Berjuang dari Nol hingga Berhasil Menarik Pelanggan Mancanegara, Ini Kisah Hanenda Wujudkan Mimpi Sustainable Fashion dengan Dukungan BRI
Mengusung konsep sustainable fashion, Hanenda UMKM binaan BRI terus berkembang dan menembus pasar luar negeri.

Hanenda, UMKM asal Sleman binaan BRI, telah menempuh perjalanan panjang dalam membangun bisnisnya. Berdiri sejak 2020, usaha ini dirintis oleh dua sepupu, Meyna Cinta Ratulian (22) dan Suryanita Candra Ayuningtyas (24), sebagai founder dan co-founder. Awalnya, Hanenda berfokus pada pakaian muslim, namun seiring waktu, mereka beralih ke wastra Nusantara dan sustainable fashion.
Perjalanan Hanenda tidak selalu mulus. Cinta dan Ayun harus mengelola bisnis dari dua kota berbeda—Yogyakarta dan Boyolali—yang menjadi tantangan tersendiri. Pandemi COVID-19 sempat membuat usaha mereka vakum, tetapi justru menjadi momen refleksi untuk merancang konsep bisnis yang lebih matang.
"Tahun 2021 kita sempat vakum karena pandemi COVID-19. Saat itu, kami masih kuliah, dan aku juga baru menjadi mahasiswa pada 2020. Lalu, di tahun 2022, dosenku mengajak untuk ikut study banding ke IPB sekaligus pameran. Setelah itu, aku diminta mendaftar ke Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) dan Alhamdulillah berhasil mendapatkan dana hibah dari pemerintah," ujar Cinta saat ditemui merdeka.com pada Sabtu (2/3/2025).
Tahun 2022 menjadi titik balik bagi Hanenda. Cinta mendapat kesempatan mengikuti study banding ke IPB sekaligus berpartisipasi dalam pameran. Pengalaman itu mendorongnya untuk mendaftarkan Hanenda ke Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW). Usahanya membuahkan hasil, Hanenda berhasil mendapatkan dana hibah dan terpilih sebagai salah satu dari 100 Young Entrepreneurs dalam program P2MW, mewakili UPN “Veteran” Yogyakarta di Indonesia Student Entrepreneur Camp (ISEC) 2023 di Jakarta.
“Dalam program ini, Hanenda berkesempatan mengikuti pameran nasional di Bali. Berkat program ini, Hanenda bisa menambah anggota tim yang berasal dari rekan semasa kuliah dan berfokus pada marketing Hanenda, yaitu Lana Habibi.” ujar Cinta.
Sejak mengikuti ekspo di Surabaya, Hanenda mulai menarik perhatian pasar. Batik yang mereka tawarkan mendapat respons positif, bahkan banyak pelanggan melakukan repeat order. Dari situlah, Hanenda semakin yakin untuk beralih ke wastra Nusantara, membawa misi mempopulerkan kain tradisional dengan konsep yang lebih berkelanjutan.
Merajut Mimpi Sustainable Fashion

Setelah menemukan arah yang lebih jelas, Hanenda mulai lebih serius dalam mengembangkan produknya. Proses eksplorasi bahan berlangsung cukup lama, dengan berbagai percobaan dalam mengombinasikan batik dan lurik. Mereka ingin menciptakan pakaian yang tidak hanya memiliki nilai estetika tinggi, tetapi juga fungsional dan berkelanjutan.
"Kami ingin menciptakan pakaian yang tahan lama sekaligus ramah lingkungan. Selain itu, kami memastikan tenaga kerja mendapatkan upah yang layak. Dalam sustainable fashion, kami menerapkan sistem keberlanjutan dari hulu hingga hilir. Hal ini dilakukan agar tidak merusak lingkungan serta memastikan kesejahteraan tenaga kerja." jelas Cinta.
Hanenda memahami bahwa industri fashion sering kali mengeksploitasi pekerja dengan upah murah, terutama dalam produksi massal. "Dalam produksi massal, biasanya satu model pakaian dengan jumlah 1000 pcs memiliki upah tenaga kerja yang sangat rendah. Bahkan, ada yang hanya mendapatkan Rp70 ribu tanpa lembur." ungkapnya.
