Curi Perhatian Berbagai Instansi, Ini Kisah Inspiratif Pemuda Asal Temanggung Kembangkan Pertanian Melon di Lereng Gunung Sindoro
Hendi prihatin banyak para petani tembakau di desanya terlilit utang. Ia pun mengajak mereka untuk mengembangkan pertanian melon
Hendi prihatin banyak para petani tembakau di desanya terlilit utang. Ia pun mengajak mereka untuk mengembangkan pertanian melon
Curi Perhatian Berbagai Instansi, Ini Kisah Inspiratif Pemuda Asal Temanggung Kembangkan Pertanian Melon di Lereng Gunung Sindoro
Pada tahun 2017, Hendi Nur Seto (32) memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai Field Force Kemitraan Petani Tembakau di sebuah perusahaan rokok terkenal. Dia lalu pulang ke kampung halamannya di Desa Bansari, Kabupaten Temanggung, demi memajukan taraf hidup petani di desanya.
-
Siapa petani melon inspiratif ini? Mohammad Asnawi merupakan seorang anggota DPRD Rembang periode 2014-2019. Setelah itu ia mulai merintis hidup sebagai petani melon.
-
Bagaimana cara budidaya melon di Semarang? Dua petani muda di Semarang sukses mengembangkan budidaya tanaman melon dengan sistem 'dutch bucket hidroponik'.
-
Dimana petani melon ini bercocok tanam? Asnawi merupakan warga Desa Kedungtulup, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang. Saat masih menjadi anggota DPRD, Asnawi sebenarnya sudah dekat dengan dunia pertanian.
-
Kenapa budidaya melon ini sukses? Dengan system 'dutch bucket hidroponik', penggunaan air sebagai konsumsi tanaman dapat dihemat. Air nutrisi akan dialirkan dari tandon ke media tanaman secara terus-menerus dalam periode tertentu sehingga sebagian air nutrisi kembali ke tandon.
-
Apa yang membuat melon dari petani ini spesial? Uniknya lagi, tanaman melon di sana dibudidayakan tanpa pengaruh obat insektisida dan pestisida. Sehingga buahnya lebih sehat bila dikonsumsi.
-
Siapa yang menginspirasi petani muda ini? Dyra mengatakan, mereka berjualan petai karena terinspirasi dari orang tua.
Saat itu Hendi prihatin banyak petani tembakau yang hidupnya terlilit hutang. Para petani tembakau itu butuh modal besar untuk menanam tembakau. Namun sering kali hasil panen yang mereka peroleh jauh dari harapkan.
“Makin ke sini makin luar biasa permainannya. Jadi produk tembakau seperti dimonopoli. Kita tahu sendiri harga rokok tinggi, cukainya tinggi, tapi petani di sini menjual tembakau dengan harga rendah,” kata Hendi saat ditemui Merdeka.com di rumahnya pada Jumat (19/4).
Sebelumnya, ia lebih sering berkecimpung di luar desa, mulai dari bekerja sebagai salah seorang karyawan di sebuah pabrik permen di Jakarta, kuliah di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dan terakhir bekerja pada sebuah perusahaan rokok ternama di Temanggung.
Lama merantau, saat pulang ke kampung halamannya banyak warga desa yang tidak mengenalnya.
“Dulu saya jarang berhubungan dengan masyarakat Desa Bansari. Bahkan tetangga banyak yang nggak kenal, kok. Tapi sekarang sudah banyak sekali yang kenal,” ujarnya.
Pada awalnya, Hendi mengajak para petani Desa Bansari mengembangkan pertanian sayur dengan sistem hidroponik. Namun setelah dicoba, ternyata komoditas sayur tidak bisa dikirim untuk jarak jauh dan daya simpannya tidak lama.
Hendi dan para petani di Desa Bansari kemudian mencoba mengembangkan komoditas melon. Tapi dalam memulainya, ia menghadapi berbagai kendala.
“Budaya dan kultur kami bukanlah petani melon. Kami itu petani tembakau sama holtikultura seperti cabai, tomat, bawang merah, dan bawang putih. Jadi kalau mau beralih ke melon itu butuh percobaan. Awalnya kami banyak gagalnya dibandingkan berhasilnya,” kata Hendi.
Hendi mulai mencoba bertani melon pada tahun 2020. Pada awal-awal, melon berhasil tumbuh dan berbuah, namun ternyata hasilnya tidak disukai pasar. Lalu dia coba varietas lain. Setelah berbuah produknya memang disukai pasar, namun ternyata budidayanya susah.
Selain itu, Hendi kuga harus bisa menyesuaikan penggunaan pupuk dan mengatasi masalah hama penyakit.
“Sementara untuk pasarnya sendiri itu jodoh-jodohan. Perusahaan buah memang banyak sekali. Tapi untuk mereka bisa masuk ke sini untuk menjalin kerja sama dan membangun kepercayaan, itu cukup sulit,” terangnya.
Berbagai kegagalan itu membuat masyarakat sekitar semakin memandang sebelah mata apa yang diusahakan Hendi.
Namun Hendi tak ingin menyerah. Setelah mengalami usaha percobaan selama bertahun-tahun, ia berhasil mengembangkan pertanian melon yang bisa dipanen secara berkala.
Dengan jaringan yang sudah ia bangun sebelumnya, Hendi mulai mengajak pihak lain untuk bekerja sama. Dia juga berani menandatangani kontrak dengan perusahaan untuk kerja sama memberi pasokan buah melon sesuai perjanjian kontrak.
