Membuat Pertamina tidak diejek-ejek sepanjang masa
Merdeka.com - Kebahagiaan yang hanya hampir saja membuat Pertamina tidak diejek-ejek sepanjang masa
Hampir saja saya merasa bahagia yang berkepanjangan. Yakni ketika mengetahui bahwa laba PT Pertamina (Persero) berhasil mencapai Rp 25 triliun. Itulah laba terbesar dalam sejarah Pertamina. Juga laba terbesar di lingkungan BUMN. Bahkan laba terbesar yang bisa dicapai oleh sebuah perusahaan apa pun di Indonesia sepanjang tahun 2012.
Saya pun minta agar Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengumumkannya. Agar capaian yang hebat itu bisa membuat masyarakat bangga pada Pertamina. Setidaknya bisa mengurangi ejekan sinis masyarakat kepada Pertamina. Maka pada laporan keuangan kepada publik bulan lalu, disertakanlah judul ini: Pertamina berhasil memperoleh laba terbesar dalam sejarahnya.
-
Apa hasil terbesar Pertamina pada tahun 2023? PT Pertamina (Persero) berhasil membukukan laba total sebesar USD 4,77 miliar atau sekitar Rp 72,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.255 per USD).
-
Apa yang menjadi pencapaian Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan? Blok Rokan mencatatkan lifting migas sekitar 59 juta barel selama tahun 2023. Pencapaian ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 57,3 juta barel.
-
Bagaimana Pertamina meningkatkan produksi di Blok Mahakam? Melalui beragam inovasi dan penerapan teknologi yang tepat, Pertamina berhasil menahan laju penurunan produksi alamiah dan sekaligus meningkatkan produksi migas Pertamina yang sangat penting dalam mendukung pemenuhan kebutuhan energi Indonesia.
-
Apa penghargaan tertinggi yang diraih Pertamina? Pertamina meraih delapan penghargaan termasuk 'Best of The Best Sustainability' yang menjadi penghargaan tertinggi.
-
Apa yang Pertamina tambah? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY.
-
Bagaimana Pertamina mendorong pertumbuhan ekonomi? 'Karena inilah kekuatan Indonesia,'ujar Nicke.
Melalui twitter (@iskan_dahlan) saya pun ikut membagi kebahagiaan itu. Tentu saya ingin memberikan penghargaan pada jajaran Pertamina. Berita gembira itu juga saya manfaatkan untuk kampanye menumbuhkan harapan umum. Manufacturing hope. Yakni bahwa perbaikan dan kerja keras yang dilakukan jajaran Pertamina sudah mulai memberikan hasil yang nyata. Berarti kalau perbaikan, efisiensi, dan kerja teras terus dilakukan, hasilnya akan lebih hebat lagi.
Saya ingin ada satu harapan untuk dunia twitter, khususnya yang terkait dengan politik, yang terlalu didominasi oleh pesimisme dan putus harapan. Pesimisme perorangan adalah hak, tapi pesimisme massal bisa membawa kehancuran.
Saya pun segera membayangkan bahwa masyarakat akan ikut bahagia mengikuti twit perkembangan terbaru di Pertamina itu. Dan saya akan menggunakan kebahagiaan masyarakat tersebut untuk terus memacu kinerja manajemen Pertamina. Misalnya lifting minyak yang harus naik untuk menjadikan Pertamina perusahaan minyak kelas regional.
Sekarang ini Pertamina baru bisa menghasilkan minyak 500.000 barel per hari. Jauh dari kelas perusahaan minyak tingkat Asean sekali pun. Karena itu tahun ini Pertamina membentuk Brigade 300K. Terdiri dari anak-anak muda Pertamina yang umurnya maksimum 29 tahun. Brigade ini bertugas menambah produksi minyak Pertamina 300 ribu barel lagi per hari. Inilah brigade yang akan membuat produksi total Pertamina menjadi 800 ribu barel. Dan target itu harus tercpai akhir tahun depan. Di dalamnya dihitung produksi energi geothermal yang disetarakan dengan minyak.
Tiap bulan saya mengikuti perkembangan Brigade 300K ini. Termasuk ikut mencarikan jalan keluar kalau terjadi hambatan di luar Pertamina. Misalnya bagaimana Pertamina bisa menjual geothermalnya ke PLN dengan cepat. Kesepakatan pun segera dicapai: sembilan lokasi geothermal milik Pertamina yang skalanya besar-besar itu bisa segera dikerjakan.
Tapi semua itu belum cukup. Harapan masyarakat terhadap Pertamina memang sangat besar. Pengumuman mengenai besarnya laba yang berhasil dicapai Pertamina itu, misalnya, ternyata belum bisa membahagiakan masyarakat. Mereka menginginkan Pertamina yang jauh lebih hebat. Mereka tidak mempersoalkan laba, omset, dan sebangsanya. Masyarakat menginginkan Pertamina yang membanggakan.
Masyarakat ternyata langsung membandingkannya dengan Petronas, Malaysia.
“Laba Petronas Rp 160 triliun!" ujar follower twitter saya.
Saya pun tersadar dari lamunan kebahagiaan. Terbangun. Kebahagiaan saya akan prestasi Pertamina itu ternyata hanya berlangsung kurang dari lima menit. Padahal semula saya mengira kebahagiaan itu akan berlangsung selama setahun penuh. Lalu disambung dengan kebahagiaan berikutnya manakala melihat hasil kerja jajaran Pertamina tahun 2013.
Ternyata hukum kebahagiaan tidak seperti itu. Bahagia itu bisa naik dan tiba-tiba bisa anjlok. Kebahagiaan saya itu langsung lenyap saat membaca twit pembandingan antara laba Pertamina dan laba Petronas.
