Pria di Bogor Sukses Sulap Kayu Bekas jadi Rak Estetik, Omzetnya Capai Rp45 Juta Per Bulan
Dari usahanya mengubah kayu bekas, omzet Rp45 juta bisa dikantongi tiap bulan.
Dari usahanya mengubah kayu bekas, omzet Rp45 juta bisa dikantongi tiap bulan.
Pria di Bogor Sukses Sulap Kayu Bekas Jadi Rak Estetik, Omzetnya Capai Rp45 Juta per Bulan
Menyulap limbah kayu bekas menjadi rak estetik membuka pintu rezeki seorang warga Bogor, Jawa Barat. Omzetnya tak main-main. Per bulan, dia bisa mengantongi hingga puluhan juta rupiah. Pria itu adalah Alpin Arapli. Ia menceritakan jika memiliki usaha furniture berbahan kayu bekas. Potongan-potongan tak berharga ini dia olah menjadi produk yang cantik seperti rak buku, meja televisi sampai hiasan dinding. Berkat usaha keras, hasil jadinya sangat maksimal. Bahkan karyanya ini sudah menjangkau pasar sampai ke luar daerah. Alpin menceritakan bagaimana usaha tersebut dirintisnya sejak awal. Berikut kisah selengkapnya.Kumpulkan Kayu Bekas dari Pabrik-Pabrik Sekitar
Sebelum memutuskan fokus di usaha furniture, warga asal Jasinga ini sempat bekerja sebagai pegawai salah satu perusahaan provider yang ada di Indonesia. Seiring berjalannya waktu dia bertemu banyak orang, hingga dia memilih pindah haluan. Alpin mulai bergerak dari pabrik ke pabrik untuk berburu kayu-kayu bekas pakai. Setelah bahan didapat, dia langsung membuatnya menjadi kerajian meja yang estetik. “Sebelumnya saya bekerja di salah satu perusahaan provider, dan seiring waktu berjalan saya banyak bertemu orang-orang hebat yang bergerak di bidang usaha,” katanya mengutip YouTube Liputan6.
Berkembang saat Pandemi Covid-19
Berbeda dari bidang usaha kebanyakan, rak kayu buatannya justru banyak diburu, teutama oleh pecinta tanaman hias. Di masa-masa tersebut orang-orang banyak yang mengoleksi tanaman terutama janda bolong. Menurut Alpin, konsumennya saat itu banyak yang berasal dari pehobi tanaman hias hingga produknya terjual puluhan unit. “Awalnya berani memulai usaha ini saat pandemi Covid-19, saat itu banyak orang-orang yang mengkoleksi tanaman seperti janda bolong, lalu saya pasarkan di marketplace dan laku keras,” kata Alpin.
Kayu Dipilah Sesuai Kriteria
Demi hasil yang bagus, Alpin tidak sembarangan memilih kayu. Dia memilah jenis yang cocok, dan utuh. Setelah kayu sesuai, bahan masuk ke tahap amplas dan dirakit sesuai pesanan. “Pengamplasan ini juga akan mengetes kualitas kayu apakah kuat untuk dijadikan produk atau tidak,” katanya.
Cuaca Jadi Tantangan
Sebagai produk berbahan kayu, rak yang dibuat Alpin akan sensitif terhadap cuaca. Saat musim hujan, produknya harus dijauhkan dari jangkauan air agar kualitasnya tetap bagus. Selain itu, saat terkena cuaca hujan, bahan baku kayu akan lebih mudah lembap sehingga produksinya akan lebih sulit. “Mungkin kesulitannya lebih ke faktor cuaca sih, karena Bogor kan jadi kota hujan ya nah saat kayunya lembap, dia akan sulit untuk diproduksi menjadi produk rak,” terangnya.
Pekerjakan Warga Sekitar
Alpin mengatakan jika usaha yang dia buat tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga harus berguna bagi orang lain. Dari situ, dirinya mempersilahkan warga sekitar untuk bekerja dengannya. Lantas banyak warga yang terbantu secara ekonomi, sehingga kehidupannya jadi lebih baik terutama di masa sulit. “Alhamdulillah, untuk saat ini saya memperkerjakan warga saya, terutama tetangga yang terdekat,” katanya.
Peluang saat Pandemi
Salah satu pegawai, Sukatma mengaku terbantu karena dia bisa kembali mendapatkan pekerjaan setelah terdampak pandemi Covid-19. “Sebelumnya saya bekerja di Jakarta sebagai pedagang keliling, lalu saya hijrah ke kampung saat pandemi Covid-19, alhamdulillah saya bisa ikut bergabung di sini dan ekonomi mencukupi untuk keluarga,” katanya
Dalam satu bulan, usaha furniture tersebut bisa meraup keuntungan sampai Rp45 juta. Untuk harganya bervariasi, tergantung model dan ukuran. Paling murah Alpin jual Rp15 ribu sampai Rp170 ribu.