Kisah Para Petani di Yogyakarta yang Terjebak Kemiskinan Ekstrem, Kini Sudah Bisa Kelola Lahan dan Beli Sapi Sendiri
Perekonomian mereka terangkat berkat Bantuan Keistimewaan Khusus (BKK) yang dianggarkan dari Dana Keistimewaan
Perekonomian mereka terangkat berkat Bantuan Keistimewaan Khusus (BKK) yang dianggarkan dari Dana Keistimewaan
Kisah Para Petani di Yogyakarta yang Terjebak Kemiskinan Ekstrem, Kini Sudah Bisa Kelola Lahan dan Beli Sapi Sendiri
Pada tahun 2020 Indonesia dilanda wabah pandemi COVID-19. Kondisi ini berdampak besar pada perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
-
Apa yang terjadi pada para petani? Mereka masih selamat meski mengalami luka bakar.
-
Apa masalah yang dihadapi petani? Oh, selamat pagi juga. Masalah saya adalah bahwa ladang ini selalu banjir setiap musim hujan.
-
Bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan petani di Jawa Timur? “Kesejahteraan petani harus meningkat seiring dengan peningkatan produktifitas pertanian kita. Untuk itu saat panen raya kemarin, kami terus berkoordinasi dari hulu ke hilir agar jangan sampai harga jual petani turun“
-
Bagaimana Pemkot membantu para petani? Pemerintah melalui PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan), membantu mulai dari media tanam, bibit, pupuk, hingga instalasi hidroponik.
-
Apa yang sukses dari keluarga petani itu? Dalam unggahan tersebut disebutkan orang tua Leo adalah seorang petani yang hidup sederhana. Video itu sudah ditonton hingga lebih dari 2 juta kali dan mendapatkan banyak respons positif dari warganet.'Yang hebat bukan anaknya tapi ortunya,' tulis akun tiktok @_delxxx dalam kolom komentar.'Keren orang tuanya… ,' tulis akun @nuning_callista.
-
Apa tantangan terberat yang dihadapi petani di Sukomakmur? Salah satu tantangan terberat dalam bertani adalah, mereka menyediakan modal yang tinggi untuk masa tanam, namun saat panen, mereka mendapat hasil yang rendah.
Salah satu golongan masyarakat yang terdampak itu adalah para buruh tani. Mereka menjadi penyumbang angka penduduk miskin di DIY dengan angka pendapatan berkisar Rp600 ribu setiap bulannya.
Nurohmad, petani asal Kalurahan Pondokrejo, Tempel, Sleman, merasakan betul sulitnya hidup sebagai buruh tani. Sehari-hari ia harus berjalan kaki sejauh 2-3 km untuk sampai ke sawah yang ia garap. Terkadang ia juga harus berjalan kaki sejauh 5 km untuk mencapai sawah garapannya yang lain.
“Menyewa lahan itu mahal. Modalnya tidak sedikit. Kalau gagal panen itu harus ditanggung sendiri,” kata Nurohmad.
Ia mengatakan sebagai buruh tani, penghasilannya sekitar Rp25-50 ribu per hari. Ia mengakui sebenarnya penghasilan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sulitnya hidup juga dirasakan oleh Adi Sukam, buruh tani asal Kalurahan Sidoharjo, Tepus, Gunungkidul. Sehari-hari ia makan singkong sebagai pengganti sayur. Sementara daunnya dimasak jadi sayur.
“Setelah subuh saya berangkat, pulang baru maghrib. Biasanya makan jam 12, tapi kalau nanggung bisa baru jam 2-3 sore baru makan,” kata Adi Sukam dikutip dari kanal YouTube Paniradya Kaistimewan.
Pada tahun 2024 ini, Pemda DIY menggelontorkan Rp131,4 miliar Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang diambil dari Dana Keistimewaan.
Dana sebesar itu digunakan salah satunya untuk penanggulangan kemiskinan untuk para buruh tani.
Baik Nurohmad dan Adi Sukam benar-benar merasakan adanya program ini. Nurohmad misalnya, ia diterima untuk menggarap pemanfaatan lahan pertanian cabai milik BKK.
“Setelah merasakan manfaat BKK, Alhamdulillah dari dulu pergi ke sawah jalan kaki, sekarang bisa naik motor. Terus sekarang saya bisa menyekolahkan anak. Lalu kalau makan dulu cuma pakai sayuran sekarang bisa pakai lauk pauk,” kata Nurohmad.
Sama halnya dengan Nurohmad, dengan adanya bantuan BKK, Adi Sukam bisa pergi ke sawah naik motor. Ia pun sekarang juga sudah bisa beli sapi yang ia pelihara di rumah sendiri.
Foto: YouTube Panirada Kaistimewan