Kepepet waktu, transaksi lonjong
Merdeka.com - Mengapa partai-partai yang tidak memiliki kesamaan ideologi nekat membangun koalisi? Ini pertanyaan politik mendasar apabila politik diartikan sebagai perjuangan ideologis dalam kerangka negara. Namun kini, politik lebih banyak diartikan sebagai pertarungan perebutan kekuasaan semata. Jika demikian, maka pertanyaan tadi kurang relevan.
Kenyataannya ideologi sudah menjadi barang kuno, partai-partai tidak memegang teguh lagi. Ini bukan fenomena khas Indonesia, tetapi juga di dunia. Partai tidak bisa lagi mengandalkan ideologi untuk menarik dukungan rakyat, sebab pengaruh ideologi sudah luruh sejak 1970-an, dan semakin tidak laku sejak 1990-an.
Ingat kata-kata bijak Sekjen Partai Komunis Cina Deng Xiaoping: bukan warnanya, yang penting kucing itu bisa menangkap tikus apa tidak.
-
Apa arti utama dari Pemilu? Pemilu atau pemilihan umum adalah proses demokratis di mana warga suatu negara secara berkala memilih wakil mereka untuk menempati jabatan-jabatan pemerintahan.
-
Apa itu Pemilu? Pemilu adalah sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Apa inti dari politik? Inti dari politik adalah manusia dan tatanan hidupnya.
-
Apa tujuan utama pemilu secara umum? Tujuan pemilihan umum (Pemilu) secara umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan membentuk pemerintahan baru sesuai dengan kehendak rakyat.
Maka dari itu tidak perlu disesali, mengapa partai-partai kini tidak mengembangkan ideologinya, mengapa juga mereka membangun koalisi bukan berdasarkan kesamaan ideologi? Jadi, percuma saja mempersoalkan perbedaan ideologi sebagai sumber rapuhnya koalisi SBY-Boediono, sebab cara itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Pengalaman banyak negara menunjukkan, perbedaan ideologi bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan rapuhnya koalisi, sebab perbedaan ideologi itu bisa dijembatani oleh kesamaan platform politik. Sebab melalui platform politik, partai-partai lebih dituntut untuk melakukan praksis sosial demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Platform perlu dirumuskan oleh partai-partai koalisi, karena ideologi dan orientasi kerakyatan partai politik berbeda-beda, sumber daya negara terbatas, kekuasaan pemerintahan tidak mutlak. Platform ini tidak saja mengarahkan program kerja pemerintah, tetapi juga membentuk formula bagi-bagi kekuasan di antara partai-partai koalisi.
Jadi, platform politik itu merupakan "konstitusi" partai-partai koalisi. Jika koalisi tidak memiliki plathform politik bersama, maka dengan sendirinya koalisi itu sangat rapuh, karena tidak ada nilai dan norma yang mengikatnya, sebagai pengganti kesamaan ideologi. Di sinilah pangkal persoalan rapuhnya koalisi pemerintahan SBY-Boediono.
Sudah disebutkan sebelumnya koalisi partai-partai pendukung SBY-Boediono tidak dibangun atas platform politik bersama. SBY-Boediono memang memiliki visi, misi dan program (sebagaimana diharuskan oleh undang-undang pemilu presiden), yang boleh saja itu disebut sebagai plathform politik.
Namun visi misi program itu tidak dibentuk bersama oleh partai-partai politik pendukung SBY-Boediono, melainkan oleh Tim Kampanye SBY-Boediono. Jangankan PAN, PPP dan PKB, bahkan PD pun tidak terlibat dalam penyusunan platform itu. Apalagi PG yang bergbung belakangan. Akibatnya, koalisi bergerak tanpa arah, tanpa kendali sehingga pemerintahan SBY-Boedional tidak efektif, karena waktunya habis untuk bertikai sendiri.
Pertanyaanya, mengapa partai-partai politik tidak mampu membuat platform politik bersama? Ada dua jawaban.
Pertama, menghadapi pemilu presiden, SBY terlalu dominan jika dibandingkan partai-partai, sehingga dia tentukan sendiri apa maunya jika menjadi presiden nanti. Ini soal karakter personal, yang lebih tepat dianalisis menggunakan bingkai psikologi. Beberapa aspek karakter kepemimpinan SBY sudah banyak dijelaskan oleh para psikolog.
Kedua, fakta bahwa partai-partai politik tidak memiliki waktu untuk menyusun platform politik bersama. Padahal penyusunan platform politik dibawarnai oleh perdebatan politik yang ketat, mengingat masing-masing memiliki orientasi dan ideologi yang berbeda, sehingga masing-masing memiliki program kerja dan kepentingan menguasai jabatan yang berbeda-beda pula.
Soal waktu jadi krusial, sebab kenyataannya partai-partai tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyusun platform bersama (dengan asumsi bahwa SBY-Boediono tidak memaksakan kehendak). Partai-partai tidak memiliki waktu cukup untuk membahas platform politik, karena mereka baru tertarik berkoalisi setelah perolehan kursi pemilu legislatif dihitung, atau diketahui setidaknya sepekan setelah hari pemungutan suara pemilu legislatif 9 April 2009.
Itu artinya partai-partai politik hanya punya waktu kurang dari satu bulan untuk menyusun platform politik dalam rangka mebangun koalisi. Apa yang bisa dilakukan oleh partai-partai politik dalam waktu yang sempit itu?
Jangankan memahami perbedaan ideologi masing-masing yang diperlukan dalam menyusun platform politik bersama, membagi tugas untuk kampanye pemilu presiden saja mereka tidak sempat. Waktu yang sempit ini tentu sudah diperhitungan SBY-Boediono, sehingga tim kampanyenya sudah bekerja sebelum koalisi terbentuk. Dan salah satu tugas tim kempanye adalah menyusun misi visi dan program.
Visi misi program inilah yang disodorkan ke partai-partai politik, dan mau tidak mau mereka harus menerimanya, karena mereka tidak sempat lagi untuk membahasnya. Yang jadi pokok perhatian akhirnya adalah bagi-bagi kursi kekuasaan. Itu tidak masalah, karena politik adalah perebuatan kekuasaan dan juga bagi-bagi kekuasaan.
Masalahnya adalah bagi-bagi kekuasaan tanpa dilandasai platform politik bersama dapat menimbulkan kompleksitas pemerintahan, karena masing-masing partai merasa tidak terikat dengan visi misi program presiden, masing-masing partai merasa harus memperjuangkan kepentingannya sendiri. Inilah masalah pokoknya. (mdk/war)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sistem pemerintahan oligarki memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Baca SelengkapnyaUsul itu diajukan saat Komisi II rapat bareng Komisi Pemilihan Umum (KPU) di DPR
Baca SelengkapnyaHasto pun berharap agar politik di Indonesia dapat terinspirasi oleh olahraga
Baca SelengkapnyaIsu mengenai "Partai Coklat" menarik perhatian masyarakat dan memicu diskusi mengenai netralitas dalam proses demokrasi pada Pilkada 2024.
Baca Selengkapnya