Perjalanan Astuti Rintis Bisnis Tas Rajut Asbag Indonesia, dari Hobi jadi Ladang Rezeki hingga Tembus Pasar Internasional
Astuti membagikan cerita awal mula menekuni bisnis rajut.

Astuti, pemilik bisnis tas rajut Asbag Indonesia tak menyangka jika hobi yang Ia tekuni saat muda menjadi ladang rezeki. Kualitas produk yang dihasilkan tangan gesitnya dengan benang dan jarum rajut tak perlu diragukan lagi.
Ditemui Merdeka.com di rumahnya daerah Jangli Tlawah, Karanganyar Gunung, Candisari, Kota Semarang pada 12 Februari lalu, Astuti membagikan cerita awal mula menekuni bisnis rajut. Menurut penuturannya, perempuan 63 tahun itu gemar merajut sejak muda.
Hobi merajut tersebut makin diasah saat melihat salah seorang wali murid di tempat anaknya sekolah lihai merajut menggunakan media jaring atau net. "Waktu antar anak sekolah ketemu wali murid yang belajar rajut di Jepang. Dia ngerajut pake net. Dari situ saya minta untuk diajari." ungkap Astuti mengenang awal mulai belajar rajut menggunakan net.

Mendapat Pesanan Pertama 35 Tas Rajut
Dari proses belajar tersebut, Ia berhasil menghasilkan sebuah tas rajut cantik warna hitam. Tas tersebut kemudian dibawa oleh adik iparnya yang bekerja di Dinas Pendidikan. Sepulang sang adik dari kantor, Astuti mendapat kabar jika rekan-rekan kantor adek iparnya memesan 35 buah tas rajut
"Akhirnya dari hasil belajar jadi satu (tas rajut) warna item, lalu dibawa adik ipar yang kerja di Dinas Pendidikan, pulang-pulang diinfo ‘mbak ada yang pesen 35 buat Dharma Wanita', aku ngewel mbak, ndredeg aku lari ke tacik yang ngajari, terus aku ditepok pundakku 'wis iki mengko bakal dadi (udah ini nanti bakal jadi usahamu)'” ungkap Astuti.
Mengetahui mendapat pesanan tas rajut hingga puluhan pcs untuk pertama kali membuat Astuti terkejut dan merasa kewalahan. Ia akhirnya meminta bantuan kepada wali murid yang mengajarinya merajut tas untuk menyelesaikan pesanan. Dari situlah, bisnis tas rajut karya Astuti dimulai.

