Ada Thabrani di Gracilaria, ada Hamzah di Cottonii
Merdeka.com - Brebes, malam Minggu, jam 22.00. Para petani rumput laut di desa Randu Sanga masih bersila di halaman rumah tokoh masyarakat setempat. Laki-laki dan perempuan. Tua dan muda. Resminya mereka menghadiri acara rutin keagamaan yang disebut “Pengajian Padang Bulan”. Saya pikir akan ada pemilik merk “Padang Bulan” Emha Ainun Nadjib di situ. Ternyata nama padang bulan sudah begitu generiknya.
Inilah pengajian yang tema pokok bahasannya adalah rumput laut. Bukan ditinjau dari segi agama, tapi bagaimana rumput laut menyejahterakan seluruh masyarakat desa Randu Sanga yang dulunya dikenal sebagai desa nelayan yang miskin.
Ada dua jenis rumput laut. Yang di Brebes ini, sebagaimana juga yang ada di daerah-daerah sebelahnya seperti Cirebon dan Indramayu, rumput lautnya disebut gracilaria. Bentuknya lebih kecil seperti rumput Jepang dan kegunaan utamanya untuk agar-agar. Pasarnya sangat luas. Berapa pun akan terserap.
-
Bagaimana cara nelayan Tarakan meningkatkan ekonomi? Dia menambahkan, selain perlindungan sosial, mereka juga mendapatkan beragam kegiatan yang menjadi langkah perbaikan ekonomi nelayan. Program- tersebut sesuai dengan Undang Undang No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
-
Bagaimana KKP membantu nelayan di Cilacap meningkatkan pendapatan? Dikatakannya, operasional gudang beku portable tersebut turut menghasilkan pendapatan bersih rata-rata Rp20 juta/bulan serta menyerap 6 orang tenaga kerja langsung.
-
Apa yang diberikan Dinas Perikanan Kutai Timur kepada nelayan? 'Bantuan berupa mesin 13 PK sebanyak 11unit dan Has sebanyak 11unit untuk Kelompok Nelayan Teluk Dalam 2 di Kecamatan Teluk Pandan,' katanya, Senin (11/12).
-
Bagaimana Telkom membantu meningkatkan hasil panen rumput laut di NTT? Dengan menggunakan teknologi digital yang ada di platform Agree, para pelaku budi daya rumput laut di NTT dapat meningkatkan hasil panennya dengan melakukan monitoring dan analisis kualitas produk.
-
Bagaimana DAK pangan membantu nelayan? Wahid mengatakan, dana yang diterima Gunungkidul nantinya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas nelayan skala kecil serta memperbaiki infrastruktur pendukung perikanan. Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain pengadaan mesin kapal perikanan, jaring ikan, rehabilitasi pabrik es, pembenahan unit pengolahan ikan (UPI), skala mikro kecil, dan perbaikan pasar ikan.
-
Siapa yang ikut membantu KKP dalam mendorong ekonomi nelayan? Bersama Gerakan Ingat Selamat Layar Indonesia (GISLI), KKP menggelar workshop PUG pada 30 Juli 2023 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Dulu, para petani tambak di Randu Sanga hanya mengandalkan hidupnya dari memelihara bandeng dan udang. Panennya hanya enam bulan sekali. Kalau penyakit ikan lagi datang, sangat menderita. Tidak bisa panen.
Untung ada orang bernama Thabrani di Randu Sanga. Pendidikannya S2 dan kini lagi mengejar gelar doktor. Dia mendapat ilmu bahwa di tambak tersebut bisa ditumpang sari dengan rumput laut jenis gracilaria. Dia sendiri, dari warisan orangtuanya, memiliki 15 ha tambak.
Saat itu Thabrani baru terkena musibah. Udangnya terkena penyakit dan panennya gagal total. Mulailah tergerak untuk memikirkan rumput laut. Dia tebar benih rumput laut. Hidup. Berkembang. Seluruh tambaknya penuh dengan rumput laut.
Hasilnya di luar dugaannya: berkat rumput laut itu bandengnya lebih cepat besar dan tidak terkena penyakit. Demikian juga udangnya. Dalam waktu yang sama bandengnya bisa tumbuh dua kali lipat lebih cepat.
Rumput lautnya sendiri bisa dipanen tiap dua bulan. Dijemur. Sampai mencapai tingkat kekeringan 16 persen. Dijual. Banyak pabrik agar-agar membelinya.
