Tolak Wacana Penunjukkan Gubernur Jakarta oleh Presiden, Bamus Betawi: Hak Politik Warga Jangan Dikebiri
Menurutnya, jika nantinya usulan tersebut dilaksanakan akan berpotensi untuk mencederai cita cita reformasi dan bertentangan dengan sistem demokrasi.
jika nantinya usulan tersebut dilaksanakan akan berpotensi untuk mencederai cita-cita reformasi.
Tolak Wacana Penunjukkan Gubernur Jakarta oleh Presiden, Bamus Betawi: Hak Politik Warga Jangan Dikebiri
Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi Riano P Ahmad menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap rencana gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden usai Ibu Kota berpindah ke Nusantara.
Menurutnya, jika nantinya usulan tersebut dilaksanakan akan berpotensi untuk mencederai cita cita reformasi dan bertentangan dengan sistem demokrasi yang sudah berjalan di Indonesia.
“Penunjukkan kepala daerah ditunjuk itu mencederai cita cita reformasi, hak politik warga Jakarta jangan dikebiri,” tegas Riano saat dihubungi merdeka.com, Kamis (7/12).
Lebih lanjut, Riano menuturkan bahwa dengan penunjukkan Gubernur melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berjalan, masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya serta menilai kualitas pemimpin secara transparan.
“Kualitasnya, track record-nya dan apapun itu bisa kita kontrol. Kalau gubernur ditunjuk itukan berdasarkan rasa, rasa presiden,” katanya menjelaskan.
Kendati demikian, penolakan tersebut nyatanya bertolakbelakang dengan Ketua Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 Zainuddin alias Haji Oding, yang malah mengusulkan agar gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden.
Padahal, keduanya telah bersatu di masa kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjadi Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi.
“Ya silakan saja mengusulkan, sekali lagi saya menghormati usulan,” ujar Riano seraya melanjutkan, “Kita menghargai, tapi buat kami Bamus Betawi, kalau gubernur ditunjuk itu kemunduran demokrasi.”
Riano mengungkapkan, keinginan agar putera daerah bisa terwakili dalam pemerintahan masih dapat dicapai dengan cara berkompetisi melalui Pilkada, layaknya Fauzi Bowo yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.
“Kita mempunyai keistimewaan sebagai masyarakat lokal tapi jangan mengabaikan demokrasi yang ada,” pungkasnya.
Bertolakbelakang dengan Badan Masyawarah Suku Betawi 1982
Diberitakan sebelumnya, Ketua Badan Musyawarah Suku Betawi Zainuddin alias Haji Oding mengungkapkan, rencana gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden usai Ibu Kota berpindah ke Nusantara merupakan usulan Ketua Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi.
Haji Oding menjelaskan, usulan tersebut muncul usai dua LSM budaya besar di Jakarta, yaitu Badan Musyawarah (Bamus) Betawi dan Bamus Suku Betawi 1982 bersatu di masa kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
"Kita sudah berembuk di dalam internal majelis adat, ada empat usulan itu. Yang pertama tentang susunan pemerintahan. Kita mengusulkan agar gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden," kata Oding saat dihubungi merdeka.com, Kamis (7/12).
Oding menilai, gubernur yang ditunjuk oleh presiden lebih menguntungkan karena membuat biaya politik yang dibutuhkan kecil dan membuka peluang putra asli Jakarta dipilih oleh Presiden sebagai gubernur.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk memahami keinginannya tersebut agar putera daerah bisa terwakili dalam pemerintahan.
"Kalau gubernur tetap dipilih lewat Pilkada, terus walikota dipilih oleh gubernur, apa bedanya Jakarta sebagai Ibu Kota dengan Jakarta tidak sebagai Ibu Kota? tidak ada bedanya," jelas Oding.
"Mana kekhususannya gitu loh? Khususannya adalah sebagai putra daerah kami meminta untuk privilege politik. Masyarakat yang lain silakan bicara punya hak masing-masing tapi tolong perhatikan Jakarta punya putra daerah sebanyak 28 persen, tolong kita hormati gitu," sambungnya.