Kisah Murjiyati Bergerak Bersama Ibu-ibu Kiringan, Lestarikan Jamu Seruni Putih yang Melegenda
Murjiyati terus bergerak bersama ibu-ibu penjual jamu di Kiringan untuk mengangkat potensi desa wisata jamu
Murjiyati terus bergerak bersama ibu-ibu penjual jamu di Kiringan untuk mengangkat potensi desa wisata jamu
Kisah Murjiyati Bergerak Bersama Ibu-ibu Kiringan, Lestarikan Jamu Seruni Putih yang Melegenda
Aroma khas rimpang semerbak menyapa di rumah produksi jamu Seruni Putih, Padukuhan Kiringan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul (10/3). Sore itu salah satu peraciknya, Murjiyati (55) tengah sibuk membuat jamu tradisional untuk dijajakan esok hari. Ia dibantu sang suami yang mensortir dan mencuci rempah sebelum dijadikan bahan campuran jamu.
-
Kenapa jamu Kiringan terkenal? Dahulu, jamu Kiringan terkenal dengan jamu perasnya yang dibuat oleh penjual gendong. Mereka berkeliling dari satu kampung ke kampung lain.
-
Dimana letak sentra jamu Kiringan? Gapura besar bertuliskan Desa Wisata Jamu Kiringan BRI, menjadi penanda masuk menuju sentra produksi minuman herbal yang kesohor dari Padukuhan Kiringan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul.
-
Apa peran Arumi Bachsin di Jawa Timur? Sebagai Ketua TP PKK Jawa Timur, Arumi aktif turun ke lapangan memastikan program-programnya berjalan dengan baik dan memberi dampak positif di masyarakat.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
-
Bagaimana jamu Kiringan bertahan? Dengan adanya inovasi yang berbeda, produk jamu khas Padukuhan Kiringan ini menolak untuk punah.
-
Mengapa Ibu Mardini menjadi perajin gula semut? 'Nggak ada penghasilan sehari-hari lain. Cuma itu yang ada di Kampung Semen ini. Uangnya buat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anak,' kata Ibu Mardini dikutip dari kanal YouTube Pecah Telur.
Agar merata, tangan kanannya telaten mengaduk dua panci besar berisi pahitan dan sari jahe yang tengah disiapkan. Murjiyati ingin kualitas jamunya tidak berubah.
Di sela-sela aktivitasnya, Murjiyati sempat bercerita tentang upayanya merangkul ibu-ibu di sana agar jamu di desanya bisa terangkat.
Ini sebagai cara mereka untuk mewujudkan desa wisata jamu di Kiringan agar lebih dikenal masyarakat.
“Di sini memang banyak yang menjual jamu warisan leluhur simbah-simbahnya dari tahun 1950-an, dan ada sekitar 132 anggota yang tergabung ke dalam kelompok Seruni Putih,” katanya kepada Merdeka.
Memajukan Kelompok Seruni Putih
Seruni Putih di sini memiliki fungsi untuk mewadahi para penjual jamu yang aktif di Kiringan.
Murjiyati saat ini menjadi ketua di paguyuban dan berupaya bergerak bersama ibu-ibu setempat, untuk memperjuangkan produk jamu khas kampung mereka sehingga bisa naik kelas.
Dirinya teringat ketika sebelum Seruni Putih terbentuk pada 23 Maret 2007. Kala itu banyak penjual jamu setempat yang bergerak sendiri-sendiri dan belum mendapat pasar potensial. Secara kualitas, produknya pun masih berupa perasan dan belum dikemas secara rapi seperti sekarang.
“Sebelum itu lek dodol yo sendiri-sendiri, belum pada pakai merek. Baru setelah adanya Seruni Putih ini pada pakai merek di kepengurusan saya,” terang perempuan yang menjabat sebagai ketua kelompok sejak 2013 silam ini.
Mulanya kelompok ini terbentuk atas arahan dari pemerintah setempat. Mereka melihat jika di Kiringan banyak yang menjual jamu, sehingga perlu dibentuk sebuah wadah agar lebih tertata.
Murjiyati yang berstatus sebagai ketua kelompok kemudian dilibatkan dalam berbagai pelatihan, mulai dari perizinan, pengemasan sampai sertifikasi halal.
“Karena saya pengennya jamu-jamunya punya merek, ndak sekedar jamu-jamu peres biasa,” tambahnya
Rangkul Penjual Jamu di Kiringan Berinovasi
Besarnya kesempatan terangkat melalui Seruni Putih benar-benar dimanfaatkan oleh Murjiyati. Ia mengajak perempuan-perempuan Kiringan yang menjual jamu dan mengedukasi terkait branding produk beserta inovasinya.
Salah satu yang pernah diperjuangkan adalah soal varian jamu instan serbuk. Jamu ini dibuat dengan cara mengeringkan racikan rempah dan gula, untuk kemudian dikemas ke dalam botol 100 gram.
“Setelah ada Seruni Putih ini pada berinovasi dan mempunyai nama masing-masing. Woh nek iki seko Kiringan, akhire do tuku(Wah kalau ini dari Kiringan, akhirnya pada beli). Jadi perubahannya banyak terasa bagi penjual jamu di Seruni Putih,” terangnya.
Sebagai ketua, Murjiyati juga mengarahkan kunjungan edukasi jamu ke kelompoknya. Tak jarang pelajar dan mahasiswa datang berkelompok. Agar industri wisata jamu tetap bergeliat, ia akan membagi kunjungan ke rumah produksi lainnya. Sebelumnya, para tamu akan diterima di rumah kepala dusun setempat.
“Kunjungannya sendiri paketan, sudah ada welcome drink, bisa buat jamunya atau melihat saja,” katanya lagi
Tak muluk-muluk, perempuan-perempuan penjaga warisan nenek moyang ini ingin produk jamu di kampungnya bisa terus bertahan. Terlebih saat ini bantuan dari BRI sudah masuk, sebagai penyumbang modal.
“ BRI kemarin membantu untuk Gapura selamat datang di Kiringan, lalu ada juga mesin parut kelapa, genset yang ini murni dikasih CSR,” kata Murjiyati
Mimpi Kelompok Seruni Putih
Ia juga berharap agar perempuan-perempuan penjual jamu di Kiringan bisa terus mandiri dan turut memajukan desa wisata jamu.
Ungkapan senada juga disampaikan Kepala BRI Cabang Bantul, Tumbur Simanjuntak. Ditemui di kantornya, Selasa (19/3), dirinya sangat mengapresiasi langkah para perempuan penggerak usaha jamu Kiringan yang sudah bertahan selama puluhan tahun itu.
“Kami dari BRI siap untuk membantu program-program pemerintah, terutama yang kaitannya dengan UMKM melalui social value. Dan kami ingin mengangkat UMKM-UMKM tersebut agar bisa naik kelas,” jelas Tumbur.