Gaya Fun Football di Jogja, Ketika Beragam Kalangan Main Bareng Tak Pandang Usia
Mereka tidak mengincar kemenangan. Yang mereka incar hanyalah kebahagiaan dan kepuasan bermain sepak bola.
Walaupun sudah berusia empat puluh enam tahun, Pamor “Morgan” Herbantolo tetap rutin mengikuti Fun Football hampir setiap minggu. Pria asal Sleman yang sehari-hari menekuni usaha percetakan itu tak bisa lepas dari hobi bermain sepak bola yang telah ia lakoni sejak kecil.
Saat ditemui Merdeka.com di Concat Soccertainment pada Senin (7/10), pria berbadan tambun itu bermain di posisi penjaga gawang. Beberapa tembakan yang mengarah ke gawangnya berhasil ia halau, namun ada pula yang bersarang di gawangnya. Penampilan necisnya dengan kacamata dan rambut panjang dikucir terlihat mirip dengan sosok gelandang jangkar Belanda, Edgar Davids.
-
Siapa yang jago main bola? Si Farrel Legolas Rompies, anak sulung yang berusia 17 tahun, ternyata jago banget main bola. Bahkan, dia mau banget pakai kacamata khusus buat main bola. Keren banget!
-
Siapa yang bisa diajak olahraga bareng? Jangan lupa juga untuk melibatkan seluruh keluarga, sehingga olahraga di rumah menjadi momen berharga bersama.
-
Siapa yang ikut turnamen sepak bola? Keanu dan teman-temannya di tim ACS Jakarta FC akan mengikuti turnamen sepak bola di Singapura.
-
Siapa klub tertua di Indonesia? PSM Makassar Jawara Liga 1 musim lalu ini merupakan klub tertua di Indonesia.
-
Apa jenis olahraganya? Tim boccia Indonesia berhasil meraih kemenangan penuh dalam pertandingan perdana mereka di Paralimpiade Paris 2024 yang berlangsung di South Paris Arena 1 pada hari Kamis (29/8/2024).
-
Apa tujuan bola di sutet? Bola-bola itu ternyata punya tujuan. Bukan berfungsi untuk kelistrikan semata. Lalu, untuk apa? Mengutip Reader Digest & Mental Floss, Selasa (16/1), bola tersebut disebut bola penanda visibilitas atau bola penanda.
Pamor merupakan salah satu pendiri komunitas fun football Imaji FC. Komunitas itu terbentuk pada bulan September 2005. Saat itu Imaji FC hanya beranggotakan para mahasiswa jurusan sastra Inggris Universitas Gadjah Mada (UGM). Pada awal dibentuknya, nama “Imaji” merupakan akronim dari “Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris”.
Setelah lulus, Pamor tetap aktif di Imaji FC. Para anggota Imaji yang sebelumnya hanya berasal dari para mahasiswa Sastra Inggris UGM kemudian boleh mengajak teman dari luar. Akhirnya Imaji FC menjadi komunitas fun football terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung.
“Jadi sekarang ‘Imaji’ sudah tidak ada singkatannya lagi karena anggotanya sudah meluas. Konsep kami hanya mencari teman untuk bermain bola bareng. Siapapun diterima, yang penting dia se-frekuensi dengan kami,” ujar Pamor.
Untuk membuat komunitas ini lebih seru bagi para anggotanya, mereka membuat turnamen mini soccer yang diadakan secara berkala. Turnamen itu berbentuk liga yang terdiri dari 4-5 tim. Setiap tim saling bertemu dua kali. Di akhir kompetisi, akan ada pemberian penghargaan bagi juara. Ada pula penghargaan individu untuk top skor, kiper terbaik, dan pemain terbaik.
“Turnamen ini cuma ajang gengsi-gengsian. Nggak ada uangnya. Kalau yang juara bisa sombong, bisa ngejek, tapi dengan koridor yang terbatas. Jadi asyiknya di situ. Karena kalau nggak ada turnamen menurut saya membosankan. Nggak ada sesuatu yang dikejar, kurang adrenalin,” ungkapnya.