Pengalaman Ayun sebagai mantan pekerja di industri garmen memberikan perspektif penting bagi Hanenda dalam menerapkan praktik bisnis yang lebih adil.
"Dulu, Ayun yang merupakan co-founder pernah bekerja di industri garmen di Ungaran. Ia benar-benar memahami seperti apa industri garmen. Meskipun kami adalah UMKM, kami berkomitmen untuk memperlakukan pekerja dengan adil dan manusiawi." tambah Cinta.
Tantangan dalam Sustainable Fashion
Membangun bisnis fashion berkelanjutan bukanlah hal yang mudah, terutama di industri yang masih menekan harga serendah mungkin. Sebagai brand yang mengusung konsep sustainable fashion, Hanenda menghadapi berbagai tantangan, mulai dari biaya produksi yang tinggi hingga keterbatasan sumber daya.
Selain itu, mereka juga harus bersaing dengan batik printing yang lebih murah dan mudah diproduksi. Berbeda dengan batik printing, Hanenda berkomitmen untuk memproduksi kain batik secara lebih etis dan bertanggung jawab, bekerja sama dengan perajin di Bantul, terutama di area Kasongan dan Bayat.
Tantangan lainnya datang dari kebiasaan konsumen yang masih terbiasa dengan harga murah, padahal proses produksi pakaian berkelanjutan membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Produksi kain sendiri pun tak mudah karena pengrajin menetapkan minimal order 50 hingga 100 meter dengan harga yang tidak murah.
“Banyak orang yang bersinggungan dengan harga murah, jadi seringkali kalau lagi pameran, mereka nawar harga. Padahal kita itu selain menjual produk, juga menjual value. Kita mengerjakannya enggak sendiri, ada banyak tangan yang terlibat,” ujar Cinta.
Meski dihadapkan dengan berbagai hambatan, Hanenda tetap mempertahankan komitmennya untuk menghadirkan fashion yang tidak hanya estetis, tetapi juga ramah lingkungan dan manusiawi.
Kendati peminat sustainable fashion di Indonesia masih terbatas, Hanenda melihat adanya perkembangan positif dan terus berupaya memperkenalkan konsep ini ke pasar yang lebih luas.
Rumah BUMN BRI Yogyakarta Pertemukan UMKM dengan Pelanggan
Untuk memperkuat langkah bisnisnya, Hanenda mulai mencari peluang yang bisa membantu mereka berkembang, salah satunya dengan bergabung Rumah BUMN BRI Yogyakarta sejak 2023. Di tahun yang sama, Hanenda mengikuti kurasi BRIncubator batch pertama di Yogyakarta dan lolos sebagai 25 besar. Cinta mengungkapkan bahwa bergabung dengan BRIncubator memberi mereka wawasan yang sangat penting, terutama dalam aspek legalitas eperti NIB, SIINAS, dan lain-lain.
Selain itu, pendampingan dari Rumah BUMN BRI Yogyakarta juga membantu Hanenda dalam mengembangkan strategi bisnis, memperluas jaringan, serta memahami pasar yang lebih luas.Salah satu pengalaman yang paling berkesan bagi Cinta adalah pelatihan ekspor yang mereka dapatkan selama mengikuti BRIncubator. Pelatihan ini membuka wawasan baru dan memotivasi Hanenda untuk mulai merancang strategi menembus pasar internasional.
"Kalau di aku sih, pelatihan ekspor menurutku sangat menarik karena pengen ke arah sana juga," tambahnya.
Menjadi UMKM binaan BRI, Hanenda juga mendapatkan kesempatan untuk memajang produk mereka di BRI x Couvee, ruang display strategis yang berada di Jl. Sagan Timur No.123, Terban, Gondokusuman, Yogyakarta.
Mengingat Hanenda sebagai brand yang merintis dari nol harus ekstra dalam mengenalkan produknya ke pasar yang lebih luas. Keberadaan store ini pun memberikan dampak besar dalam meningkatkan eksposur merek Hanenda dan membuat produk mereka lebih dikenal oleh calon pelanggan. Galeri RuBy menjadi salah satu jembatan penting dalam proses ini, terutama karena lokasinya yang strategis bersebelahan dengan Couvée, sehingga menarik lebih banyak pelanggan potensial.
