Pejuang perempuan dari Kabupaten Agam
Merdeka.com - Kota Gadang sudah mulai mengalami kemajuan ketika Roehana Koddoes kembali dari tanah rantau. Sekolah-sekolah sudah mulai dibuka, namun hanya satu dua saja perempuan yang ikut di dalamnya.
Kebiasaan menulis dan membaca keras tak ditinggalkan Roehana. Dia ingin masuk dan bergaul dalam kehidupan remaja di Kota Gadang meski ia kerap menjadi bahan gunjingan oleh kebiasaannya membaca dan menulis.
Namun, situasi tak memadamkan bara semangat dan cita-cita Roehana. Tuo Sini, nenek Roehana termasuk orang yang memahami maksud remaja itu. Tuo Sini kerap menyemangati Roehana muda meminta gadis itu bersabar dengan cita-citanya.
-
Mengapa Kartini memperjuangkan hak perempuan? Kartini lahir dalam keluarga bangsawan Jawa yang konservatif. Namun, hal ini tidak menghalangi semangat dan keinginannya untuk memperjuangkan kebebasan dan pendidikan bagi perempuan.
-
Bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik? 'Wanita itu sama seperti bunga. Mereka harus diperlakukan dengan lembut, baik, dan penuh kasih sayang.' - Ali bin Abi Thalib
-
Bagaimana RA Kartini memperjuangkan hak perempuan? Kartini juga mendirikan sekolah untuk perempuan di desanya sendiri, menghadapi tantangan dan oposisi dari budaya dan tradisi yang ada.
-
Bagaimana Kartini memperjuangkan hak perempuan? Dengan tekad dan pandangan yang kuat, Kartini berjuang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
-
Siapa yang bisa memberi pelajaran buat anak perempuan? Kata-kata ini mengandung pesan bijak yang bisa menjadi pelajaran khusus untuk anak perempuan.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
"Pikirannya progresif dan menembus SARA. Dia pernah menulis tentang perempuan Hindu," ujar Fitriyati, penulis buku biografi Roehana Koddoes saat berbincang dengan merdeka.com di Balai Budaya Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu pekan lalu.
Kesabaran Roehana pun berbuah hasil. Lambat laun kawan-kawannya di Kota Gadang mendekati Roehana yang tengah asyik membaca buku cerita. Mereka diam-diam tertarik dan mengharapkan agar Roehana mengajarkan mereka menulis dan membaca.
Sejak itu, gadis remaja dan anak-anak yang belum bersekolah belajar menulis dan membaca dengan Roehana. Lagi-lagi, berkat dukungan keluarga, Roehana dan kawan-kawannya diizinkan menggunakan kamar di salah satu rumah gadang untuk digunakan sebagai kelas.
Selain itu, murid-murid yang belajar di rumah Roehana tak cuma remaja perempuan dan anak-anak, terdapat juga ibu muda dan anak laki-laki yang belum bersekolah menjadi murid Roehana. Kelak, Roehana tak saja mengajarkan baca dan tulis tetapi juga mengajari mereka keterampilan jahit-menjahit, menyulam, merajut, menenun, dan lain sebagainya.
Tercatat, Roehana juga memiliki hubungan persahabatan dengan nyonya-nyonya Belanda ketika memasarkan hasil kerajinan mereka. Dari hubungan ini pula mereka saling bertukar informasi dengan surat-menyurat tentang peristiwa di luar negeri.
Roehana menikah dengan Abdoel Koddoes, seorang laki-laki pilihan keluarganya yang tak lain kemenakan ayahnya Rasjad pada tahun 1908 pada usia 24 tahun. Meski tak begitu kaya, Roehana bersyukur memiliki seorang suami yang berwawasan luas dan berjiwa pemuda pergerakan yang menginginkan perubahan situasi politik di tanah Melayu.
Namun pernikahan dengan Abdoel inilah yang membuat Roehana menjadi bahan gunjingan. Pergerakan Abdoel melawan Belanda membuat Roehana dijauhkan dengan murid-muridnya.
"Jangan-jangan anak gadis kami ditangkap pula karena dia dituduh melawan Belanda," protes warga Kota Gadang.
Pada tahun 1911, organisasi Kerajinan Amai Setia resmi (KAS) didirikan. Tak terbayangkan bagaimana senangnya hati Roehana kala itu setelah sukses mengutarakan maksud organisasi itu. Amai Setia awalnya beranggotakan 60 orang perempuan, istri pemuka adat dan pemuka agama.
"Banyak perempuan yang bernasib buruk. Mereka bekerja sebagai buruh kasar di perkebunan, dibayar dengan upah yang rendah, menjadi mainan mandor dan bangsanya sendiri, menjadi nyai Belanda yang tidak mempunyai hak apapun sebagai istri dan diperbudak suaminya, dan gambaran yang menyedihkan," kata Roehana kala itu.
Setelah sukses mendirikan KAS dan dikenal luas di Kota Gadang, cita-cita Roehana mendirikan sekolah juga terwujud. Sekolah Kerajinan Amai Setia mendapat perhatian dari penduduk dan petinggi Belanda di Kota Gadang.
