Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mampir ke Desa Wisata Kiringan Bantul, 130 Warganya Jualan Jamu

Mampir ke Desa Wisata Kiringan Bantul, 130 Warganya Jualan Jamu Desa Wisata Jamu Kiringan Bantul. ©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Pernahkah terbersit di benak anda ratusan penjual jamu tumplek blek di sebuah dusun saja? Bisa dibayangkan, suasana pasti hiruk pikuk oleh ibu-ibu penjual jamu yang lalu lalang menjual dagangannya.

Begitulah yang terjadi di Dusun Kiringan, Jetis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Setiap pagi, ratusan ibu-ibu keluar rumah dan menyebar ke berbagai lokasi di Yogyakarta untuk menjajakan jamunya. Rata-rata mereka menggunakan sepeda motor, tapi ada juga yang memakai sepeda onthel.

"Kita keliling setiap pagi ke mana-mana. Kita beriring-iringan seperti burung beterbangan, ada yang pakai sepeda motor. Ada juga yang pakai sepeda onthel," kata Ketua Kelompok Jamu Seruni Putih, Murjiyati saat ditemui wartawan di Kantor Kepala Dusun Kiringan, Jumat (09/06).

desa wisata jamu kiringan bantul©2023 Merdeka.com

Murjiyati mengatakan, dari 132 warga Kiringan yang jualan jamu, yang aktif setiap hari jualan jamu sekitar 90 orang. Sisanya kadang jual dan kadang tidak, atau jualan jika ada pesanan.

Dari jualan jamu, wanita paruh baya tersebut bisa mengantongi omzet lumayan besar. Setiap harinya dia mengantongi pendapatan sebesar Rp700.000. Angka tersebut hanya untuk jamu kemasan botol dan jamu yang dimunum langsung oleh pembeli pakai batok kelapa. Tidak termasuk jamu instan. Setiap botol dijual bervariasi, mulai Rp8.000-Rp 15.000.

"Pemasukan kotor sehari Rp700.000. Bersih sekitar Rp300.000 karena di rumah ada yang membantu, kita bayar juga," imbuh Murjiyati.

Jenis jamu yang dijual bermacam-macam. Mulai dari beras kencur, kunir asem, secang, dan masih banyak lagi. Tak kurang dari 10 jenis jamu yang dijual oleh warga Dusun Kiringan.

Warisan Turun Temurun

Warga Kiringan mulai menjual jamu sekitar tahun 1950-an. Resepnya diwarisi secara turun-temurun.

"Resep jamu kita dapatkan secara turun temurun mulai tahun 1950-an. Kalau kita tahun 90-an baru mulai, dan jual sampai sekarang," kata Kepala Dusun Kiringan, Jetis, Sudiyatmi di Kantor Kepala Dusun.

Bahan baku tidak semua didapatkan di Dusun Kiringan. Menurut Sudiyatmi, sebagian besar bahan baku didapatan dari daerah lain, karena ketersediaan bahan baku di Dusun Kiringan tidak mencukupi.

Sudiyatmi tidak khawatir akan keberlangsungan usaha jamu di kampungnya, lantaran antusiasme masyarakat sekitar terutama anak muda sangat tinggi terhadap jamu.

"Misalnya kalau ibunya sudah sepuh, dia jualan mengajak anaknya mengantarkan dagangan jamu ke para pelanggan sembari memperkenalkan anaknya."

desa wisata jamu kiringan bantul

©2023 Merdeka.com

"Ini loh anaknya yang nanti gantiin aku. Kalau ibunya sudah usia 60 tahun ke atas gantian anaknya yang jualan. Misal 1 minggu ibunya jualan 4 kali, anaknya 3 kali," cerita Sudiyatmi.

Kekhawatiran akan keberlanjutan usaha jamu di Dusun Kiringan sempat dirasakan Sudiyatmi. Namun kekhawatiran tersebut hilang saat pejabat setempat terus melakukan pembinaan dengan mengadakan berbagai pelatihan.

"Pada tahun 2021 lalu diadakan pelatihan kepada anak-anak muda dari Dinas Koperasi dan Pemda Bantul. Pelatihan dilakukan berpindah-pindah, 20-30 kepala keluarga dilakukan pelatihan secara bergiliran."

"Diajari mulai proses pemasaran, packaging, foto-foto produk hingga Google Business," imbuh wanita paruh baya ini.