"Kita itu startnya from zero banget, merintisnya dan menyebarluaskan tentang Hanenda itu PR banget supaya orang-orang tahu dan aware produk kita, melirik produk kita yang sustain. Dan tempat RuBy itu kan strategis ya, jadi satu sama Couvée. Banyak customer kita yang tahu juga dari sana," katanya.
Rumah BUMN BRI Yogyakarta Membantu Pemasaran UMKM hingga Dilirik Pelanggan Mancanegara
Salah satu pencapaian yang membanggakan adalah ketika produk mereka berhasil menarik perhatian pelanggan dari Korea. Dimana pelanggan awal menemukan produk tersebut melalui display di RuBy.
"Pelanggan dari Korea awalnya melihat produk kita di galeri RuBy, terus datang ke sini. Sampai sekarang masih kontak-kontakan. Ketika ia datang ke sini tuh senang banget, bisa lihat langsung prosesnya," cerita Cinta.
Selain Korea, Hanenda juga berhasil menarik perhatian pelanggan dari Australia, Jepang, dan Taiwan. Beberapa di antara mereka bahkan menemukan Hanenda melalui Instagram dan LinkedIn.
"Kalau pelanggan dari Jepang, dia menemukan Hanenda lewat LinkedIn, lalu mengajak bertemu. LinkedIn-ku juga sudah aku optimalkan dengan memasukkan Hanenda ke kategori sustainable fashion," ujar Cinta.
Bagi Hanenda, interaksi dengan pelanggan bukan sekadar transaksi jual beli, tetapi juga momen berharga untuk bertukar cerita dan mendapatkan umpan balik yang membangun.
“Suatu kebahagiaan saat pelanggan memberikan masukan yang membangun, membantu kami mengembangkan produk ke arah yang lebih baik. Bahkan, ada yang udah lama mengamati kita, terus pas akhirnya bisa ketemu langsung, mereka cerita kalau dari dulu pengen banget ketemu” ungkap Ayun.
Selain menyediakan ruang display, RuBy juga berperan dalam membantu pemasaran produk Hanenda. Tidak hanya sekadar memajang koleksi mereka, RuBy turut mendukung promosi melalui pembuatan konten yang menarik. Bagi Cinta, hal ini sangat membantu dalam meningkatkan daya tarik produk mereka di mata pelanggan.
"RuBy tidak hanya membantu display produk, tapi juga mendukung pemasaran dengan pembuatan konten. Itu sangat membantu kami," ungkapnya.
Dengan adanya dukungan ini, Hanenda bisa menjangkau lebih banyak calon pembeli, baik yang datang langsung ke lokasi maupun yang mengenal produk mereka melalui media digital.
Lebih dari Sekedar Pakaian, Hanenda Memiliki Filosofi dalam Setiap Koleksi

Hanenda membidik pasar kelas menengah ke atas, khususnya pelanggan berusia 26 hingga 45 tahun. Brand ini menawarkan berbagai produk sustainable fashion dengan harga yang kompetitif. Rentang harga produknya dimulai dari Rp75.000 untuk obi belt, Rp200.000 - Rp250.000 untuk slendang dengan pewarna alami, serta Rp200.000 - Rp500.000 untuk produk ready-to-wear.
Beberapa koleksi unggulan Hanenda yang paling diminati meliputi Koleksi Lembah Manah, sleeveless yang menjadi best seller, serta produk berbahan batik dan lurik. Selain itu, Hanenda memiliki identitas khas berupa trademark gambar burung Penglor, satwa yang dilindungi di Sleman. Keunikan Hanenda juga terletak pada fokusnya terhadap natural fabrics, natural dyes, dan bahan daur ulang kolaborasi program daur ulang textile waste antara EcoTouch X Hanenda sejak 2024.
Sebagai upaya untuk meminimalisir dead stock, Hanenda juga menerapkan sistem produksi by request atau pre-order. "Kita fokusnya by request untuk meminimalisir dead stock juga. Jadi PO. Kebanyakan customer kita menerima karena mereka udah senang duluan," ungkap Cinta.
