Pasutri Asal Kulon Progo Ini Sukses Beternak Puyuh, Hanya Kerja 2 Jam Per Hari Raih Omzet Hingga Jutaan Per Bulan
Waktu luang yang berlimpah merupakan nikmat yang saat ini mereka dapatkan dari hasil jerih payah beternak puyuh
Waktu luang yang berlimpah merupakan nikmat yang saat ini mereka dapatkan dari hasil jerih payah beternak puyuh
Pasutri Asal Kulon Progo Ini Sukses Beternak Puyuh, Hanya Kerja 2 Jam Per Hari Raih Omzet Hingga Jutaan Per Bulan
Bekerja di kota besar dengan gaji fantastis merupakan sesuatu yang didambakan banyak orang. Namun hal itu bukanlah prinsip hidup Sukirman dan Evi, pasangan suami istri asal Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo.
-
Apa usaha pasutri Ciamis ini? Mereka membentuk UMKM dan menjual berbagai produk roti dan kue kering.
-
Apa yang sukses dari keluarga petani itu? Dalam unggahan tersebut disebutkan orang tua Leo adalah seorang petani yang hidup sederhana. Video itu sudah ditonton hingga lebih dari 2 juta kali dan mendapatkan banyak respons positif dari warganet.'Yang hebat bukan anaknya tapi ortunya,' tulis akun tiktok @_delxxx dalam kolom komentar.'Keren orang tuanya… ,' tulis akun @nuning_callista.
-
Kapan pasutri ini membuka usaha? 'Usaha ini bernama Dapur CK dan Kool Kedai yang berdiri beriringan yang hadir di tahun 2017,' tambah Delli.
-
Apa yang menjadi kunci sukses usaha Ibu dan Anak ini? 'Walaupun bahan bumbu mahal, saya tetap masak enak,' ujarnya. Widari mengaku senang jika pembeli yang makan masakannya senang.
-
Siapa yang sukses dengan usaha peyek belut? Fitri Puji Lestari, seorang pengusaha peyek belut asal Bantul, Yogyakarta mampu membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk meraih kesuksesan.
-
Bagaimana Susi dan Pasi mengembangkan UMKM Bojonegoro? Susi yang saat itu mengaku kuper (kurang pergaulan) tidak paham pentingnya legalitas usaha seperti Sertifikat P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga), NIB (Nomor Izin Berusaha), dan label Halal untuk mengembangkan bisnis rempeyeknya.
Evi misalnya, perempuan lulusan sarjana ekonomi itu sebenarnya sudah lama bekerja di Jakarta. Setelah itu ia keluar dan memutuskan untuk menekuni dunia wirausaha.
“Dan jadilah usaha puyuh ini. Benar juga, dalam waktu dua jam hasilnya dua kali lipat dibanding gaji saya saat masih bekerja di perusahaan di mana saya bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore,” kata Evi.
Dalam dua tahun belakangan, Evi dan Sukirman merasakan benar hasil dari beternak puyuh. Bukan gaji besar yang didapat, melainkan waktu luang yang amat melimpah.
Sukirman mengatakan, pagi hari waktu Subuh, ia dan istrinya sudah berada di kandang untuk memberi makan burung puyuh sekaligus membersihkan kandang.
Jam enam pagi mereka sudah punya waktu luang untuk bersepeda keliling desa. Begitu pula saat sore hari mereka bisa jalan-jalan ke manapun mereka suka.
Foto: YouTube Dari Kami Untuk Kamu
Evi mengakui keuntungan itu tidak diperoleh secara instan. Sebelumnya mereka sempat berjualan sembako dan obat-obatan pertanian.
Beda dengan Evi yang sempat menjadi karyawan, Sukirman sudah memulai usaha sebelum ia menikah. Saat itu ia berjualan pupuk dan obat-obatan pertanian. Omzetnya mencapai Rp2-3 juta per hari. Namun di kemudian hari, usahanya makin tidak laku.
“Jualan saya utuh. Manten baru malah dikasih cobaan,” ujar Sukirman dikutip dari kanal YouTube Dari Kami Untuk Kamu.
Setelah itu mereka mulai merintis beternak puyuh. Uang Rp10 juta hasil pinjaman dari bank digunakan untuk modal awal serta pembangunan kandang seluas 3x6 meter.
“Untuk mendirikan kandang ini kit acari bahan-bahan yang bekas, biar murah. Cor-corannya bekas, gentengnya bekas, kayu-kayunya. Pokoknya semuanya bekas,” kata Evi dikutip dari kanal YouTube Dari Kami Untuk Kamu.
Kini, usaha ternak burung puyuhnya telah berjalan hampir tujuh tahun. Total kini mereka telah memiliki 9.600 burung puyuh. Selain itu mereka kini telah merasakan betul keuntungan dari beternak puyuh.
“Yang saya suka di puyuh itu tidak ada sampahnya. Telur pasti laku, kotoran juga sama, seperti kacang goreng. Karung itu juga banyak yang membutuhkan. Plastik-plastik karung juga bisa kita jual ke tukang rongsok,” kata Evi.
Dalam sehari, pasangan suami istri itu berhasil memperoleh omzet Rp200-300 ribu. Namun yang paling disyukuri oleh mereka bukan penghasilannya, melainkan banyaknya waktu luang yang bisa mereka dapatkan.
Foto: YouTube Dari Kami Untuk Kamu
Bagi mereka, modal utama untuk memulai usaha bukanlah uang, melainkan keberanian. Apalagi kondisi tak selalu menguntungkan. Alih-alih mendapatkan penghasilan, yang ada justru kerugian bisa mereka dapatkan.
“Kalau prinsip kita jangan pikir aneh-aneh sebelum dicoba. Pokoknya coba aja. Kalau nggak dicoba, kan kita nggak tau,” ungkap Sukirman.