Uang 'Siluman' di Pertarungan Pemilu
Merdeka.com - Supardi (bukan nama sebenarnya), mendadak dipanggil ke Jakarta. Seorang petinggi partai politik menghubunginya. Dia diminta datang ke gedung wakil rakyat di Senayan.
Dia masih ingat betul. Kala itu, sang pejabat memintanya mendukung salah satu kandidat bupati jelang pilkada serentak 2020. Saat itu Supardi menjabat ketua dewan pimpinan cabang (DPC) salah satu parpol di sebuah kabupaten kecil di Provinsi Jawa Tengah.
Dalam pertemuan tersebut, sang pejabat menyatakan siap menggelontorkan uang kepada Supardi. Nilainya hingga miliar rupiah. Asal, parpol yang berada di bawah komando Supardi, mau mendukung jagoan sang pejabat.
-
Kapan masa kampanye Pilkada 2024 dimulai? Masa kampanye Pilkada 2024 berlangsung selama 29 hari, mulai dari tanggal 25 September 2024 hingga 23 November 2024.
-
Kapan tahapan persiapan Pilkada 2024 dimulai? Pertama, tahap persiapan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah adanya pengumuman Pilkada 2024.
-
Bagaimana tahapan Pilkada 2024? Tahapan sendiri dimulai dari Perencanaan Program dan Anggaran telah dilaksanakan sejak Januari 2024 lalu. Tahapan Lengkap Pilkada 2024 Tahapan Pilkada 2024 secara rinci terbagi menjadi dua, yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan pemilihan.
-
Apa saja tahapan Persiapan Pilkada 2024? Perencanaan Program dan Anggaran: Jumat, 26 Januari 2024Penyusunan Peraturan Penyelenggaraan Pemilihan: Senin, 18 November 2024Perencanaan Penyelenggaraan yang Meliputi Penetapan Tata Cara dan Jadwal Tahapan Pelaksanaan Pemilihan: Senin, 18 November 2024Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS: Rabu, 17 April 2024 - Selasa, 5 November 2024 Pembentukan Panitia Pengawas Kecamatan, Panitia Pengawas Lapangan, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara: Sesuai jadwal yang ditetapkan oleh BawasluPemberitahuan dan Pendaftaran Pemantau Pemilihan: Selasa, 27 Februari 2024 - Sabtu, 16 November 2024Penyerahan Daftar Penduduk Potensial Pemilih: Rabu, 24 April 2024 - Jumat, 31 Mei 2024Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih: Jumat, 31 Mei 2024 - Senin, 23 September 2024
-
Bagaimana tahapan Pemilu Tahun 2024 dimulai? Proses ini telah dimulai pada 14 Juni 2022, 20 bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara yang dijadwalkan pada 14 Februari 2024.
-
Kapan Pilkada serentak 2024 akan dilaksanakan? Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilaksanakan pada 27 November mendatang untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
Supardi dan partainya, awalnya berada di pihak lawan (incumbent). Namun, internal koalisi bersama calon incumbent tak menemukan jalan keluar jelang pilkada digelar. Komposisi pasangan calon yang diajukan menemui jalan buntu.
Padahal, kala itu parpolnya punya 7 kursi DPRD. Satu kursi dihargai Rp200 juta oleh sang incumbent. Untuk pemenuhan biaya kampanye calon. Total Rp1,4 miliar.
Lobi-lobi dilakukan. Supardi pun akhirnya memilih mengikuti perintah sang pejabat. Menolak Rp1,4 miliar, dia mengalihkan dukungan kepada calon lain. Maharnya tak kalah menarik.
"Angkanya tak bisa saya sebut, tapi lebih dari tawaran incumbent," ujar Supardi kepada merdeka.com sembari tertawa awal Maret lalu.
Dia menegaskan, uang tersebut tak masuk kantong pribadi. Tapi untuk pemenuhan biaya kampanye. Supardi mengakui praktik jual beli kursi untuk dukungan pasangan calon Pilkada sudah lumrah terjadi. Bukan tanpa sebab, biaya politik yang tinggi menjadi salah satu faktor utama.
Misalnya, parpol butuh dana untuk kampanye. Memasang billboard, spanduk, bahkan umbul-umbul agar calonnya dikenal rakyat.
Tapi Supardi menegaskan, pengalihan dukungan tersebut bukan semata mahar jual beli kursi. Tapi realitas politik bagi parpolnya yang tak bisa bergabung dengan incumbent saat itu. Meskipun pada akhirnya, incumbent kembali menang. Jalur MK sempat ditempuh. Tetap saja kalah.
