Dosen UGM Kembangkan Metode Ember Tumpuk untuk Kelola Sampah Organik, Begini Cara Kerjanya
Dosen UGM mengolah sampah sisa makanan menjadi pupuk. Teknologi dan alat yang digunakan pun sangat sederhana.
Bagi sebagian orang, sisa bekas makanan merupakan sampah yang harus dibuang secepatnya karena jika dibiarkan terlalu lama akan membusuk dan menimbulkan bau tak sedap. Namun bagi Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nasih Widya Yuwono, sampah sisa makanan merupakan limbah yang bisa diolah kembali.
Sudah sejak lama ia mengembangkan inovasi pengolahan sampah sisa makanan lewat metode ember tumpuk. Ia melakukan penelitian terkait ember tumpuk sudah sejak tahun 2000. Pada tahun 2018, untuk pertama kali inovasi ember tumpuk ini muncul di siaran TVRI.
-
Apa yang dibuat mahasiswa UGM dari sampah plastik? Dalam pemberdayaan itu, mereka menciptakan inovasi berupa produk meja dan kursi yang terbuat dari sampah plastik.
-
Empek-Empek dibuat dengan cara apa? Daging ikan yang digiling lembut dicampur tepung kanji atau tepung sagu, serta komposisi beberapa bahan lain seperti telur, bawang putih yang dihaluskan, penyedap rasa, dan garam.
-
Bagaimana Desa Kemudo kelola limbah? 'Kami mencoba melihat potensi yang ada di Desa Kemudo, yakni dengan adanya limbah kering dari industri,' kata Kepala Desa Kemudo, Hermawan Kristanto, kepada Merdeka.com baru-baru ini.
-
Bagaimana sampah diolah di omah sampah plumpang? Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ini mengolah sampah organik dan non-organik menjadi sesuatu yang bernilai rupiah. Sampah organik diolah menjadi pupuk organik dan maggot BSF. Pembuatan pupuk cair dilakukan dengan cara menyimpan sisa makanan dan dedaunan selama dua minggu. Hasil fermentasi sampah organik itu digunakan sebagai pupuk cair.
-
Bagaimana mengolah limbah organik jadi pupuk? Menjadi pupuk kompos dengan cara mencampurkan limbah organik basah dengan tanah dan menambahkan mikroorganisme pengurai.
-
Kenapa tapai ember khas Kuningan? Wadah penjualan yang khas untuk tapai Kuningan adalah ember plastik yang dipakai untuk menjualnya. Tak ayal, makanan ini pun dikenal dengan nama Tapai Ember.
Lalu bagaimana cara kerja alat ini? berikut selengkapnya:
Cara Membuat Ember Tumpuk
Seperti diketahui, ember tumpuk merupakan alat pemrosesan pupuk untuk menanggulangi bau tak sedap dari sampah organik. Sisa dari sampah tersebut kemudian dapat menghasilkan pupuk yang dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah.
Nasih menjelaskan, ember tumpuk dibuat dengan menyatukan dua ember yang disusun secara bertumpuk. Kemudian ember yang berada di atas digunakan untuk menampung sampah organik dengan lubang saringan. Setelah melewati lubang saringan, sampah organik akan menyisakan cairan dari hasil pembusukan dan akan ditampung pada ember di bawahnya.
Cara Kerja Ember Tumpuk
Nasih menjelaskan, ember tumpuk ini bekerja dengan memanfaatkan gaya gravitasi di mana hasil pembusukan sisa makanan atau buah berupa cairan di ember atas akan turun ke ember di bawahnya. Selain digunakan untuk mengelola sampah agar tidak berbau dan menghasilkan pupuk cairan atau lindi, sisa sampah organik yang berada di ember atas dapat dimanfaatkan untuk beternak maggot. Keberadaan maggot dapat mempercepat proses pengomposan sampah organik.
“Maggot itu perutnya banyak, mikroba banyak enzim. Jadi kayak cacing. Kan banyak kandungannya yang di dalamnya dapat membantu penguraian,” kata Nasih dikutip dari Ugm.ac.id.
Pengembangan Ember Tumpuk
Nasih mengatakan bahwa dalam pengembangannya, ia dan tim peneliti sempat menghadapi berbagai kendala. Sebelum menggunakan ember tumpuk, ia sempat menggunakan tong berukuran besar. Namun karena harganya yang mahal dan ukurannya yang besar maka metode ini pada akhirnya ditinggalkan.
Nasih mengatakan bahwa inovasi ember tumpuk ini dapat dikembangkan menjadi skala yang lebih besar seperti menggunakan reaktor besar atau bak. Ia pun berharap metode pengolahan sampah ini bisa populer di tengah masyarakat, sehingga akan lebih banyak orang yang mengembangkan teknologi ini.
“Fungsinya kan sebetulnya biar semua orang itu mengenal namanya sampah. Bisa mengolah, kan murah. Kalau semakin banyak orang yang terlibat, maka semakin baik,” kata Nasih.