Melacur direstui orangtua
Merdeka.com - Pengakuan mengejutkan ini terlontar dari bibir Y, pelacur berusia 16 tahun asal Desa Saradan, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Saat ditanya apakah orangtuanya tahu dia melacur, Y menjawab, "(orangtua) Tahu saya di cafe sini."
Beberapa menit kemudian, telepon selulernya berdering. Y buru-buru mengangkat handphone merek Nokia dari genggamannya. Dia mengaku ditelepon oleh ayahnya menanyakan keberadaannya. "Di sini," katanya singkat sambil menyebut nama cafe di mana dia berada.
Malam itu, Y diberi kabar adiknya yang berusia 10 bulan sedang sakit. Dia lantas menyuruh ayahnya membeli obat di apotek. Lantaran ayahnya tak ada uang, Y menjamin jika nanti bakal diganti setelah pulang dari cafe itu. "Beli dulu salepnya, nanti diganti," kata Y menjawab dengan logat sunda.
-
Kenapa Bu Wahyuti tinggal di kampung terpencil? Bu Wahyuti mengatakan ia terpaksa tinggal di kampung terpencil itu karena belum memiliki rumah sendiri, sehingga ia dan keluarganya harus menumpang di rumah yang disewakan pihak perhutani.
-
Siapa pemimpin Rukun Kampung? Serean inilah yang kemudian menjadi penyambung birokrasi sosial antara warga kampung dengan pihak kelurahan atau desa.
-
Kenapa rumah dinas bupati terbengkalai? Dilansir dari kanal YouTube Bucin TV, istana putih itu dari awal direncanakan akan menjadi rumah dinas bupati. Namun setelah selesai dibangun pada tahun 2013, rumah itu tidak pernah digunakan sama sekali.
-
Dimana letak permukiman terbengkalai di Jakarta? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Siapa yang tinggal di gubuk reyot itu? Seperti inilah gubuk yang ditempati Samudi, seorang kakek berusia 66 tahun warga Kampung Cipalid, Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.
-
Di mana letak rumah terpencil itu? 'Kalau membangun rumah di sini bahan materialnya diusung pakai motor,' kata salah satu penghuni rumah itu. Perkampungan itu hanya terdapat dua rumah. Para pemilik rumah di sana masih satu keluarga.
Ironis memang mendengar pengakuan Y, jika profesinya menjadi pelacur diketahui sang ayah. Apalagi, Y juga mengaku jika mendengar dirinya mabuk, sang ibu hanya merespon datar. "Paling ditanya kamu mabuk ya," ujarnya ketika dia meminta permen untuk menghilangkan bau bir.
Sekilas, Y memang tak seperti gadis yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Wajahnya manis dengan tinggi sekitar 150 sentimeter. Perawakannya kecil. Ketika datang di cafe itu, Y menggunakan sandal berhak tinggi. Awalnya dia malu-malu. Namun, setelah setengah jam berkenalan, dia baru mulai banyak berbicara.
Sambil menyalahkan rokok, Y mencoba mencairkan suasana. Dia memang risih, mengingat cuma dia wanita sendirian di cafe itu. Dia pun menawarkan temannya agar ikut disewa dan hadir menemani Y.
"Biar tambah ramai, satu lagi ya. Ini kasihan musiknya enggak ada yang dijogetin," katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala mengikuti irama house musik dangdut penyanyi Citacitata 'Sakitnya tuh di sini'.
Memang mendengar pengakuan Y lumayan mengagetkan, tapi begitulah faktanya, prostitusi rumahan di sudut Kota Subang, Jawa Barat, terjadi. U, seorang mucikari merangkap Jawara kampung sudah mafhum benar jika banyak orang dari Jakarta datang untuk mencicipi pelacur asal Desa Saradan.
Bahkan, kata dia, orang-orang di desanya juga tak pernah mengusik keberadaan pelacuran di kampungnya. "Di sini biasa saja apalagi kalau jalannya sama saya, enggak ada yang berani rese," kata U. Paling mencengangkan, kata U pemuka agama di kampungnya juga sejauh ini tak pernah menegur.
Fakta itu memang benar adanya, jangankan ada orang mengusik untuk datang ke cafe itu, orang lewat di depan rumah prostitusi itu pun juga tak terlihat. Maklum tempat itu berada di pojok kampung. Hanya ada satu rumah dekat cafe itu. Jalan menuju rumah prostitusi itu pun belum diaspal. Warga yang melihat mobil maupun motor lalu lalang menuju rumah itu pun tak direspon.
Entah alasan apa, prostitusi rumahan di dalam Kampung Saradan itu tak pernah ditutup oleh warga sekitar. Padahal secara nyata, aktivitas berbau lendir itu justru mengotori nama kampungnya. "Sejauh ini belum pernah ada, malah warga menahan aparat ketika hendak melakukan razia di kampung saradan," terang U.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kapolsek Pemulutan AKP Marinus Ginting menyebut sejauh ini belum ada laporan dari pihak yang dirugikan.
Baca SelengkapnyaKasus itu bermula ketika anak perempuan MR, warga Kecamatan Candipuro dikabarkan hamil oleh warga setempat.
Baca Selengkapnya