Cerita soal 'beli kursi' untuk syarat pencalonan kepala daerah ini juga dituturkan oleh tokoh yang mengincar kursi kepala daerah di Pilkada 2024. Politikus salah satu partai pendukung pemerintah ini mengaku menyiapkan 'isi tas' guna mendapatkan tiket pilkada.
Dia bercerita, setidaknya untuk tingkat gubernur, membutuhkan uang ratusan miliar. Dia mengaku siap apabila harus membeli kursi anggota DPRD tingkat provinsi. Budgetnya Rp1 miliar per kursi.
"Tapi dibayar setengah dulu," ujarnya.
Sang pejabat tak ingin, uang yang dikeluarkannya sia-sia. Jika sudah mendapatkan tiket dan bertarung di pilkada, apapun hasilnya, sisa utang beli kursi akan dilunasinya.
Dia menceritakan, banyak kasus terjadi, seorang bakal calon kepala daerah sudah menyetor uang ke parpol. Namun hasil akhir, rekomendasi tak jatuh ke namanya.
"Enggak bisa dong lunas di depan. Nanti uang diambil, enggak dapat rekom," katanya.
Menurutnya, meski Pilkada serentak baru digelar November 2024, setelah Pilpres pada Februari 2024, namun sejumlah tokoh yang berniat maju sudah mulai ambil ancang-ancang.
Dia mengungkapkan, beberapa calon kepala daerah itu telah melakukan pertemuan dengan para petinggi parpol. "Yang dibahas ya 'isi tas'. Punya uang berapa kalau mau nyalon," terang dia.
Sumber lain merdeka.com, seorang anggota tim sukses di Pilkada wilayah Jawa Barat bercerita. Timnya merasa diperas oleh parpol pendukung sendiri.
Pengurus parpol itu meminta dana Rp30 juta. Dianggap sebagai uang operasional untuk memasang alat peraga kampanye di jalan-jalan.
Padahal, katanya, sebagai parpol pendukung, adalah tugas dan tanggung jawabnya dalam memenangkan calon yang diusung.
"Mereka kirim foto ke kami. APK (alat peraga kampanye) kita cuma ditumpuk di gudang," ujar sumber tersebut.
Simak berita Pemilu selengkapnya di Liputan6.com
Menghitung Modal Jadi Kepala Daerah
Mahalnya biaya menjadi kepala daerah sudah menjadi rahasia umum. Jumlah dana kampanye yang dilaporkan para kandidat ke KPU saat pilkada usai diyakini bukan angka riil yang dihabiskan di lapangan.
Menyitir data Kemendagri, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, para calon bupati, wali kota, dan gubernur harus merogoh kocek puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Tergantung wilayahnya.
Untuk kabupaten/kota di pinggiran, modal yang harus disiapkan, mulai dari mendapatkan rekomendasi hingga diusung parpol hingga kampanye dan membayar saksi di TPS, calon kepala daerah mengeluarkan Rp20-50 miliar. Angka itu membengkak untuk wilayah menengah. Minimal Rp50-100 miliar bisa dihabiskan.
"Untuk yang metro sudah di atas Rp150 miliar," kata Ghufron beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, keputusan untuk memilih mekanisme pemilihan daerah secara langsung di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota melalui pasal 56 UU 32/2004 merupakan semangat reformasi untuk membangun demokrasi lokal yang demokratis.
Dalam perjalanannya, ada upaya untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan pemerintah dengan menggelar pelaksanaan pilkada secara serentak yang dimulai sejak tahun 2015 di 269 daerah (9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten), tahun 2017 sebanyak 101 daerah (7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten), hingga pilkada langsung serentak 2018 sebanyak 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten).
Sayangnya, berdasarkan penelitian Puskapol UI, desain peraturan pilkada langsung belum sampai pada memikirkan bagaimana menekan ongkos politik peserta. Setiap calon dibayang-bayangi oleh modal politik yang perlu disiapkan.
Para kandidat sejak awal dibebani mulai perkara mahar politik untuk mendapatkan rekomendasi partai, biaya menggerakkan mesin partai, mendanai tim pemenangan, biaya kampanye online dan offline, sumbangan politik pada masyarakat, hingga pembayaran saksi di TPS.
Sulit bagi calon untuk mendanai sendiri semua kebutuhan itu. Muncullah kemudian pihak-pihak yang memberikan sumbangan. UU Pemilu dan UU Pilkada tidak membatasi dana kampanye yang berasal dari calon itu sendiri. Hanya diatur batas maksimal sumbangan dana kampanye pihak ketiga.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dalam pasal 7 ayat 1 sampai 3 dijelaskan, sumbangan dana kampanye yang berasal dari partai dan badan hukum swasta maksimal sebesar Rp750 juta. Sedangkan sumbangan dari pihak perseorangan dibatasi maksimal sebesar Rp75 juta.
