Gaduh tanah berujung dugaan rasuah
Merdeka.com - Pengamat perkotaan Budgeting Metropolitan Watch (BMW) Amir Hamzah tiba-tiba saja mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Said pada usai hari Kemerdekaan, Agustus lalu. Dia bawa segepok berkas buat melaporkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atas dugaan korupsi pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras yang rencananya bakal dijadikan Rumah Sakit khusus Kanker dan Jantung.Ahok sapaan Basuki Tjahaja Purnama memang menjadi sorotan sejak awal Juli lalu. Sejak Badan Pemeriksa Keuangan menyerahkan Laporan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) membuat beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat curiga.Kecurigaan itu tertuju pada transaksi atas pembelian tanah milik RS Sumber Waras yang rencananya bakal dibuat RS Kanker milik Pemprov DKI ditengarai merugikan keuangan pemerintah daerah sebesar Rp 191 miliar. Menurut Amir penentuan nilai beli atas tanah RS Sumber Waras dinilai tidak melalui proses yang wajar. "Penentuan harga tanah sebesar Rp 755 miliar itu tidak melalui mekanisme penilaian, tetapi hanya berdasar pertemuan tertutup Gubernur dengan direksi RS Sumber Waras pada bulan Juni" kata Amir Hamzah melalui sambungan seluler.Amir merujuk pada Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan BPK atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan No 13.C / LHP / XVIII.JKT.2 / 06 / 2015 tanggal 17 juni 2015. Dalam laporannya BPK menilai jika selisih harga tanah yang dibeli Pemprov DKI jauh dari harga pada saat PT Ciputra Karya Unggul ditanah yang sama. Pada saat transaksi dengan PT KCU, RS Sumber Waras menghargai tanah sebesar Rp 12 juta. Sementara Pemprov DKI membeli tanah tersebut seharga Rp 20 juta permeter."Harusnya lewat proses sosialisasi dan lainnya yang memakan waktu tiga bulan," ujar Amir.Dalam laporannya BPK menyebutkan jika lokasi tanah RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI sejatinya berada di Jalan Tomang Raya bukan di Jalan Kyai Tapa. Lokasi fisik tersebut juga menentukan Nilai Jual Obyek Pajak senilai Rp 7,4 juta. Namun dalam pembelian tanah tersebut, Pemprov DKI membeli dengan seharga Rp 20 juta permeter sesuai dengan NJOP 2014."Berdasarkan NJOP dari Dinas Pelayanan Pajak DKI, diketahui bahwa NJOP di Jalan Tomang Raya pada 2014 hanya Rp 7.445.000 per meter persergi," tulis BPK dalam laporannya di Buku III tentang Laporan terkait Kepatuhan terhadap Peraturan Perundangan.Kepala Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK, Yudi Ramdan Budiman, dalam klarifikasinya atas penyataan Ahok, menjelaskan jika dalam membuat laporan BPK Pemeriksaan terhadap laporan keuangan bertujuan memberikan opini tentang kewajaran laporan keuangan. Laporan tersebut bukan bermaksuduntuk mengungkapkan adanya kecurangan dalam pengelolaan keuangan.Meski begitu, dia mengatakan jika dalam laporannya pemeriksa menemukan adanya penyimpangan atau kecurangan berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara, harus diungkapkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). "BPK memiliki standar pemeriksaan yang ketat dan dilakukan proses quality control dan quality assurance yang diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Setiap pemeriksaan keuangan BPK sesuai dengan ketentuan UU," ujar Yudi.Amir menjelaskan janggalnya harga tanah yang dibeli Pemprov dari RS Sumber Waras. Menurut temuan dia yang dibawa menjadi berkas atas laporannya ke KPK, Amir mencurigai jika harga tanah itu mengalami selisih yang signifikan. Pada tahun 2012 sampai 2013, lokasi tanah RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI seharga Rp 12 juta. Sementara setahun setelahnya NJOP berubah setelah transaksi antara RS Sumber Waras dengan Pemprov DKI."Transaksi tanggal 17 Desember, sementara NJOP sebesar Rp 20 juta baru keluar tanggal 29 Desember," tutur Amir.
Dia pun mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut laporannya tersebut. Menurut dia harusnya hasil audit investigasi sebagai modal untuk ditindak lanjuti KPK akan keluar pekan ini. "Saya sudah serahkan berkas semuanya ke KPK lengkap dengan surat penawaran yang diberikan RS Sumber Waras kepada Pemprov DKI," katanya. (mdk/mtf)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Atas transaksi tersebut, penyidik Kejati Jatim pun menemukan beberapa indikasi penyimpangan.
Baca SelengkapnyaKejati Sulsel menemukan dugaan mafia tanah dalam pembangunan Bendungan Passeloreng di Kabupaten Wajo yang merugikan negara hingga Rp75,6 miliar.
Baca SelengkapnyaKPK sebelumnya mencekal 10 orang terkait dugaan kasus korupsi pengadaan lahan di lingkungan BUMD DKI Jakarta tersebut.
Baca SelengkapnyaSaksi Indra Arharrys, mengatakan harga pembelian tanah untuk proyek rumah DP 0 rupiah sengaja dinaikkan menjadi Rp322 miliar
Baca SelengkapnyaBerdasarkan penilaian dari BPKP Jatim, kerugian negara akibat kasus itu ada sekitar Rp114,440 miliar
Baca SelengkapnyaKPK belum mengungkapkan nilai rumah mewah itu dan proses pendataan terhadap aset tersebut masih berlangsung.
Baca SelengkapnyaMenurut jaksa, terdakwa menerima sejumlah uang yang diduga berkaitan dengan pengurusan hak peralihan tanah secara bertahap.
Baca SelengkapnyaAHY menyarankan pada masyarakat bila menemukan indikasi ketidakabsahan pada lahannya, sebaiknya laporkan ke pihak kantor ATR/BPN untuk mencabut akta.
Baca SelengkapnyaPolisi menyita dan menggeledah Graha Wismilak di Surabaya, Senin (14/8). Penggeledahan terkait dugaan pemalsuan surat atau akta otentik dan pencucian uang.
Baca Selengkapnya"Penerimaan berkas perkara Tahap I Nomor BP/51/X/Res.1.11/ 2024/Bareskrim tanggal 07 Oktober 2024," kata Windhu saat dikonfirmasi.
Baca Selengkapnya