pendidikan bagi perempuan.
-
Bagaimana Kartini memperjuangkan hak perempuan? Dengan tekad dan pandangan yang kuat, Kartini berjuang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
-
Bagaimana Ratu Sinuhun memperjuangkan kesetaraan perempuan? Dalam undang-undang yang disusun oleh Ratu Sinuhun ini sangatlah tegas dan tertata begitu baik. Hampir seluruh bab undang-undang itu tak jauh dari kehidupan sehari-hari seperti aturan kaum, adat bujang gadis dan kawin, serta lainnya.
-
Bagaimana cara wanita menjadi kuat? Wanita yang kuat mencintai, memaafkan, berjalan pergi, melepaskan, mencoba lagi, dan bertahan… tidak peduli apa yang dilemparkan kehidupan padanya.
-
Apa contoh emansipasi perempuan yang memberikan akses pendidikan? Program akses pendidikan yang bebas dari diskriminasi gender. Ini dapat berupa pemberian beasiswa atau insentif kepada perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi atau mencari peluang pendidikan yang setara.
Berikut sepenggal kisahnya:
Angkat Derajat Perempuan
Dewi Sartika bersama murid Sakola Kautamaan Isteri di tahun 1900 an ©2022 muskitnas.kemdikbud.go.id/Merdeka.com
Mengutip laman Kementerian Pendidikan, Rabu (23/11) Dewi Sartika memiliki misi untuk mengangkat derajat kaum perempuan di daerahnya. Ketika itu, perempuan identik dengan kalangan yang lemah dan selalu dikuasai oleh kaum laki-laki sehingga tidak diberi kesempatan untuk maju.
Hidup di keluarga menak, justru membuka jalan baginya untuk mengangkat kaum perempuan agar setara dengan laki-laki, melalui sejumlah materi yang diajarkan di Sakola Kautamaan Istri.
Materi-materi itu di antaranya, membatik, menyetrika, memasak, menjahit, merenda, mencuci dan menyulam. Keterampilan itu dimaksudkan agar perempuan bisa melayani dirinya sendiri, tanpa harus membebani pihak lain.
Selain dilatih kemampuan sehari-hari, Sakola Kautamaan Isteri juga mengajarkan para perempuan agar bisa setara dengan kaum laki-laki terutama di ranah sosial. Dewi Sartika bersama dua pengajar lainnya, di awal merintis mengupayakan pelatihan kemampuan berbahasa Melayu, ilmu agama, kesehatan hingga kecakapan dalam berbahasa Belanda.
Sempat Resah dengan Lingkungan Keluarga
Alasan Dewi Sartika membuka kelas pendidikan untuk perempuan sebetulnya karena resah dengan lingkungan keluarganya. Saat ia masih 12 tahun, ia melihat ibunya sebagai sosok yang tidak berdaya.
Selain itu, banyak keluarga di sekitarnya yang sudah membentuk anak perempuannya dengan cara dipingit. Hal ini sebagai upaya agar anak perempuan tersebut bisa lebih siap menjadi seorang istri untuk melayani suaminya. Ini yang kemudian membuat kaum perempuan tidak bisa merasakan bangku sekolah.
Pada tahun 1909, sekolah ini kemudian berkembang pesat, dengan bertambahnya pendaftar dari berbagai daerah di Bandung.
Di tahun itu juga, sekolah tersebut berhasil meluluskan murid pertamanya dengan mendapatkan ijazah, melalui kurikulum Sekolah Kelas Dua (Tweede Klasse Inlandsche School) yang diadopsi dari pendidikan milik pemerintah.
Terus Mencerdaskan Warga Bandung dengan Mengadopsi Kurikulum Asli
©2022 dokumentasi Pemkot Bandung/Merdeka.com
Beberapa dekade setelahnya, sekolah ini masih terus eksis melalui nama SD dan SMP Dewi Sartika, dengan tetap menggunakan bangunan bersejarah tersebut. Menariknya, saat ini sekolah tersebut masih mempertahankan kurikulum lawas bagi para perempuan.
Hal ini turut dikonfirmasi Kepala Sekolah SD dan SMP Dewi Sartika, Sri Rostinah. Materi-materi dari kurikulum asli itu yakni memasak, menjahit juga berlatih merangkai kerajinan.
