Pria Purbalingga Ini Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot Tengah Hutan, Kondisinya Memprihatinkan
Pada tahun 2021, rumahnya terbakar. Sehingga dibangunlah gubuk reyot yang kundisinya sangat tidak layak itu.
Pada tahun 2021, rumahnya terbakar. Sehingga dibangunlah gubuk reyot yang kondisinya sangat tidak layak itu.
Pria Purbalingga Ini Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot Tengah Hutan, Kondisinya Memprihatinkan
Pak Suji (75 tahun), hidup sebatang kara di sebuah gubuk reyot yang sangat memprihatinkan. Lokasi gubuknya sungguh terpencil berada di tengah hutan kebun.
Ia tinggal di Dusun Limpak Pring, Desa Candinata, Kecamatan Kutasari, Purbalingga. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai buruh cangkul pada sebuah ladang milik warga sekitar.
-
Apa yang terjadi pada pria di Garut? Dirinya mengaku tak bisa tidur selama empat tahun terakhir dan selalu terjaga. Solihin (51) menjelaskan jika kondisinya ini dimulai sejak 2020 lalu. Setiap malam ia selalu terjaga, sehingga tubuhnya tidak bisa diistirahatkan.
-
Bagaimana Haryono menjalani kehidupannya di gua? Kini lantaran telah terbiasa hidup sendiri, Haryono pun melakukan berbagai aktivitas seorang diri.
-
Kenapa pria itu tinggal di kolong rumah? 'Ini adalah situasi yang aneh, tetapi mungkin bukan hal yang tidak biasa. Saat ini, orang-orang memang mencari tempat berlindung.'
-
Kenapa Haryono memilih tinggal di gua? 'Menenangkan diri di sini, karena jauh dari orang-orang,' ungkapnya.
-
Siapa yang tinggal di tengah hutan? Pak Kasimin mengungkapkan jika ia tinggal di sana sejak tahun 1991. Ia tinggal di tempat itu karena rumah tersebut sudah warisan orang tua.
-
Kenapa Pak Kasimin tinggal di hutan? Ia tinggal di tempat itu karena rumah tersebut sudah warisan orang tua.
Lokasi gubuk tempat tinggal Pak Suji cukup jauh dari pemukiman warga. Untuk menuju ke sana, pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang melintas di tengah hutan.
Berdasarkan keterangan warga sekitar, sudah sejak lahir Pak Suji tinggal di rumah terpencil itu. Dulu rumah itu merupakan warisan orang tuanya. Tapi kini orang tua Pak Suji sudah meninggal.
“Pak Suji dulu sempat menikah tapi istrinya sudah meninggal. Dia juga tidak dikaruniai anak,” kata seorang ibu-ibu yang mengantarkan pemilik kanal YouTube Tedhong Telu menuju gubuk Pak Suji.
“Jarak rumahnya saja ada sekitar satu kilometer dari permukiman terdekat. Kalau kayak gini jalannya tidak bisa dilalui motor. Makanya saya diantar oleh Ibu Dasmi ini,”
terang pemilik kanal YouTube Tedhong Telu menggambarkan betapa berat dan melelahkannya jalan yang harus dilalui menuju gubuk Pak Suji.
Kepada Tedhong Telu, Ibu Dasmi mengatakan bahwa dulunya Pak Suji tinggal di sebuah rumah yang lebih layak.
Namun pada tahun 2021 rumah itu mengalami kebakaran. Maka sejak saat itulah dibangun sebuah gubuk sederhana sebagai tempat tinggal Pak Suji yang kondisinya jauh dari kata layak.
Saat Tedhong Telu tiba di rumah Pak Suji, sang pemilik rumah sedang bekerja di ladang. Rumahnya dibiarkan kosong tidak terkunci.
Di dalam rumah itu, terlihat berbagai perkakas serta barang-barang pribadi milik Pak Suji. Untuk memasak, Pak Suji hanya menggunakan tiga buah batu. Sementara untuk penerangan, ia memiliki beberapa buah senter.
Berdasarkan keterangan Bu Dasmi, belum lama ini Pak Suji mendapat rekomendasi bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Nantinya ia akan menerima uang sebesar Rp12 juta. Uang itu akan dipakai untuk membeli material yang akan digunakan untuk merenovasi gubuk Pak Suji.
“Bangunannya nanti kayaknya dari hebel. Pekerja yang bangun langsung dari (pemerintah) desa,” kata Bu Dasmi.
Setelah menunggu sekian lama, akhirnya Pak Suji datang juga. Saat ditemui Tedhong Telu, Pak Suji tampak sehat walau kondisinya letih karena habis bekerja.
Sebenarnya Pak Suji mau dipindah di sebuah rumah di perkampungan. Tapi ia tidak mau.
“Rame sih rame, tapi memang dari dulu sudah tinggal di sini, jadi sudah betah di sini,” kata Pak Suji dengan menggunakan Bahasa Jawa logat ngapaknya.
Pak Suji mengatakan bahwa tanah yang saat ini ia tempati merupakan warisan orang tuanya. Selain dari nafkahnya mencangkul, Pak Suji juga mendapat bantuan program keluarga harapan (PKH) dari pemerintah desa, bantuan pangan non tunai (BPNT), dan juga BPJS.