Mulai Bisnis Tas Rajut Tahun 2012
Bisnis tas rajut handmade buatan Astuti pun dimulai tahun 2012. Saat itu Ia mendapat tawaran untuk menjadi Usaha Kecil Menengah (UKM) binaan PT Taspen dengan syarat harus mengajukan pinjam uang untuk modal usaha.
Melihat peluang tersebut, Astuti memanfaatkan kesempatan itu. Tak disangka setelah bergabung menjadi UKM Binaan Taspen, produk tas rajut karyanya bisa makin dikenal luas hingga bisa ikut pameran bergengsi seperti INACRAFT yang merupakan pameran kerajinan tangan terbesar se-Asia Tenggara.
"Waktu itu ibu gak tau UKM binaan apa, pokoknya yowes bikin karena hobi aja, terus mendapat tawaran, akhirnya jadi binaan Taspen, saat itu dipinjami uang 20 juta, lalu diikutkan pameran INACRAFT di Jakarta beberapa kali." jelas Astuti mengenang awal memulai bisnis tas rajut.
Dari situ lah, produk yang dihasilkan Astuti makin dikenal luas. Ia pun mulai banyak mengikuti pameran di beberapa acara yang digelar di berbagai daerah. Omzet penjualan tas rajut semakin meroket.
Tak berhenti sampai di situ, tawaran untuk memasarkan produk lebih luas lagi datang dari lurah di tempat tinggalnya. "Tahun 2014, pak lurah tindak sini disuruh ikut pertemuan UKM di kecamatan, kebetulan saat itu yang ngisi Kepala Dinas Koperasi Kota, Ibu Litani." papar Astuti.
Dari situ Kepala Dinas Koperasi Kota Semarang yang menjabat saat itu mulai melirik produk tas rajut karya Astuti. Produk Asbag Indonesia mulai dibawa dinas terkait untuk mengikuti pameran hingga luar negeri seperti Belanda, Jerman, Hongkong dan negara-negara lainnya.
Produk tas handmade karya Astuti juga berhasil tembus pasar internasional. Kerap kali produk-produk hasil tangannya dijadikan buat tangan untuk dibawa ke luar negeri.
Bisnis Makin Berkembang Berkat KUR BRI
Beberapa tahun berjalan, Astuti semakin yakin mem-branding tas rajut karyanya dengan merek dagang Asbag Indonesia. Bisnis tas kerajinan tangan ini makin berkembang usai mendapat tawaran suntikan modal dari Kredit Usaha Rakyat atau KUR BRI.
"Sama BRI itu karena mendapat tawaran pinjaman modal sekitar tahun 2015" jawab Astuti saat ditanya bentuk kerjasama Asbag Indonesia dengan BRI.
Saat itu, untuk mengembangkan bisnis, Astuti mengambil pinjaman 20 juta rupiah dengan tawaran bunga rendah yaitu hanya 3 persen pertahun. Selesai pinjaman pertama, ia kemudian mengambil pinjaman kedua sebesar Rp50 juta.
"Pas pinjaman selesai ya kami ditawari lagi untuk pinjam, terus sampai sekarang masih ada pinjaman berjalan" jelasnya.
Bantuan modal dari BRI digunakan Astuti untuk mengembangkan bisnisnya dengan menambah peralat hingga untuk modal stok bahan baku produksi tas rajut. Terbukti seiring berjalannya waktu, produk yang dihasilkan pun makin beragam tidak terbatas tas rajut biasa. Kini produknya meliputi dompet rajut, tas rajut kombinasi kulit, tas rajut kombinasi ecoprint atau batik yang memiliki peminatnya masing-masing.
Langkah Astuti untuk mengambil tawaran KUR BRI untuk bantuan modal mengembangkan bisnis telah sejalan dengan tujuan diberikannya program pinjaman untuk memperkuat permodalan usaha, pengembangan serta meningkatkan pembiayaan UMKM dengan suku bunga rendah. BRI percaya, jika semakin luas pelaku UMKM menerima kebermanfaat akses pinjaman KUR, maka pegiat bisnis bisa makin bertumbuh dan berkembang.
Hal tersebut disampaikan oleh Supari, Direktur Bisnis Mikro BRI, “Kami percaya bahwa dengan semakin luasnya akses pembiayaan melalui KUR, semakin banyak pelaku usaha yang dapat bertumbuh, berkembang, dan berkontribusi lebih besar dalam mendukung ketahanan ekonomi nasional.” terangnya seperti yang dikutip merdeka.com dari laman Antara.
Memberdayakan Warga Sekitar
Dalam mengembangkan bisnis, Astuti tidak sendirian. Ia menggandeng warga sekitar rumahnya, khususnya ibu rumah tangga untuk berdaya dan produktif dengan membuat tas rajut.
Dengan begitu harapannya, bisnis tas rajut bisa meningkatkan ekonomi lokal di sekitar tempat tinggal Astuti. Hal tersebut dirasakan oleh Nurul Komariyah, salah satu murid rajut Astuti yang kini menjadi salah satu karyawan Asbag Indonesia.
Usai bergabung dengan Astuti, Nurul mengaku jika perekonomian keluarganya meningkat. "Tanpa ngerajut ya nggak ada pemasukan, sebelumnya saya hanya ibu rumah tangga di rumah" papar Nurul sembari menunjukan kelihaiannya memainkan benang dan jarum rajut.

Upah yang diberikan untuk para pengrajin Asbag Indonesia pun beragam. Hal itu tergantung besar kecilnya produk dan tingkat kesulitan produk yang dihasilkan.
"Kalau pesanan banyak, kita minta bantuan freelancer rajut di sekitar kita. Upahnya beragam, kalo besar ya sampai 50 ribu per produk, kalo kecil ya 15 ribu. Mudah atau sulitnya motif juga mempengaruhi besar upah yang didapat" ungkap Astuti menjelaskan upah yang didapat para perajut di tempatnya.
Keberadaan Asbag Indonesia berhasil membuat para ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggal Astuti semakin produktif. Kini Ia memiliki enam karyawan tetap dengan keahliannya masing-masing untuk setiap model tas rajut yang akan diproduksi.