Seiring dengan kedatangan Presiden Jokowi ke Desa Bansari pada tahun 2021, pertanian melon dengan teknologi rumah kaca milik Hendi semakin dilirik berbagai kementerian dan instansi pemerintah lainnya.
Pada awalnya, Hendi membangun rumah kaca itu secara mandiri. Setelah berbagai instansi melihat keberhasilan teknologi pertanian itu, mereka ingin ikut berperan dalam membantu mengembangkan pertanian itu.
Kementerian Pertanian misalnya, melalui program Food Estate, mereka ikut menyumbangkan 9 rumah kaca. Dengan anggaran setiap rumah kaca Rp200 juta, pembangunan rumah kaca itu dilakukan di Desa Bansari dan desa-desa penyangga di sekitarnya.
Selain di Desa Bansari, desa lain yang mendapat bantuan rumah kaca itu antara lain Desa Gendingsari, Desa Gunungsari, Desa Mranggen Tengah, dan Desa Mranggen Kidul. Masing-masing dari desa tersebut mendapat bantuan satu rumah kaca.
“Pada awalnya bantuan rumah kaca ini hanya untuk Gapoktan (Gabungan kelompok tani-red) Rahayu Makmur Desa Bansari. Tapi setelah dirundingkan dengan berbagai pihak alangkah lebih baik untuk dilibatkan,” kata Hendi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak mau kalah. Mereka menyumbangkan perangkat Internet of things (IoT) pada tiap rumah kaca. Dengan adanya perangkat ini, Hendi dan petani melon lainnya bisa memantau kondisi tanaman serta kondisi iklim di sekitar secara “real time”.
“Teknologi ini bisa mengatur banyak hal di dalam rumah kaca, seperti ph air, suhu udara, dan kelembaban. Perangkat ini bisa disambungkan lewat handphone. Jadi lewat handphone kita bisa mengatur berapa ph airnya, berapa suhu di dalam ruangan, kepekatan nutrisi, intensitas cahaya, pupuk, dan lain sebagainya,”
terangnya sembari menjelaskan secara detail fungsi panel-panel pada perangkat tersebut.
Pertanian melon di dalam rumah kaca yang dikelola Hendi dan para petani lain bisa tiga kali panen dalam setahun.
Satu rumah kaca biasanya bisa menghasilkan satu ton melon dengan total harga Rp25 juta. Bila semua proses berjalan lancar, periode yang dibutuhkan dari masa tanam hingga panen adalah 80 hari.
“Kendala dalam bertani melon ini adalah hama penyakit seperti kutu-kutuan. Kalau perawatannya ekstra biasanya aman. Tapi waktu awal-awal merintis banyak gagalnya, karena masih banyak percobaan,” ujar Hendi.
Raih Banyak Penghargaan
Pada tahun 2021 lalu, Hendi diangkat menjadi ketua Gapoktan Rahayu Makmur, sebuah gabungan kelompok tani di seluruh Desa Bansari. Selama menjalankan unit usaha pertanian, telah banyak penghargaan yang diperoleh Hendi baik sifatnya individu maupun kelompok.
Salah satu penghargaan yang pernah ia peroleh secara individu adalah penghargaan petani berprestasi tingkat nasional.
Selain itu, ia juga turut berperan besar atas keberhasilan Desa Bansari menjadi juara satu dalam kompetisi Anugerah Desa BRILian yang diadakan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tahun 2023 lalu.
Atas keberhasilan ini, BRI sendiri telah turut membantu pembangunan kantor Gapoktan Rahayu Makmur yang berada di tengah-tengah kawasan rumah kaca pertanian melon yang ia kelola. Biasanya kantor itu digunakan untuk tempat pertemuan kelompok tani serta tempat menerima kunjungan tamu-tamu penting.
“BRI memberi uang Rp50 juta untuk pembangunan kantor ini. Tapi kita habisnya hampir Rp100 juta. Kita mau memaksimalkan, nggak mau ala kadarnya. Kalau harus ‘nomboki’ ya kami siap ‘nombok’,” kata Hendi dengan nada optimis.
Di kantor itulah berbagai piala penghargaan yang pernah ia raih disusun dan dipajang dengan rapi pada rak-rak yang telah tersedia. Di sana pula berbagai foto kenang-kenangan terkait rumah kaca itu ia pajang.
Foto-foto itu menjadi bukti bahwa model pertanian melon yang ia kembangkan telah mendapat perhatian dan kunjungan dari banyak pihak, mulai dari kepala daerah seperti Bupati Majene dan Bupati Sigli hingga tokoh publik seperti Raffi Ahmad dan Najwa Shihab.
Dengan model pertanian yang ia kembangkan sampai saat ini, Hendi berharap para petani di daerahnya bisa hidup sejahtera dan bebas dari hutang. Ia pun berharap perhatian lebih dari pemerintah terhadap nasib petani di seluruh Indonesia.
“Petani di Indonesia itu sebenarnya nggak usah disubsidi pupuk, kasih saja subsidi di harga jual. Misalnya saja cabe, kasih harga terkecil di antara Rp20-25 ribu saja. Tapi kenyataannya harga bisa naik turun drastis. Sekarang sudah di angka Rp12 ribu per kilogram, pernah naik hingga Rp70 ribu per kilogram. Kalau harga lagi tinggi selama ini pemerintah langsung gerak cepat untuk impor. Tapi kalau harganya rendah, pemerintah hanya membiarkan kami saja,”
Pungkas Hendi mengutarakan isi pikirannya mengenai kondisi petani secara umum di Indonesia.