Itu persis seperti kebahagiaan seorang pembina sepakbola di Indonesia. Setidaknya seperti yang saya alami selama memimpin Persebaya dulu. Begitu peluit panjang berbunyi dan Persebaya menang, bahagianya bukan main. Tapi kebahagiaan itu hanya berlangsung sekitar lima menit. Begitu keluar dari garis lapangan, para wartawan langsung mengerubung dengan pertanyaan yang mengakhiri kebahagiaan itu: berapa juta bonus yang akan diberikan kepada setiap pemain. Maka kebahagiaan pun langsung beralih ke bagaimana cara mendapatkan uang untuk membayar bonus saat itu juga.
Begitulah pula soal kebahagiaan Pertamina ini. Begitu kicauan mengenai laba Petronas tersebut saya baca hati saya langsung terbakar. Saya benar-benar gelisah. Pikiran saya dipenuhi pertanyaan ini: bagaimana cara mengejar Petronas. Sudah lama masyarakat tidak bisa menerima kalau Pertamina sampai kalah dari Petronas. Apalagi kalahnya telak.
Ketika berada di Rumah Sakit Tianjin untuk check-up rutin tahunan pekan lalu, saya memiliki waktu merenung lebih panjang. Saya utak-atik berbagai kemungkinan untuk bisa mengejar Petronas. Saya browsing di internet. Saya pelajari angka-angka. Kekalahan Pertamina atas Petronas itu ternyata sudah sangat lama. Sudah lebih 30 tahun. Grafiknya pun kian memburuk.
Tapi apa yang bisa diperbuat? Sungguh tidak mudah menemukan jalannya. Padahal soal kekalahan Pertamina ini sudah bukan lagi soal kekalahan sebuah perusahaan biasa. Ini sudah menyangkut harga diri negara dan bangsa. Ini sudah soal merah putih. Pertamina sudah menjadi lambang negara. Di bidang sawit kita sudah bisa mengejar Malaysia. Garuda Indonesia sudah mengalahkan Malaysia Airlines. Semen dan pupuk kita sudah jauh di depannya. Di bidang pelabuhan kita sedang mengejarnya dengan proyek PT Indonesia Port Corporation (Pelindo II) yang insyaallah pasti bisa.
Tapi kita masih belum bisa menemukan jalan untuk Pertamina. Program-program Pertamina yang ada sekarang memang ambisius, tapi baru akan bisa membuat Pertamina masuk ke jajaran perusahaan minyak kelas regional. Masih jauh dari prestasi Petronas.
Memang ada jalan pintas. Bahkan sangat cepat. Semacam jalan tol di Jerman. Maksudnya, jalan tol yang tidak pakai bayar. Dengan jalan ini Pertamina bisa mengalahkan Petronas hanya dalam waktu empat tahun. Setidaknya sudah bisa membuatnya sejajar dengan Petronas. Tapi saat saya menulis naskah ini, di sebuah ruang check-up Rumah Sakit Tianjin, saya terpikir kesulitan-kesulitannya: “jalan tol” itu bukan milik Pertamina. “Jalan tol” itu milik perusahaan luar negeri yang akan habis izinnya tahun 2017 nanti: Blok Mahakam.
Saya pun minta Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, untuk membuat kalkulasi ini: seandainya Blok Mahakam kembali sepenuhnya ke negara, dan negara menyerahkannya ke Pertamina, berapa laba Pertamina di tahun 2018? Dan tahun-tahun berikutnya?
Dengan cepat jawaban Karen masuk ke HP saya: Rp 171 triliun.
Saya tidak tergiur dengan angka itu. Saya lebih tergiur pada bayangan betapa bangganya kita memiliki Pertamina yang tidak lagi diejek-ejek sepanjang masa.
*Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN (mdk/rin)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Harga minyak mentah dunia terus menunjukan tren pelemahan hingga USD74,5 per barrel. Meski demikian, penurunan itu tidak diikuti oleh harga BBM Pertamina.
Baca SelengkapnyaLaba bersih ini merupakan laba dari entitas induk. Jika dilihat secara laba keseluruhan, nilainya mencapai Rp72 triliun.
Baca SelengkapnyaKemudian harga BBM non-subsidi jenis Pertamax Green 95 tetap dijual Rp13.900 per liter.
Baca SelengkapnyaMelalui dukungan yang semakin kuat dari Pemerintahan Prabowo, akan membuat performa BUMN termasuk Pertamina semakin meningkat.
Baca SelengkapnyaMenurut Menteri ESDm, itu wajar dilakukan saat harga minyak dunia turun imbas gencatan senjata Israel dan Hamas.
Baca SelengkapnyaPertamina mengatakan bahwa suplai BBM terus dijaga di level 20 hari dan telah diamankan dari produksi kilang dan kargo dari kawasan Asia.
Baca SelengkapnyaDaftar harga BBM terbaru di SPBU Pertamina per 1 Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaPertamina tidak menaikkan harga BBM meski harga minyak dunia merangkak naik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat melemah.
Baca SelengkapnyaKomisi VI DPR RI memberikan apresiasi atas kinerja positif Pertamina sepanjang 2023.
Baca SelengkapnyaPenyesuaian harga BBM non-subsidi Pertamina Patra Niaga mengacu pada tren harga rata-rata ICP.
Baca SelengkapnyaHarga BBM di SPBU Pertamina tidak mengalami kenaikan per 1 Maret 2024 ini.
Baca SelengkapnyaKinerja positif hulu migas Pertamina tersebut memiliki dampak besar, selain pencapaian target lifting migas dalam APBN juga terhadap indikator makro ekonomi.
Baca Selengkapnya