Mengarungi Pasang Surut Pernikahan Dini Sejoli di Jakarta Utara
Kabid Bimas Kankemenag Jakarta Utara, H. Saprudin, M.A, terungkap sebanyak 49 remaja di Jakarta Utara melangsungkan pernikahan pada usia di bawah 19 tahun.
Mengarungi Pasang Surut Pernikahan Dini Sejoli di Jakarta Utara
Di antara gedung-gedung tinggi yang menyembul ke langit kota Jakarta, kisah pernikahan dini nyatanya masih sering terjadi di tengah megahnya kota Metropolitan.
-
Apa yang terjadi dengan pernikahan di Indonesia? Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah menyaksikan penurunan tajam dalam jumlah pernikahan.
-
Apa yang terjadi di awal pernikahan mereka? Awal-awal pernikahan inilah menjadi tahun yang berat bagi keduanya. Di awal pernikahan ini juga sempat muncul orang ketiga seperti yang diungkap Dewi Gita di podcast Ashanty belum lama ini.
-
Dimana pernikahan tersebut? Acara pernikahan yang diadakan di Bali ini mengusung tema Bollywood.
-
Apa yang terjadi pada pengantin wanita di Palembang? Mempelai wanita yang diketahui bernama Dwi Octaviani meninggal secara tiba-tiba usai ijab kabul.
-
Dimana pernikahan tersebut digelar? Diketahui pernikahan tersebut digelar di Palembang.
-
Dimana pernikahan tersebut berlangsung? Acara pernikahan mereka, yang berlangsung di Qaracosh, dekat kota Mosul, berubah menjadi malapetaka ketika api melalap tempat gedung acara.
Hidup di jalan sempit dan penuh dengan limbah kerang, barangkali sudah menjadi pemandangan biasa bagi warga RT 07 RW 22, Kampung Empang, Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.
Angelina Dwi, satu dari sekian pasangan yang memilih untuk menikah muda, nampak asyik menikmati jajanan kaki lima di pinggir sungai yang terhubung dengan laut dari Pulau Bidadari.
Gadis muda yang seharusnya dihiasi oleh seragam sekolah, berganti menjadi gaun pengantin.
Rambutnya yang diterpa angin laut seolah mencoba memahami arus kehidupan yang membawanya ke pangkuan pernikahan, pada usia yang seharusnya masih mengenyam pendidikan 12 tahun wajib belajar.
Usianya yang masih sangat belia, yakni 15 tahun, nampaknya tak menghalangi Angel untuk menikah.
Kala itu, ia mengaku mendapat ajakan untuk menikah dari seorang pria yang sudah dikenalnya lama melalui media sosial Facebook.
“Awal kenalan dari Facebook, nah itu chatting-an. Emang dari dulu udah tau sama dia (suami), cuma dia nya enggak kenal. Tapi saya tau orangnya," kata Angel saat ditemui di kediamannya, Rabu (29/11).
Merasa ada kecocokan, Angel yang baru saja menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indramayu, menambatkan hatinya dan langsung menerima ajakan menikah dari pria yang dicintainya itu.
Berbekal cinta dan rasa sayang, Angel akhirnya mantap untuk menikah. Namun, rintangan datang kala memohon restu pada orang tuanya.
“Alasan menikahnya ya karena rasa cinta, itu pas usia 15 tahun nikah. Awalnya ga dibolehin nikah, tapi akhirnya boleh," tutur Angel tersipu malu.
Pipinya yang merona seolah menghiasi senyum-senyum kecil di wajah Angel, tatkala mengenang kembali awal mula kisah cintanya.
Cinta yang menggelora dan tekad yang tak tergoyahkan membawa mereka ke pintu gerbang pernikahan. Meski syarat dan administrasi pernikahan usia dini terasa seperti rintangan, bagi Angel, itu hanya sebatas formalitas yang bisa diatasi.
"Mudah aja kok ngurusnya, petugas juga ga gimana-gimana, tapi mesti nembak umur. Harusnya kan usia 20, terus diganti tahun kelahirannya jadi 2003, padahal aku 2005," ucapnya dengan sedikit tawa.
Usai menikah, Angel memilih untuk mengikuti suaminya dengan menetap di Kampung Empang, Jakarta Utara. Kini, menginjak usia 18 tahun, pernikahan mereka pun sudah dikaruniai seorang putra yang berusia satu setengah tahun.