Tak Incar Menang, Cuma Cari Senang
Setiap komunitas fun football punya ciri khasnya masing-masing. Tapi kebanyakan dari mereka punya tujuan sederhana, yaitu mengumpulkan orang untuk bermain sepak bola. Mereka tidak mengincar kemenangan. Yang mereka incar hanyalah kebahagiaan dan kepuasan bermain sepak bola.
Hal inilah yang melatarbelakangi didirikannya Satwa United FC, komunitas fun football lainnya yang berada di Jogja. Komunitas ini baru berdiri pada tahun 2020 lalu. Para anggotanya berasal dari beragam latar belakang profesi mulai dari karyawan hotel, pengusaha, pekerja lepas, dan lain-lain. Nama “Satwa United” sendiri lahir secara spontan dari para anggota yang membentuknya.
“Jadi awalnya kita kumpulkan teman-teman pekerjaan, teman-teman alumni satu kampus, terus spontan kita kasih nama Satwa. Kita pakai nama ‘united’ biar populer, seperti klub-klub Liga Inggris,” kata Yugo Setiawan (36), salah satu pendiri Satwa United FC.
Sebagai sebuah komunitas, Satwa United FC tidak punya susunan pengurus maupun aturan yang mengikat bagi para anggotanya. Setiap anggota bisa datang dan pergi dan terbuka bagi siapapun. Pertandingannya sendiri hampir rutin digelar setiap minggu.
“Jadi terkadang kita pergantian pemain setiap minggunya bisa 80-90 persen. Para anggotanya terkadang berkurang, tapi setiap anggota yang pergi selalu diganti oleh anggota lain yang baru,” ujarnya.
Yugo menjelaskan, komunitasnya memasang slogan “fantasi football”. Artinya, setiap bertanding melawan tim lain, Satwa United FC tidak pernah mengincar kemenangan. Asal bisa bermain bola dan mendapatkan foto, para anggota tim sudah merasa senang.
“Komunitas kami hanya sekedar hiburan, mengumpulkan, dan menambah relasi. Kalau soal hasil akhir sebanyak 75 persen pertandingan yang kami lakoni berakhir dengan kekalahan. Tapi kami tidak mempedulikan hasil akhir atau gol, yang penting main saja,” imbuh Yugo saat ditemui Merdeka.com di Lapangan Ahmad Zaini, Kalurahan Sidoagung, Godean, Sleman, pada Sabtu (21/9).
“Ora Urunan Ora Bal-Balan”
Istilah “Fun Football” sendiri mengacu pada pertandingan sepak bola amatir yang tujuannya lebih kepada mencari kesenangan alih-alih memenangkan pertandingan.
Pada dasarnya, pertandingan Fun Football sama seperti pertandingan sepak bola pada umumnya di mana satu tim terdiri dari sebelas pemain dan satu pertandingan dimainkan dalam dua babak. Namun bedanya setiap babak waktunya bisa berbeda-beda tergantung kesepakatan tim yang bertanding.
Selain itu, perangkat pertandingannya hanya terdiri dari satu wasit. Berbeda dari pertandingan sepak bola resmi yang minimal terdiri dari tiga perangkat pertandingan dengan rincian satu wasit dan dua hakim garis. Setiap tim biasanya menyewa seorang fotografer di mana sang fotografer harus mengambil foto setiap pemain yang bertanding.
Kemunculan komunitas Fun Football begitu menjamur di kota-kota besar, tak terkecuali di Yogyakarta. Merdeka.com sendiri tak memiliki data pasti berapa jumlah komunitas Fun Football di Yogyakarta. Jumlahnya disebut meningkat pesat saat masa pandemi COVID-19 bersamaan dengan meningkatnya tren kegiatan olahraga demi menjaga imun tubuh agar kebal terhadap Virus Corona.
