Berawal dari Hobi Bertani, Kelompok Ibu-Ibu di Sleman dapat 'Green House' dari BRI
Merdeka.com - Kelompok Wanita Tani (KWT) Mentari resmi berdiri pada 29 Januari 2020. Kelompok itu terbentuk berawal dari kesamaan hobi bercocok tanam para ibu-ibu di Padukuhan Karangploso, Kalurahan Maguwoharjo, Depok, Sleman.
“Awalnya dari 'rasan-rasan'. Karena kita punya kesamaan hobi menanam di pekarangan masing-masing gitu. Waktu itu kami sudah punya rencana gimana kalau kita buat komunitas sendiri,” kata Sri Harnani (57) Ketua KWT Mentari saat ditemui Merdeka.com pada Jumat (16/6).
Untuk mengisi waktu, mereka rajin ikut pelatihan di berbagai tempat. Dari pelatihan-pelatihan itu mereka semakin bersemangat untuk bertani. Apalagi hasil pertanian dapat mereka olah untuk menghasilkan makanan yang sehat.
-
Bagaimana BRI membantu Kelompok Tani Jaya Lestari? Wulan bercerita, awal mula klaster tersebut mengenal BRI yakni pada 2010 saat meminjam Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan terus berangsur meningkat hingga saat ini. Pinjaman tersebut menjadi modal awal yang membuat usahanya semakin berkembang. Wulan juga menuturkan, selama ini BRI hadir dalam rangka pendampingan, atau memantau perkembangan klaster dibarengi dengan penyuluhan informasi produk-produk BRI.
-
Apa yang dilakukan Karang Taruna Bakti Jaya Matahari Terbit? Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-77, kami selaku pemuda – pemudi yang tergabung dalam Karang Taruna Bakti Jaya Matahari Terbit, akan mengadakan acara pentas seni yang akan diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Rabu/17 Agustus 2022Waktu : 08.00 – SelesaiTempat : Lapangan Serbaguna Kelurahan Matahari Terbit
-
Kenapa KWT Srikandi membuat kebun sayur? Pada masa pandemi COVID-19, masyarakat harus berpikir keras bagaimana agar mereka tetap bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari di tengah krisis ekonomi. Hal inilah yang mendorong kelompok wanita tani (KWT) Srikandi untuk membuat kebun sayur sendiri.
-
Siapa yang merintis pekerjaan sebagai petani di Sukomakmur? Walaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani.
-
Bagaimana KWT Srikandi mengelola kebun sayur? Setiap anggota piket bertugas untuk menyirami tanaman, menyiangi, dan melayani pembeli.
-
Siapa yang mengajari warga bercocok tanam di Desa Temboro? Di Desa Temboro, Raden Mas Said mengajari para warga bercocok tanam.
Demi mewujudkan keinginan memiliki kelompok tani sendiri, mereka mengadakan pertemuan. Pada awalnya yang bergabung dalam pertemuan itu ada 10 ibu-ibu.
©Instagram/@kwtmentariSaat itu mereka belum punya lahan untuk bertani. Sebuah gereja di padukuhan tersebut punya lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Pengurus gereja mengizinkan mereka untuk mengelola lahan itu secara cuma-cuma. Lahan kosong itu kemudian dipercantik dengan sebuah kebun kecil yang terdiri dari aneka tanaman sayur mayur. Jenis sayurannya beragam, ada selada, bayam, kangkung, timun Jepang, buncis, dan berbagai jenis lainnya. Begitu panen, mereka bisa langsung menjual hasil dari kebun mereka.
“Lokasinya benar-benar di dekat gereja. Jadi tiap minggu kan di gereja ada kebaktian. Kami bisa jual di situ. Setelah mereka selesai kebaktian baru mereka bisa mampir dan membeli olahan sayur kita,” ungkap Sri Harni.
Tak hanya menjual sayur mayur, di sana mereka juga menjual produk jamu bubuk. Produk itu mereka buat setelah mendapat pelatihan pembuatan jamu bubuk yang pernah mereka ikuti.
“Saat dijual produk kami sudah punya PIRT dan label halal,” lanjut Sri Harni.
Produk jamu inilah yang kemudian menjadi keunikan KWT Mentari. Apalagi tak lama setelah dibentuk, dunia dilanda pandemi COVID-19. Saat itu, Presiden Joko Widodo menyebut jamu dan empon-empon sebagai minuman berkhasiat penguat daya tahan tubuh agar tidak terkena Virus COVID-19. Tak heran produk jamu yang dijual KWT Mentari laku keras waktu itu.
Mereka membuka tempat jualan itu dari pagi sampai malam. Penghasilan yang diperoleh dari berjualan jamu bisa menjadi tambahan penghasilan mereka di tengah krisis ekonomi akibat pandemi.
“Jadi untuk dampak pandemi benar-benar tidak terasa. Karena kami punya penghasilan (dari berjualan jamu),” kata Sri Harnani.