Dengan demikian Thabrani dapat uang tiap dua bulan. Tidak lagi hanya punya uang tiap enam bulan. Dengan tambak yang sama hasilnya menjadi berlipat.
Dua tahun lamanya Thabrani sendirian. Tetangga-tetangganya tidak ada yang mau mengikuti jejaknya. Padahal Thabrani sudah berusaha merayu mereka. Kebiasaan turun-temurun memang sulit diubah.
Tapi Thabrani tipe seorang pejuang yang gigih. Dia tidak henti-henti mengajak petani lain mengikuti jejaknya. Bahkan, untuk meyakinkan mereka, Thabrani menjamin akan membeli rumput laut yang mereka hasilkan. Jaminan seperti ini yang kelak di tahun 2012 membuat dia dikenal sebagai pengepul rumput laut terbesar.
Setelah ada jaminan itu, barulah satu per satu tetangganya tertarik. Kini, lima tahun kemudian, seluruh tambak di Randu Sanga sudah menjadi tambak three in one: bandeng, udang, dan rumput laut. “Bahkan hasil rumput lautnya lebih besar dari hasil bandeng ditambah udang sekalipun,” ujar Thabrani.
Thabrani melangkah lebih jauh. Tiga tahun lalu dia mendirikan sekolah menengah kejuruan rumput laut. Dia ingin penduduk desanya menanam rumput laut dengan ilmu pengetahuan.
Malam Minggu kemarin itu, saya diajak Thabrani untuk menghadiri pengajian itu. Tapi, sebenarnya sayalah yang harus belajar di situ. Apalagi Thabrani tidak keberatan kalau semangatnya itu ditularkan juga ke petani-petani tambak di seluruh pantai utara Jawa. Di pusat-pusat nelayan yang miskin.
Thabrani senang sekali melihat warganya kian sejahtera. Dia pun membuat gerobak pengangkut rumput laut yang bisa dijalankan di sela-sela tambak. Malam itu dia berbagi gerobak ke banyak petambak di situ --gerobak yang dia beri nama DI 99. Bahkan saking senangnya, malam itu Thabrani, dalam fungsinya sebagai pengumpul rumput laut, mengumumkan kepada warganya akan meningkatkan harga rumput laut dari 4.000 per kg menjadi 4.500 per kg.
Tentu itulah pengajian yang paling menyenangkan warga Randu Sanga. Ilmu-ilmu rumput laut dibeberkan malam itu. Apalagi ada bonus kenaikan harga. Ada Ki Dalang Enthus Susmono yang datang bersama saya. Di akhir acara Enthus memberikan tausiah agama. Enthus ternyata sangat piawai tidak hanya memainkan wayang tapi juga sebagai pendakwah.
Kabar baik rupanya tidak hanya untuk petani rumput laut jenis gracilaria. Petani rumput laut jenis cottonii pun baiknya juga membaca kabar ini: anak muda dari Lawang, Jawa Timur, Hamzah, sudah berhasil mendirikan pabrik pengolah rumput laut cottonii menjadi karagenan. Yakni tepung rumput laut yang kegunaannya tidak untuk agar-agar tapi untuk kosmetik, bahan odol, kapsul obat, kue, bakso, dan seterusnya.
Kue-kue Jepang yang begitu lembut dan tidak bisa mengeras itu karena menggunakan tepung karagenan. Odol yang menggunakan karagenan tidak akan bisa kering meskipun tutupnya terbuka. Bakso yang menggunakan tepung karagenan memiliki kekenyalan yang sempurna.
Selama ini Indonesia hanya bisa mengekspor rumput laut jenis cottonii ini. Lalu Indonesia mengimpor karagenan besar-besaran. Kenyataan inilah yang menggundahgulanakan pikiran Hamzah. Sebagai sarjana teknik mesin yang tidak henti-hentinya berpikir, Hamzah bertekad untuk menciptakan mesin yang bisa mengubah rumput laut menjadi karagenan. Pabrik pembuat karagenan ini menggunakan banyak prinsip: kimia, fisika, mekanik, hidraulik, dan elektronik.
Setahun yang lalu, ketika saya menemui Hamzah, dia belum yakin apakah penemuannya akan berhasil. Tapi saya terus mendorongnya untuk tidak menyerah. Dia minta waktu satu tahun untuk membuktikannya. Sebenarnya, seperti biasa, saya tidak sabar.