Bagi Hanenda, pelanggan bukan sekadar pembeli, tetapi bagian dari perjalanan mereka. Setiap produk yang dibuat memiliki cerita dan nilai di baliknya, sehingga menciptakan keterikatan yang lebih dalam antara pelanggan dan brand.
"Biasanya yang membeli produk kita, bukan sekadar membeli produk, tapi juga memberi value. Mereka tahu ceritanya seperti apa dan tertarik," kata Cinta.
Seperti pada koleksi terbaru Hanenda yang rilis pada 17 Maret 2025 yaitu Koleksi Bumi. Sama dengan koleksi Hanenda lainnya, koleksi ini juga memiliki filosofi dan makna yang kuat.
Melansir dari akun Instagram @hanenda.idn, motif dalam Koleksi Bumi 2025 terinspirasi dari tiga konsep utama yang sarat makna. Konsep pertama berasal dari paribahasa Jawa "Adigang, Adigung, Adiguna", yang ditulis menggunakan sandi morse sebagai simbol kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan. Konsep kedua menghadirkan bunga Poppy, yang melambangkan semangat perjuangan rakyat Palestina sekaligus menjadi bunga nasional negara tersebut.
Sementara itu, konsep ketiga terinspirasi dari bunga Melati Mbah Ndut, nenek kami yang selalu merawat kebun kecil di samping rumahnya dengan penuh cinta. Ketekunannya dalam merawat tanaman menjadi pengingat bahwa setiap ciptaan Tuhan memiliki makna dan harus dijaga dengan sepenuh hati.
"Mbah Ndut adalah nenek kami yang selalu menghiasi kebun di samping rumahnya dengan bunga dan tanaman hias. Ketekunannya memberikan makna berharga dalam merawat makhluk ciptaan Tuhan," ungkap Hanenda dalam unggahan Instagram resminya.
Tak lupa motif burung Punglor dari Sleman dan Truntum khas Hanenda. Setiap motif yang terukir bukan sekadar hiasan, tetapi juga doa, harapan, dan dukungan yang mengalir tanpa batas, bagi pemakainya, para pengrajin, dan alam semesta.
Lebih dari sekadar koleksi fashion, Koleksi Bumi juga membawa misi kepedulian. Untuk setiap produk yang terjual, sebesar Rp15.000 dari keuntungan Hanenda.idn akan didonasikan untuk Palestina. Koleksi ini bersifat terbatas dan hanya bisa diperoleh di Maret hingga Juni 2025.
Saat ini, rumah produksi Hanenda berlokasi di Jl. Prawiro Sudiyono, Jongke Tengah, Sendangadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55285. Selain di Galeri Rumah BUMN Yogyakarta, produk Hanenda dapat dijumpai di Galeri Pasar Kotagede YIA, Galeri Dekranasda Sleman, Galeri UMK Abipraya Jakarta.
Langkah ke Depan Hanenda
Nama Hanenda berasal dari bahasa Jawa yang berarti "pantang menyerah". Filosofi ini menjadi semangat bagi Hanenda untuk terus bertahan di tengah tantangan,
"Hanenda, itu dari Bahasa Jawa yaitu orang yang pantang menyerah. Pelafalannya sebenernya pake Bahasa Jawa Hanendo, tapi kita pakai Bahasa Indonesia" ujarnya
Untuk ke depannya, Hanenda berharap dapat terus berkolaborasi dengan pengrajin wastra lokal serta semakin memperluas pasar sustainable fashion di Indonesia.
"Kita ada keinginan untuk kolaborasi sama pengrajin, bukan sama fashion designer. Sama perajin yang udah punya konsep di wastra alami gitu."
Dalam upaya memperluas jangkauan pasar, Hanenda telah mencoba mengikuti program BRI UMKM EXPO(RT), namun hingga kini belum berhasil lolos seleksi.
“Kita pengen ikut BRI UMKM EXPO(RT), tapi belum lolos. Dulu sempat ikut Brilianpreneur, sudah lolos kurasi dan bahkan sempat kirim produk ke Jakarta, tapi belum berhasil. Mungkin karena waktu itu masih awal, secara product positioning belum begitu kuat,” ungkap Cinta.