Dapat Hadiah Green House
©Instagram/@kwtmentari
Keberhasilan ibu-ibu KWT Mentari mengatasi badai krisis di masa pandemi menarik perhatian Bank Rakyat Indonesia (BRI). Melalui program Coorporate Social Responsibility (CSR) Srikandi, BRI memberikan hadiah berupa rumah kaca. Di dalam rumah kaca tersebut mereka bercocok tanam secara hidroponik.
Selain itu, mereka juga diminta memberi pelatihan pada KWT lain. Salah satunya adalah komunitas ibu-ibu di Kawasan Wisata Bendhung Lepen, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
“Saat itu Ibu Erick Thohir minta di tempat itu ada ‘hijau-hijau’-nya. Akhirnya kita dipasrahi mendampingi ibu-ibu di sana untuk membuat KWT dan membuat rumah hidroponik,” kata Nining Widodo, salah satu anggota KWT Mentari.
Dalam sebulan, KWT Mentari memperoleh omzet sekitar Rp3-5 juta dari penjualan sayur mayur serta produk jamu mereka. Rini (58), salah satu anggota KWT Mentari, mengakui bahwa omzet itu cukup kecil untuk dibagi ke para anggotanya. Namun baginya, yang paling penting dari itu adalah pemerataan kesejahteraan bagi para anggota.
“Jadi inti dari semua kegiatan yang kami lakukan adalah pemberdayaan. Bagaimana caranya anggota kita sukses. Walau kas kita sedikit, yang penting adalah anggota kita sejahtera. Yang penting lingkungan kita sejahtera. Bahkan dari modal penghasilan yang diperoleh, ada anggota yang membuka katering sendiri,” kata Rini.
©Instagram/@kwtmentari
Tak hanya menyejahterakan ibu-ibu di lingkungan, keberadaan KWT Mentari menarik minat para mahasiswa untuk melakukan studi di kelompok itu. Mereka datang dari berbagai kampus seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa (UST), UPN Veteran, UIN Sunan Kalijaga, hingga Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
Mereka menjadikan KWT Mentari sebagai objek penelitian untuk skripsi.Aditya Ananta Putra, salah satu mahasiswa yang melakukan penelitian di KWT Mentari, mengatakan bahwa ia tertarik meneliti KWT Mentari sebagai penerima program CSR dari BRI. Apalagi CSR itu diberikan dalam rangka memperingati Hari Kartini dan juga untuk mengembangkan kelompok tersebut.
Tak bisa dipungkiri, KWT Mentari benar-benar merasakan manfaat dari program BRI. Apalagi pada Jumat (16/6) lalu, KWT Mentari merupakan satu dari 11 UMKM yang mendapat kesempatan untuk mengikuti bazar yang diadakan di Kantor Wilayah Bank BRI Yogyakarta.
“Dengan adanya acara seperti ini kita dapat kesempatan untuk memasarkan produk, meluaskan pasar, dan belajar dari peserta lainnya. Ini sangat membantu kita, dan bisa membuat kita makin sejahtera,” pungkas Rini. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejak 2022, program ini secara bertahap telah dilaksanakan di delapan belas (18) kota di Indonesia dan telah memberikan dampak bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaTerbentuknya kelompok itu berawal dari para ibu-ibu yang ingin punya kebun sayur sendiri
Baca SelengkapnyaBRI berhasil mendapatkan penghargaan Merdeka Award 2024 untuk Kategori CSR Untuk Negeri yang diselenggarakan oleh Merdeka.com.
Baca SelengkapnyaProgram BRINita telah menjalankan 49 kali pelatihan bagi penerima manfaat, yang terdiri dari pelatihan budidaya hidroponik, perawatan tanaman hias dll.
Baca SelengkapnyaSemangat emak-emak tersebut bisa membantu pemenuhan kebutuhan makanan sehat di tengah harga pangan yang mahal.
Baca SelengkapnyaBukan hanya berperan dalam penghijauan dan pelestarian hutan di sekitar Danau Toba, tetapi juga menyerap tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaBRI memberikan berbagai bantuan fasilitas dan infrastruktur Urban Farming bagi Kelompok Dasawisma Pisang.
Baca SelengkapnyaDi lahan berukuran 10x30 meter di Tuminting Lingkungan IV tersebut, masyarakat membudidayakan tanaman hortikultura.
Baca SelengkapnyaMetode penanaman yang dilakukan cukup variatif, yaitu dengan Hidroponik dan Aquaponik.
Baca SelengkapnyaBRInita (BRI Bertani di Kota) menjadi salah satu program CSR BRI untuk negeri yang berhasil menghantarkan BRI meraih penghargaan Merdeka Awards
Baca SelengkapnyaPerjuangan menjaga alam menjadi jalan berat dipilih Rasman dan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Pabangbon di Desa Malasari.
Baca SelengkapnyaSiapa sangka rumput laut dapat menjadi sebuah bagian dari kisah yang besar bagi Dusun Semaya, Desa Suana, Nusa Penida, Bali sejak tahun 2012.
Baca Selengkapnya