Roehana menitikberatkan sekolah pada pengajaran ilmu ekonomi bagi perempuan. Di sini Roehana mengangkat harkat perempuan di atas dominasi laki-laki.
"Kemajuan zaman tidak akan pernah membuat kaum perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetap perempuan dan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang berubah, perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang baik, tidak untuk ditakut-takuti, dibodoh-bodohi, apalagi dianiaya," kata Roehana seperti dikutip dalam buku biografi Roehana Koddoes.
Ciri yang melekat pada pribadi Roehana adalah kebiasaannya membaca surat kabar. Kebiasaan membaca dan menulis dalam catatan harian membawa ia untuk mendirikan surat kabar Soenting Melajoe yang terbit perdana pada 10 Juli 1912. Surat kabar ini merupakan satu-satunya surat kabar khusus untuk perempuan kala itu.
Soenting Melajoe berdiri berkat dukungan pemimpin redaksi surat kabar Oetoesan Melajoe, Soetan Maharadja yang memahami baik maksud Rohana kala itu. Menurut Firtiyanti, tulisan Roehana di Soenting Melajoe sangat maju ke depan dan menembusa SARA.
"Tahun 1911 itu Roehana sudah mendirikan gedung Amai Setia, sudah menerbitkan surat kabar," tutur Fitriyati.
Badai menerpa Roehana ketika dituduh menyalahgunakan uang KAS. Terlebih adanya tekanan keluarga karena tak juga melahirkan seorang anak, Roehana bersama suami pun memilih keluar dari Kota Gadang ke Bukit Tinggi. Di Bukit Tinggi inilah berdiri Roehana School, di mana murid-muridnya merupakan gadis-gadis remaja yang bersekolah umum.
Menurut Fitriyati, reputasi Roehana School cepat terkenal luas oleh nama Roehana sebagai pemimpin redaksi surat kabar Soenting Melayu. Perjuangan-perjuangan Rohana menggerakkan kaum perempuan berlanjut terus hingga kepindahannya ke Medan setelah ditawari mengajar kepandaian perempuan di Sekolah Dharma Poetra.
Pada tahun 1950, Roehana dan suaminya kembali ke Kota Gadang dengan kondisi suaminya yang sakit-sakitan. Setahun kemudian Abdoel Koddoes meninggal dunia. Di usia senjanya Roehana tidak lagi mengajar dan menulis. Pada tahun 1989, Roehana hijrah ke Jakarta dan meninggal di perantauan pada tahun 1988.
Jasa-jasa Roehana ini membuat Fitriyati bertekad memperjuangkan gelar pahlawan nasional bagi pejuang perempuan itu. Sejauh ini, Roehana menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia pada 1974.
Pada Hari Pers Nasional ke-3 pada 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya gelar Perintis Pers Indonesia. Pada tahun 2008 pemerintah menganugerahkan Roehana dengan Bintang Jasa Utama.
"Kita sudah berusaha dan menemui Mendikbud tapi iya-iya saja. Sebenarnya sudah ada keinginan teman-teman di media sosial agar Roehana digelari Pahlawan Nasional," tandas Fitriyati. (mdk/arb)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Raden Adjeng Kartini berjuang untuk memberikan hak-hak yang setara bagi perempuan.
Baca SelengkapnyaSemasa hidup, Kartini pun banyak menuliskan kata-kata yang menginspirasi hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaAlissa menekankan pentingnya generasi muda untuk meneruskan semangat Kartini dalam memperjuangkan keadilan sosial.
Baca SelengkapnyaPuisi Hari Kartini mencerminkan penghormatan dan apresiasi terhadap dedikasi sosok Kartini.
Baca SelengkapnyaMusdah menyayangkan jika masih banyak perempuan terjebak doktrin mengharuskan mereka tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak.
Baca SelengkapnyaSemarakkan Hari Kartini 2024 dengan membagian caption inspratif mengenai sosok pejuang emansipasi wanita ini.
Baca SelengkapnyaAirin menawarkan program Kartini Banten sebagai solusi untuk memberikan perlindungan anak dan perempuan serta jaminan pendidikan.
Baca SelengkapnyaDebat Pilgub Jabar berlangsung Senin (11/11) malam, di Graha Sanusi Unpad, Kota Bandung.
Baca SelengkapnyaIbu Bintang Puspayoga menyapa ratusan perempuan hebat Aceh dalam acara Keajaiban Perempuan Indonesia.
Baca SelengkapnyaSosok Rahmah El Yunusiyah, pejuang emansipasi wanita sekaligus pendiri sekolah bagi kaum wanita di Padang Panjang.
Baca SelengkapnyaSemasa hidup, Kartini merupakan sosok pejuang wanita yang teguh memegang prinsipnya pada kebebasan wanita untuk mendapat haknya.
Baca Selengkapnya"Jangan sampai Banten ini jatuh ke lubang yang sama. Kalau jatuh ke lubang yang sama, itu namanya jadi keledai,” ujar Dimyati.
Baca Selengkapnya