Sejarah Halal Bihalal dan Maknanya, Tak Sekadar Momen Idul Fitri Biasa
Merdeka.com - Halal bihalal adalah salah satu tradisi khas Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Keberadaannya tak bisa lepas ari momen serta euforia lebaran. Tak lengkap rasanya merayakan Idul Fitri tanpa halal bihalal. Namun pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana sejarah halal bihalal dan makna sesungguhnya?
Melansir laman NU Online, halal bihalal pertama kali dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah(1888-1971) pada 1946. Pada masa itu, Indonesia sedang mengalami masalah disintegrasi bangsa. Kondisi tersebut membuat Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah untuk meminta saran dan pendapat guna mengatasi situasi politik tersebut.
Dari KH Wahab Chasbullah inilah lahir ide tantang halal bihalal. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk membumikan dan menumbuhkan konsep ajaran Ahlussunah wal Jamaah. Rupanya, acara halal bihalal berhasil menyatukan para tokoh dan elit politik. Istilah dan praktik halal bihalal pun lestari hingga di era modern saat ini.
-
Kenapa halal bihalal dilakukan? Halal bihalal adalah momen di mana orang-orang saling bertemu, memberikan maaf, dan saling memaafkan atas segala kesalahan atau ketegangan yang terjadi di masa lalu.
-
Kenapa dilakukan Halal Bihalal? Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai seperti pengampunan, kerendahan hati, dan kesatuan dalam keberagaman.
-
Kapan halal bihalal dilakukan? Halal bihalal adalah tradisi atau acara yang biasanya dilakukan oleh umat Islam setelah selesai merayakan Hari Raya Idul Fitri.
-
Apa makna dari kata-kata "halal bihalal"? Halal bihalal adalah istilah dalam budaya Indonesia yang merujuk pada tradisi saling memaafkan dan menyatukan kembali hubungan yang mungkin terganggu selama periode sebelumnya.
-
Mengapa orang mengucapkan Ucapan Halal Bihalal Idulfitri? Halal bihalal umumnya diisi dengan kegiatan bermaaf-maafan dan mengucapkan kata-kata ucapan halal bihalal Idulfitri yang menyentuh hati.
-
Bagaimana cara melakukan Halal Bihalal? Hal ini sering dilakukan dengan menyambut tamu di rumah, bersalaman, dan memberikan ucapan selamat Idul Fitri sambil menyampaikan permintaan maaf secara bersama-sama.
Sejarah Halal Bihalal
Populer sebagai kegiatan yang dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah pada tahun 1946, halal bihalal rupanya memiliki sejarah yang jauh lebih panjang dari saat ini. Ya, halal bihalal sudah ada jauh sebelum tahun 1946, ditengok dari sumber yang lebih luas, yang merekam adat istiadat Lebaran di Jawa.
Menurut pekamus Poerwadarminta, “Lebaran” berakar kata “lebar” artinya “selesai”, usai merampungkan berpuasa sebulan penuh. Dalam budaya Jawa, Lebaran dipahami juga dengan istilah riyaya atau riyadi. Merujuk kamus Bausastra Jawa (1939), riyaya mengandung arti bêbarêngan mangan enak (bersama makan enak). Sedangkan riyadi memiliki maksud mangan enak sarta slametan ing mangsa lebaran (bersantap nikmat dan perayaan di hari Lebaran Idul Fitri).
Mengutip Heri Priyatmoko dalam tulisannya berjudul Halalbihalal, Kearifan Sejarah dari Solo, halal bihalal sudah tersurat dalam majalah Persatuan tahun 1937. Sewindu sebelum teks proklamasi dibacakan Bung Karno dan dimitoskan sebagai pencetus terminologi Halal Bihalal.
Media cetak tersebut diterbitkan oleh organisasi priayi di Surakarta bernama Narpawandawa. Pihak redaksi menurunkan sepucuk artikel yang menjelaskan aspek utama dari perayaan Lebaran ialah “silaturahmi” dan “alal bihalal” (tak pakai huruf h, sesuai lidah Jawa).
Sementara itu mengutip dari NU Online, Pegiat Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro mengungkap bahwa istilah halal bihalal juga terdapat dalam manuskrip Babad Cirebon. Dalam Babad Cirebon CS 114/ PNRI halaman 73, terdapat keterangan yang ditulis dengan huruf Arab pegon berbunyi, "Wong Japara sami hormat sadaya umek Desa Japara kasuled polah ing masjid kaum sami ajawa tangan sami anglampah HALAL BAHALAL sami rawuh amarek dateng Pangeran Karang Kamuning”.