"Tadinya ekskul, sekarang dimasukan menjadi mata pelajaran. Walaupun hanya satu jam ya, mereka diajarkan untuk menjahit, membuat kerajinan. Siswa juga ikut pelajaran tersebut," terang Sri, mengutip laman Pemkot Bandung.
Jumlah siswa yang belajar di SD dan SMP Dewi Sartika saat ini mencapai 142 siswa, dengan 81 di antaranya merupakan murid perempuan. Untuk jumlah siswa SD mencapai 52 orang.
Masih Menggunakan Ruang Peninggalan Masa Lampau
Sri menambahkan, saat ini sekolahnya juga masih menggunakan salah satu ruang kelas peninggalan masa lampau sebagai tempat untuk belajar.
Di ruangan legendaris itu desainnya masih dipertahankan bentuk aslinya, termasuk meja dan kursi untuk para siswa.
Saat memasuki ruang tersebut, nuansa tahun 1900-an begitu terasa. Hal ini didukung juga dengan dipajangnya hiasan foto dengan visual hitam putih saat sekolah tersebut masih berjaya.
"Ini ruangan legenda, mulai dari kursinya kita masih pertahankan yang lama. Kami hanya memugar sedikit saja, sisanya masih sama," beber Sri.
Bangunan Sekolah Dilindungi Undang-Undang
Ruang kelas bersejarah di Sekolah Dewi Sartika Bandung ©2022 dokumentasi Pemkot Bandung/Merdeka.com
Menurut dia, bangunan sekolah tersebut harus dipertahankan dan tidak boleh diubah. Hal ini karena bangunan SD dan SMP Dewi Sartika ini dilindungi undang-undang, melalui Perda Kota Bandung nomor 7 tahun 2018 sebagai peninggalan cagar budaya.
Sekolah ini juga sempat beberapa kali berganti nama, seperti di tahun 1929 berganti menjadi Sakola Raden Dewi, kemudian tahun 1951 namanya menjadi Sekolah Guru Bawah, 10 tahun kemudian diganti lagi menjadi Sekolah Kepandaian Puteri, tahun 1963 menjadi Sekolah Kejuruan Kepandaian Puteri dan setelahnya menjadi Sekolah Dewi Sartika hingga sekarang.
Dirinya berharap agar sekolah tersebut bisa terus bertahan, dan bisa tetap mencerdaskan masyarakat di Kota Bandung tanpa ditelan zaman.
"Mudah-mudahan sekolah ini tetap maju, siswanya semakin banyak serta mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak lainnya. Sekolah ini bersejarah, jadi harus kita lestarikan," tandasnya. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dewi Sartika, sosok emansipasi yang memiliki perjuangan hebat untuk kesetaraan perempuan.
Baca SelengkapnyaHasril Chaniago dalam buku itu juga mengatakan, Rahmah El Yunusiyyah adalah perempuan yang dijuluki Kartini Pendidikan Islam.
Baca SelengkapnyaBangunan SMP N 16 Kota Cirebon saat ini sudah berusia 108 tahun.
Baca SelengkapnyaRaden Adjeng Kartini berjuang untuk memberikan hak-hak yang setara bagi perempuan.
Baca SelengkapnyaPuisi Hari Kartini mencerminkan penghormatan dan apresiasi terhadap dedikasi sosok Kartini.
Baca SelengkapnyaTerinspirasi oleh ketidakadilan yang dialami perempuan pada masa itu, ia aktif dalam dunia pendidikan dan organisasi.
Baca SelengkapnyaIa merupakan salah satu tokoh perempuan yang berjuang di bidang pendidikan, sezaman dengan pahlawan lainnya seperti Rasuna Said hingga Rahma El Yunusiyyah.
Baca SelengkapnyaSejumlah catatan mengungkapkan, saat penyerbuan Belanda, Seksi Wanita turut Wingate Action ke daerah pendudukan Belanda.
Baca SelengkapnyaRohana Kudus adalah sosok pahlawan nasional yang dikenal sebagai wartawan perempuan pertama di Indonesia.
Baca SelengkapnyaNama HR Rasuna Said diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Jakarta Selatan.
Baca SelengkapnyaSosok Raden Adipati Djojoadiningrat mampu meyakinkan Kartini untuk mewujudkan bersama mimpinya membangun kesetaraan bagi kaum perempuan.
Baca SelengkapnyaSosok Rahmah El Yunusiyah, pejuang emansipasi wanita sekaligus pendiri sekolah bagi kaum wanita di Padang Panjang.
Baca Selengkapnya