Meski begitu, ia tetap mengapresiasi peran Rumah BUMN BRI Yogyakarta dalam membuka peluang bagi UMKM untuk berkembang, terutama melalui acara-acara besar yang mempertemukan mereka dengan calon buyer potensial.
“Salut sih sama acara BRI UMKM EXPO(RT) karena bisa mendatangkan buyer langsung. Kalau bisa, Rumah BUMN BRI lebih sering mengadakan acara expo seperti ini, pasti akan sangat membantu. Business matching penting banget karena bisa mempertemukan kami langsung dengan pelanggan. Rasanya beda kalau produk cuma dilihat di Instagram dibandingkan kalau mereka bisa melihat dan memegangnya langsung,” jelasnya.
Dengan filosofi pantang menyerah yang melekat pada namanya, Hanenda terus berusaha memperkuat eksistensinya di industri sustainable fashion Indonesia. Setiap tantangan yang datang dijadikan pelajaran untuk terus berkembang dan menghadirkan produk yang tidak hanya bernilai estetika, tetapi juga membawa makna dan keberlanjutan.
Peran Rumah BUMN BRI Yogyakarta dalam Ekspansi UMKM
Rumah BUMN BRI Yogyakarta bukan sekadar tempat bagi UMKM untuk berkembang, tetapi juga menjadi wadah yang memberikan dukungan penuh bagi para pelaku usaha tanpa mengambil keuntungan dari mereka. Salah satu inisiatif yang dijalankan adalah store yang berada di bawah naungan Rumah BUMN BRI Yogyakarta, yang berfungsi sebagai ruang display bagi produk-produk UMKM terpilih.
"Store yang di bawah sebagai salah satu wadah sih. Kita non-profit ya. Kita sama sekali enggak ambil untung dari sana. Jadinya harganya murni dari mereka, kita enggak ada mark up harga. Bener-bener full mereka yang nentuin," ujar Bagas, Koordinator Rumah BUMN BRI Yogyakarta.
Meski memberikan ruang bagi UMKM, produk yang masuk ke store tetap melalui proses kurasi yang ketat. Hal ini dilakukan untuk memastikan keberagaman dan kualitas produk yang ditampilkan. Selain itu, setiap tiga bulan sekali, produk yang dipajang akan diganti dengan produk baru agar memberikan kesempatan bagi lebih banyak UMKM.
"Store itu ada proses kurasinya, kita juga mempertimbangkan banyaknya barang. Kita itu ganti per tiga bulan. Misalnya periode sekarang Februari-Mei, nanti Juli ganti barang. Kita prosesnya kurasi dari internal kita, tapi komitmen kita kalau bisa semuanya diambil. Cuman ada juga barang yang enggak bisa ditaruh di sana, seperti senjata tajam dan lainnya," jelas Bagas.
Rumah BUMN BRI Yogyakarta juga berperan dalam memperkenalkan UMKM ke pasar yang lebih luas, termasuk ke pelanggan internasional. Beberapa tamu dari luar negeri yang berkunjung ke store menunjukkan ketertarikan mereka terhadap produk UMKM lokal. Selain itu, pelanggan yang datang ke Couvee maupun nasabah BRI juga kerap membeli produk-produk yang ditampilkan di store.
"Tamu dari luar negeri yang berkunjung ke sini juga sering membeli produk UMKM. Misal ada pelanggan yang suka fashion, baik dari Couvee maupun nasabah BRI, mereka juga tertarik dan kadang membeli. Kalau mereka suka, biasanya langsung minta kontak UMKM-nya. Harapannya, store ini bisa jadi ajang pengenalan untuk UMKM yang ada di RuBy" ujar Bagas.
Bagas berharap, ke depan UMKM yang tergabung dalam Rumah BUMN BRI Yogyakarta bisa terus berkembang dan mendapatkan peluang yang lebih luas, baik dari sisi pemasaran maupun pengembangan bisnis.
"Harapan saya, UMKM bisa berkembang lebih baik lagi dan Rumah BUMN BRI Yogyakarta jadi wadah yang tepat untuk mengembangkan usahanya," pungkasnya.