Masih Sekolah Sudah Jualan Jamu

Murjiyati bercerita, anak semata wayangnya dari usia sekolah pun sudah ikut jualan jamu mengikuti jejak orang tuanya. Dia menjajakan jamu bikinan ibunya ke teman-teman sekolah."Anak saya sejak SMP juga jualan jamu," kata Murjiyati.Meski saat ini sudah bekerja sebagai perawat, lanjut Murjiyati, putrinya masih ikut terlibat dalam usaha pembuatan jamu merek 'Rizki Barokah' miliknya. "Dulu pas masih kuliah jadi reseller. Sekarang sudah kerja jadi perawat dan anak satu masih ikut membantu," katanya.Murjiyati mengaku sedih jika ingat masa lalu saat anaknya ikut membantunya jualan jamu. Tapi kesedihan itu saat ini justru menjadi cerita bahagia."Dulu anak saya sempat diwawancarai dari Jakarta, masih sekolah jualan jamu buat membantu orang tua," cerita Murdiyati mengenang masa lalu.

Dapat Bantuan Alat Usaha, Modal serta Pelatihan dari BRI

Murjiyati menambahkan, Dusun Kiringan maupun warga selama ini banyak mendapatkan bantuan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pernah Dusun Kiringan mendapatkan bantuan senilai Rp20 juta untuk peralatan pembuatan jamu/ menggiling bahan baku."Kita pernah dikasih uang Rp20 juta dari BRI Kanwil. Uang tersebut kami belikan blender 9 buah. Masing-masing RT 1 blender. Kalau ada hajatan buat marut kelapa juga bisa. Jadi Rp20 juta itu untuk kita semua. BRI betul-betul sangat bermanfaat bagi kami," katanya.Tak cuma membantu uang, BRI juga memprakarsai terbentuknya gapura sebagai pintu masuk ke Desa Wisata Jamu Dusun Kiringan."Kita difasilitasi gapura gratis. Kalau minta ke DPRD nggak dikasih. Tidak ada dana untuk bikin gapura katanya," imbuhnya.

desa wisata jamu kiringan bantul

©2023 Merdeka.com

Para penjual jamu di Dusun Kiringan sebagian besar juga mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI. Bahkan, Murjiyati bercerita, kalau ditotal, dirinya pernah meminjam lebih dari Rp500 juta kepada BRI."Kami rata-rata pinjam Rp50 juta sampai Rp100 juta. Satu hari bisa cair, tapi yang nilainya hijau (bagus) ya. Kalau yang nilainya merah saya nggak tahu," ujarnya.Selain bantuan modal dan alat usaha, BRI juga membantu warga Dusun Kiringan dalam bentuk berbagai pelatihan. Mulai dari pelatihan packaging hingga digital marketing."Ada pelatihan pemasaran dari BRI, pelatihan packaging, bantuan membuat dapur, dll. Rata-rata di sini kita juga bisa jualan online, dibantu anak-anaknya," kata Sudiyatmi."Terimakasih BRI. Sekarang pun kita juga bisa pinjam sampai Rp100 juta tanpa jaminan," tutup Sudiyatmi. (mdk/paw)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal Tradisi Gerobagan, Pawai Meriah dengan Gerobak Tiap Syawalan ala Masyarakat Desa di Kebumen
Mengenal Tradisi Gerobagan, Pawai Meriah dengan Gerobak Tiap Syawalan ala Masyarakat Desa di Kebumen

Tradisi itu juga bisa menjadi potensi wisata karena banyak menyedot perhatian warga.

Baca Selengkapnya
Jauh dari Gadget, Begini Keseruan Anak-anak di Kampung Pasir Gudang Cianjur Isi Waktu Luang
Jauh dari Gadget, Begini Keseruan Anak-anak di Kampung Pasir Gudang Cianjur Isi Waktu Luang

Anak-anak di Kampung Pasir Gudang tidak bermain gadget saat mengisi waktu luang, melainkan mencari belut di sawah.

Baca Selengkapnya
Meriah tapi Sakral, Begini Potret Warga Banyuwangi Gelar Kenduri Massal di Sepanjang Jalan Kampung
Meriah tapi Sakral, Begini Potret Warga Banyuwangi Gelar Kenduri Massal di Sepanjang Jalan Kampung

Tradisi ini dilakukan turun-temurun karena dianggap membawa keberkahan

Baca Selengkapnya
Kisah Murjiyati Bergerak Bersama Ibu-ibu Kiringan, Lestarikan Jamu Seruni Putih yang Melegenda
Kisah Murjiyati Bergerak Bersama Ibu-ibu Kiringan, Lestarikan Jamu Seruni Putih yang Melegenda

Murjiyati terus bergerak bersama ibu-ibu penjual jamu di Kiringan untuk mengangkat potensi desa wisata jamu

Baca Selengkapnya