Tapi saya memaklumi tingkat kesulitannya. Apalagi ini mesin yang terkait dengan makanan. Harus memenuhi kriteria dan standar yang lebih tinggi. Dan ini mesin pertama yang dilahirkan di Indonesia oleh anak muda Indonesia.
Saya terus berkomunikasi dengan Hamzah. Saya terus memonitor perkembangannya. Akhirnya saya dapat kabar baik. Minggu lalu uji coba pabriknya di Pasuruan dan berhasil. Benar-benar bisa menghasilkan karagenan. Dengan mutu yang tidak kalah dengan karagenan impor. Bahkan sedikit lebih baik .
Pabriknya memang kecil. Hanya bisa mengolah rumput laut jenis cottonii sebanyak 5 ton sehari. Tapi 5 ton adalah jumlah yang sudah bisa dipakai menampung hasil rumput laut satu kabupaten. Misalnya kabupaten Bulukumba di Sulsel.
Rumput laut jenis cottonii, sebagaimana rumput laut di Brebes, memang pilihan yang tepat untuk meningkatkan pendapatan para nelayan yang umumnya miskin. Lebih-lebih kalau lagi musim tertentu, ketika mereka tidak bisa melaut. Bank BRI kini telah membina nelayan rumput laut cottonii di Bulukumba, tapi ya baru sebatas untuk dijual ke pedagang.
Kini, dengan penemuan teknologi oleh putra bangsa kita yang bernama Hamzah itu, rumput laut kian mendapat muara di hilirnya. Pembinaan untuk nelayan rumput laut kini bisa lebih dimassalkan, termasuk oleh BUMN. Inilah senjata untuk mengentas kemiskinan di wilayah nelayan. Di samping mendapat hasil dari ikan, dalam waktu yang bersamaan nelayan juga mendapat uang dari rumput laut.
Sebagaimana yang saya lihat di Bulukumba, para nelayan di sana mulai bersemangat menanam rumput laut cottonii. Memang lebih rumit dibanding rumput laut jenis gracilaria. Tapi untuk laut-laut tertentu memang hanya cocok untuk rumput laut tertentu. “Di sini, kalau seorang nelayan bisa menanam rumput laut 2.000 bentangan, sudah cukup untuk hidup dan menyekolahkan anak,” ujar seorang nelayan di Bulukumba.
Begitu banyak jalan untuk meningkatkan kehidupan. Pilihan-pilihan mulai banyak tersedia di depan kita. Saatnya kini kita harus terus kerja, kerja, kerja!
*Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN (mdk/rin)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.
Baca SelengkapnyaKTH Maju Bersama dibantu dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam pengembangan produk ikan baronang.
Baca SelengkapnyaRumah di kampung miliader yang ada di Jawa Tengah ini tampak mewah.
Baca SelengkapnyaKementerian seharusnya bisa memastikan ketersediaan BBM dan alat tangkap yang baik bagi nelayan.
Baca SelengkapnyaSiapa sangka rumput laut dapat menjadi sebuah bagian dari kisah yang besar bagi Dusun Semaya, Desa Suana, Nusa Penida, Bali sejak tahun 2012.
Baca SelengkapnyaMenjadi nelayan merupakan sebuah profesi yang memiliki resiko., tidak jarang harus berjumpa dengan badai di tengah laut.
Baca SelengkapnyaSalah satu kisah inspiratif datang dari John Les Lumbuun, seorang petani Desa Ria Ria berusia 42 tahun telah menggarap lahannya sejak 2020.
Baca SelengkapnyaPerekonomian mereka terangkat berkat Bantuan Keistimewaan Khusus (BKK) yang dianggarkan dari Dana Keistimewaan
Baca SelengkapnyaKendati begitu, Amalia belum mau membeberkan lebih lanjut soal kelanjutan program hilirisasi tambang di 2025, lantaran itu masih dalam tahap kajian.
Baca SelengkapnyaWarga Desa Genteng Wetan Kabupaten Banyuwangi ini berhasil membuktikan bahwa lingkungan yang bersih bisa mendatangkan cuan
Baca SelengkapnyaHasil tangkapan nelayan Dadap mengalami penurunan drastis akibat gencarnya pembangunan di pesisir utara Jakarta.
Baca SelengkapnyaHingga akhir Agustus 2024 tercatat BRI telah memiliki 32.449 klaster usaha yang tergabung dalam program Klasterku Hidupku.
Baca Selengkapnya