Komunitas fun football beragam jenisnya, mulai dari komunitas yang lahir karena kesamaan profesi, lahir karena kesamaan klub sepak bola yang disukai, dan banyak pula yang terbentuk dengan mengumpulkan orang dari berbagai latar belakang.
Untuk bisa bermain Fun Football, mereka harus menyewa lapangan yang harganya cukup variatif. Lapangan Pakembinangun di Kapanewon Pakem, Sleman, misalnya. Tarif sewa lapangan itu sekitar Rp2,5 juta sekali main. Satu tim biasanya menyewa satu fotografer dengan harga Rp350 ribu. Sedangkan satu perangkat wasit dikenakan tarif sewa Rp200 ribu. Sehingga total dalam satu pertandingan anggaran yang dikeluarkan sekitar Rp3 juta lebih.
Biasanya anggaran sejumlah itu murni diambil dari iuran anggota. Setiap orang ditarik iuran sebesar 55-100 ribu sekali main. Besar kecilnya iuran tergantung total anggaran yang harus dikeluarkan untuk menggelar satu pertandingan. Semakin bagus kualitas lapangannya, iuran yang harus dikeluarkan pun semakin banyak.
“Kalau tagline di komunitas kami itu ‘ora urunan ora bal-balan’ (tidak iuran, tidak main sepak bola). Kalau iurannya sendiri per pertandingan. Kalau nggak ada yang iuran, ya kita nggak main,” kata Sandi Permana (32), salah seorang anggota komunitas Fun Football Satwa United.
Sebelum hari pertandingan, pengurus komunitas akan mengumpulkan terlebih dahulu orang-orang yang ikut bermain. Setiap komunitas biasanya punya Whatsapp grup di mana pengurus bisa mempublikasikan terlebih dahulu agenda pertandingan jauh-jauh hari sebelumnya. Cara ini salah satunya dilakukan oleh komunitas Fun Football Gudeg FC.
“Kami punya Whatsapp grup yang anggotanya lebih dari 200 orang. Mereka yang mau ikut tinggal list saja di sana. Nanti kalau kurang orang bisa unggah pamflet acara di Instagram Story biar yang dari luar grup bisa gabung,” kata Ditya Bayu (35), salah satu pengurus Gudeg FC.
Ambisi Wujudkan Imajinasi Tergila
Ditya mengatakan pengurus Gudeg FC ada lima orang. Siapa yang punya waktu luang nantinya akan mengurus persiapan sebelum pertandingan di antaranya posting medsos, booking lapangan, hingga mencari lawan tanding.
Ia menambahkan, pengurus Gudeg FC juga bertugas untuk mengelola keuangan. Selain mengelola iuran dari anggota untuk menyewa lapangan, mereka juga bertugas mengelola dana sponsor yang masuk. Biasanya sponsor itu berasal dari relasi-relasi terdekat. Terkadang relasi itu bisa berasal dari salah satu anggota komunitas yang ingin mempromosikan produknya.
“Sponsor itu datang untuk membuat jersey tahunan. Terserah mau patok berapa, ada yang Rp1 juta, Rp2 juta, sampai Rp5 juta. Kita cantumkan di jersey sesuai jumlah nominal yang diberikan. Atau juga bisa kami pasang di akun Instagram kami,” terang Ditya.
Walaupun butuh pengorbanan waktu, bagi Pamor, mengurus komunitas Fun Football justru menjadi suatu hal yang ia sukai. Ia mengakui, komunitas Imaji FC menjadi tempat baginya untuk menampilkan diri sebagai seorang manajer tim sepak bola di tengah kesibukannya mencari nafkah untuk keluarga.
“Sebenarnya mainnya itu kayak bonus aja. Tapi hobi mengurus komunitas sepak bola ini yang saya sukai. Kita kayak berimajinasi ikut liga seperti pemain luar, kita pakai seragam yang bagus, ngatur-ngatur tim, syukur kalau besok bisa bangun lapangan sepak bola sendiri. Hal itu selalu ada dalam imajinasi tergila saya,” pungkas Pamor.