Ketua Umum Jayanusa, Idham Cholid, juga menjelaskan bahwa tradisi halal bihalal sebenarnya sudah berkembang sangat lama, jauh sebelum negara Republik Indonesia berdiri. Dala beberapa referensi menyebut, sebagaimana dijelaskan Antropolog UIN Sunan Kalijaga Mohammad Soehadha, tradisi halal bihalal ini berakar dari “pisowanan” yang sudah ada di Praja Mangkunegaran Surakarta pada abad ke-18 atau tahun 1700-an.
Makna Halal Bihalal
Makna dari halal bihalal dapat ditelah dari 3 aspek, yakni aspek Al-Quran, bahasa, hingga hukum. Selengkapnya mengenai makna halal bihalal dijelaskan seperti berikut ini, mengutip Liputan 6:
Makna halal bihalal pertama-tama dapat dipahami dari tinjauan Al-Quran. Dalam hal ini, halal yang thayyib merupakan berbagai hal yang baik lagi menyenangkan. Dengan kata lain, Al-Quran memerintahkan umat muslim untuk melakukan berbagai aktivitas yang memberikan makna kebaikan dan menyenangkan bagi semua pihak.
Hal inilah yang lantas menjadi dasar mengapa Al-Quran tak hanya menuntut umat muslim untuk saling memaafkan, tetapi juga berbuat baik terhadap sesamanya. Sebab, sikap saling memaafkan dan mengasihi antar manusia tentu lebih dapat memberikan manfaat kebaikan di dunia.
Sementara itu, makna halal bihalal dari segi bahasa dibedah kata per kata. Halal dari segi bahasa diambil dari kata halla atau halala. Kata halla maupun halala mempunyai berbagai makna sesuai dengan konteks atau rangkaian kalimatnya. Namun secara umum, kedua kata tersebut juga memiliki arti menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku, dan membebaskan ikatan yang membelenggu.
Dari beberapa arti tersebut, dapat dipahami bahwa halal bihalal merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menyambung kembali apa yang sebelumnya terputus. Inilah mengapa dengan melaksanakan halal bihalal, masyarakat dapat menyambung tali silaturahim untuk saling memaafkan dan terbebas dari kesalahan serta dosa-dosa masa lalunya.
Makna halal bihalal selanjutnya dapay ditinjau dari aspek hukum. Secara umum, kata halal digunakan sebagai lawan dari kata haram. Sehingga bisa dipahami halal bihalal merupakan kegiatan yang dilakukan agar terbebas dari dosa dan kesalahan.
Dari segi hukum, halal bihalal dipahami sebagai salah satu usaha untuk mengubah sikap yang sebelumnya haram atau penuh dosa menjadi halal dan tidak lagi berdosa.
Tak hanya itu, menurut pakar istilah, halal bihalal juga mencakup konteks makruh. Di mana pada sesuatu yang makruh ada perbuatan yang tidak dianjurkan oleh agama. Sehingga dengan meninggalkan perbuatan tersebut maka akan mendapat pahala dan ganjaran kebaikan. (mdk/edl)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hari besar Islam adalah momen-momen penting yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia.
Baca SelengkapnyaHari Raya Islam merupakan perayaan mengenang peristiwa penting dalam sejarah agama seperti misalnya hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tahun baru Islam dll.
Baca SelengkapnyaDoa halal bihalal bisa dibaca oleh umat Muslim saat berkunjung ke keluarga dan orang-orang terdekat.
Baca SelengkapnyaHalal bihalal adalah tradisi atau acara yang biasanya dilakukan oleh umat Islam setelah selesai merayakan Hari Raya Idul Fitri.
Baca SelengkapnyaMeriahkan acara halal bihalan dengan kata-kata ucapan yang penuh makna.
Baca SelengkapnyaPerayaan Idul Fitri di berbagai daerah biasanya dipadukan dengan kebiasaan masyarakat justru menguatkan semangat toleransi.
Baca SelengkapnyaMembaca takbir hari raya merupakan salah satu anjuran dalam agama Islam.
Baca SelengkapnyaBacaan niat doa sholat Idul Fitri adalah syarat sah sholat.
Baca SelengkapnyaHari raya berkurban juga bukanlah ajang untuk saling pamer ukuran dan jumlah hewan yang dikurbankan.
Baca SelengkapnyaBerikut koleksi pantun minal aidin wal faidzin lucu dan unik yang cocok meramaikan grup whatsapp kalian.
Baca SelengkapnyaIdul Adha bertepatan dengan pelaksanaan haji dan tradisi kurban.
Baca SelengkapnyaBerikut bacaan doa takbiran Idul Fitri beserta tata cara pelaksanaannya.
Baca Selengkapnya