Kala langit masih memeluk kegelapan subuh hari, sang suami yang terpaut lima tahun lebih tua darinya, sudah sibuk bersiap-siap mengajar rezeki di laut sebagai nelayan kerang batik.
Mentari pun melukis warna emas di langit, menandakan teriknya siang, dan menyapa setiap pasang mata yang terbuka. Saat inilah, peluang istirahat menyambut sang suami usai penat bekerja.
Perbedaan pendidikan antara mereka pun tak menjadi penghalang. Suami Angel, dengan pendidikan terakhir hanya sampai SD, dan Angel yang telah menyelesaikan SMP, menunjukkan bahwa cinta mereka tidak terpengaruh oleh sekat-sekat akademis.
Seiring bergantinya hari, keputusan untuk menikah di usia muda sempat disesalinya. Penyesalan itu pernah menari di benaknya. Rasa iri dan hasrat untuk melanjutkan pendidikan menguat sewaktu melihat unggahan teman-temannya di dunia maya. Namun, pandangan itu segera pudar usai melihat sorot mata buah hatinya.
"Pernah, saya pernah ada keinginan sekolah lagi karena ngeliat postingan teman-teman sekolah dulu di Facebook. Tapi pas liat anak, saya udah ikhlas," tuturnya.
Stress dan beban pikiran pun pernah menyergap Angel, terutama ketika sang buah hati menginjak usia enam bulan. Namun, senyuman mungil sang anak menjadi obat yang mampu menyembuhkan semua luka, ia menyadari bahwa perjalanan pernikahan ini memiliki makna yang lebih besar.
“Waktu anak usia enam bulan stress saya, rasanya sempat nyesel nikah, tapi ya gitu ngeliat dia (anak) saya langsung mikir udah, namanya saya udah punya anak ya haha," ceritanya dengan tawa.
Tugasnya mengurus keponakan menjadi lembaran pembuka pembelajaran, dan membentuknya menjadi seorang ibu yang tahu akan arti dari setiap sorot mata kecil yang dipercayakan padanya.
"Saya di kampung kan punya keponakan ada tiga, saya udah biasa ngurus mereka, jadi saat nikah terus punya anak ya udah ga kaget, saya terbiasa ngurus anak," ungkapnya. Dalam aliran kehidupan yang tak pernah berjalan lurus, pasangan ini merasakan pasang surut yang tak terelakkan. Angel mengungkapkan gelombang kehidupan pernah membawanya pada situasi menegangkan, di mana marahnya mertua menyelinap bagai momen yang tak terduga. Rindu kepada orang tua juga menjadi ikatan emosional yang sesekali datang. Setiap detiknya seperti melambat, menjadi berat bagai batu di pundaknya, namun ia terus berusaha bertahan.
“Suka dukanya seperti pasangan lainnya, pernah diomelin mertua, terus uang juga kadang ga nentu, rindu sama ibu di Kampung, stress ngurus anak, ya begitu." tutupnya.
Kendati demikian, Angel selalu bersyukur menjalani keseharian dengan keluarga kecilnya.
Terpisah, berdasarkan rekap terbaru Data Pernikahan Dini Kementerian Agama Jakarta Utara 2023, yang dikonfirmasi langsung oleh Kabid Bimas Kankemenag Jakarta Utara, H. Saprudin, M.A, terungkap sebanyak 49 remaja di Jakarta Utara melangsungkan pernikahan pada usia di bawah 19 tahun.
Kecamatan Cilincing menjadi wilayah pernikahan usia dini tertinggi dengan total 14 remaja, disusul dengan Kecamatan Koja sebanyak 13 remaja, diikuti Kecamatan Tanjung Priok sejumlah 7 remaja, lalu Kecamatan Penjaringan sebesar 6 remaja, dilanjutkan Kecamatan Pademangan 5 remaja, dan yang terakhir Kecamatan Kelapa Gading sebanyak 4 remaja.Sementara itu, sebagaimana dilansir dari Undang-Undang No 16 Tahun 2019 mengenai pernikahan, menegaskan bahwa batas usia minimal untuk melangsungkan pernikahan adalah 19 tahun. Apabila seseorang berusia di bawah batas tersebut, maka diperlukan dispensasi pernikahan yang harus diperoleh melalui proses hukum di Pengadilan Agama.
“Kalau di bawah umur memang harus sidang Isbat dulu di Pengadilan ya," terang Saprudin.