Sempat Merantau ke Jakarta untuk Mengadu Nasib, Ini Kisah Sukses Petani Lereng Sumbing
Walaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani.
Walaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani.
Sempat Merantau ke Jakarta untuk Mengadu Nasib, Ini Kisah Sukses Petani Lereng Sumbing
Negeri Sayur Sukomakmur, begitulah biasanya orang menyebut, merupakan sebuah kawasan pertanian dengan panorama indah di lereng Gunung Sumbing. Di dusun itu, tinggal seorang petani bernama Lihun.
-
Apa yang sukses dari keluarga petani itu? Dalam unggahan tersebut disebutkan orang tua Leo adalah seorang petani yang hidup sederhana. Video itu sudah ditonton hingga lebih dari 2 juta kali dan mendapatkan banyak respons positif dari warganet.'Yang hebat bukan anaknya tapi ortunya,' tulis akun tiktok @_delxxx dalam kolom komentar.'Keren orang tuanya… ,' tulis akun @nuning_callista.
-
Apa yang diraih Desa Sukojati? Desa Sukojati, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, meraih penghargaan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI sebagai Pengelola Keuangan Terbaik.
-
Bagaimana cara petani di Desa Sukobubuk mengekspor petai? Untuk menjaga petai kupas utuh dan tidak rusak atau tergores, petani yang ikut memasok petai kupas diberikan pelatihan cara mengupas agar bisa memenuhi standar kualitas ekspor. Petai kupas yang diterima dari para petani, kemudian dipilah ukuran yang standar. Setelah itu dicuci dan ditiriskan hingga kering, baru masuk proses pengemasan dengan ukuran 100 gram per bungkus, dilanjutkan dengan tahap vakuum dan blasting agar kemasan tetap awet saat dikirim ke Negara Jepang.
-
Kenapa petani di Desa Sukobubuk ekspor petai? Saman yang juga kepala Desa Sukobubuk, akhirnya mendapatkan kesempatan berdialog dengan Menteri KLHK (kala itu Siti Nurbaya), ketika berkunjung ke Purwodadi, Jawa Tengah. Keluh kesah Saman, akhirnya direspons oleh Kementerian KLHK, karena pada tahun 2023 dipertemukan dengan satu perusahaan yang memfasilitasi penjualan petai ke pasar ekspor.
-
Bagaimana Pemkot membantu para petani? Pemerintah melalui PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan), membantu mulai dari media tanam, bibit, pupuk, hingga instalasi hidroponik.
-
Bagaimana Suswono berkontribusi di bidang pertanian? Sebagai Menteri Pertanian, Suswono bertanggung jawab atas kebijakan dan program yang berkaitan dengan sektor pertanian di Indonesia, melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan produksi dan ketahanan pangan nasional.
Saat masih muda, Lihun sempat merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dan pengalaman. Saat itu orang tuanya sebenarnya telah meminta Lihun untuk melanjutkan aktivitas bertani saja. Tapi ia tidak mau. Setelah menikah pada tahun 2014, barulah Lihun tertarik terjun ke dunia pertanian.
“Kalau pas merantau sama kan nggak bisa kumpul sama keluarga. Tapi kalau sekarang di pertanian kan tiap hari, pagi, sore, malam, bisa kumpul bareng keluarga,” kata Lihun, mengutip YouTube Cap Capung.
Berikut selengkapnya:
Walaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani. Ia kemudian belajar dari orang-orang yang lebih tua bagaimana cara bertani dengan baik dan benar.
“Jadi saya tanya-tanya tentang obat, tentang pupuk, dan lain sebagainya harus belajar terus. Jadi kalau hidup di pertanian itu nggak ada yang namanya nggak belajar,” kata Lihun.
Lihun butuh waktu lima tahun untuk belajar di bidang pertanian. Awalnya ia menanam daun bawang, dan sekarang ia menanam kentang. Salah satu tantangan terberat dalam bertani adalah, mereka menyediakan modal yang tinggi untuk masa tanam, namun saat panen, mereka mendapat hasil yang rendah.
“Kalau daerah-daerah lain panen kentang pada saat yang bersamaan otomatis harga kentang jadi murah. Memang takut rugi itu ada. Tapi kita nggak boleh takut. Kalau takut ya kita nggak bisa menanam lagi,” ujarnya.
Lihun mengeluhkan pembelian pupuk yang harus menggunakan kartu tani. Kalau tidak menggunakan kartu itu, petani harus membeli pupuk eceran yang harganya sangat mahal.
Selain itu, kendala berikutnya ada pada harga obat. Menurut Lihun, harga obat yang dijual untuk para petani Desa Sukomakmur terlalu mahal.
Untuk penjualan, di Desa Sukomakmur para petani sudah punya pembelinya sendiri. Mereka tidak bisa menjual langsung hasil panen mereka ke pasar karena kebanyakan memang tidak mampu.
Dalam satu tahun, biasanya para petani Desa Sukomakmur tiga kali panen dengan hasil panen beragam.
“Sekarang kita menanam kentang. Kalau kentang sudah dipanen kita menanamnya daun bawang,” kata Lihun.
Manfaatkan Kawasan Wisata
Lahan tempat Lihun bertani, Negeri Sayur Sukomakmur, kini jadi tempat wisata. Kawasan wisata dikelola warga sekitar. Status Desa Sukomakmur sebagai desa wisata sangat menguntungkan petani di sana.
“Dulu kebanyakan pemuda sini merantau ke Jakarta, ke Jogja, setelah ada wisata ini Alhamdulillah sekarang sudah di rumah semua,” kata Lihun.
Lihun mengatakan, dengan adanya kawasan wisata ini, para petani bisa menambah pendapatan dari penghasilan pengelolaan desa wisata.