Aturan KPU mengharuskan sumbangan dana kampanye dilengkapi dengan identitas lengkap penyumbang. Aturan itu juga mengatur pencatatan dua bentuk sumbangan yang bisa berupa uang atau barang dan jasa.
Laporan Dana Kampanye Tak Sesuai Pengeluaran
Pada Pilkada 2020, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pernah melakukan riset biaya kampanye. Di antara 9 daerah yang menggelar pemilihan gubernur, dana kampanye tertinggi yang dilaporkan ke KPU adalah pasangan calon gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran dan Pratowo. Angkanya mencapai Rp34.680.532.391.
Sementara paling rendah adalah pasangan calon gubernur Sulawesi Utara, Vonnie Anneke Panambunan dan Hendry C M Runtuwene dengan nominal Rp50.000,000.
Faktanya, dana kampanye yang dilaporkan resmi itu jauh dari jumlah dana yang dikeluarkan para calon. Perludem menduga, banyak dana yang dikeluarkan namun tidak dimasukkan dalam laporan.
Dari temuan riset Perludem, di Pilkada Kota Madiun, Jawa Timur tahun 2018, kandidat Harryadin Mahardika-Arief Rahman tercatat melaporkan mengeluarkan dana kampanye hanya Rp841.913.440. Namun, penelusuran riilnya pengeluaran calon tersebut mencapai Rp7.020.500.
Dalam tulisannya di The Conversation, Fiantonius Sihotang, akuntan publik yang terlibat mengaudit dana kampanye pemilu legislatif di Provinsi Sumatera Utara pada 2019 mengungkapkan, ada celah dari aturan batasan sumbangan kampanye dengan praktik yang ditemukan di lapangan.
Peraturan KPU tidak membatasi sumbangan dalam bentuk barang dan jasa dan tidak adanya keharusan untuk mencatat sumbangan tersebut ke rekening bank.
Dalam audit ditemukan, semua peserta pemilu melaporkan penerimaan sumbangan dana kampanye tidak dalam bentuk uang tunai, tapi dalam bentuk barang dan jasa yang jumlahnya bisa lebih besar dari yang dilaporkan karena tidak termonitor dan terverifikasi dalam rekening koran.
Dosen FEB Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya itu juga menyebutkan, parpol pada umumnya melaporkan penerimaan dalam bentuk sumbangan barang dan jasa sesuai dengan batasan sumbangan yang diperbolehkan, padahal jumlah sebenarnya bisa lebih dari yang dilaporkan.
Dia mencontohkan, salah satu peserta pemilu menerima sumbangan dalam bentuk kaus, spanduk, biaya percetakan, dan jasa penyanyi pada saat kampanye terbuka. Sumbangan ini diterima hanya dengan bukti dokumen kwitansi pembelian barang dan pembayaran jasa saja yang nilainya rawan dimanipulasi.
"Manipulasi data sumbangan kampanye akan sulit dilakukan jika seluruh penerimaan dana kampanye termasuk dalam bentuk barang dan jasa masuk ke rekening bank terlebih dahulu. Setelah dana masuk baru bisa dikeluarkan untuk belanja barang dan jasa," ujar Fiantonius.
Sistem pengawasan yang ada saat ini juga belum melibatkan publik untuk ikut mengawasi. "Laporan akhir penggunaan dana kampanye hanya diunggah setelah diaudit oleh akuntan publik independen di laman KPU dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang proses pelaporannya masih tertutup," ujarnya.
Saat Cagub Berutang untuk Kampanye
Berdasarkan Peraturan KPU, setiap pasangan calon wajib melaporkan dana kampanye mereka sebanyak tiga kali. Pertama, laporan awal dana kampanye. Kedua, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye, dan ketiga, laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). Ketiga laporan itu wajib disampaikan kepada KPU agar kandidat tidak didiskualifikasi.
Pada kenyataannya, laporan dana kampanye tersebut tidak menggambarkan kondisi ril yang dikeluarkan setiap kandidat. LPPDK hanya untuk memenuhi syarat administrasi saja.
Kasus 'utang' Anies Baswedan terhadap Sandiaga Uno dengan total Rp92 miliar beberapa waktu lalu sempat heboh, mengonfirmasi angka-angka ratusan miliar rupiah dana kampanye itu.
Saat maju di Pilgub DKI 2017, Anies membuat surat perjanjian pengakuan utang pada 9 Maret 2017 dengan Sandiaga Uno yang mewakili 'konsorsium' pemodal sebanyak dua kali. Dia menerima dana untuk pemenangan sebesar Rp20 miliar, Rp30 miliar, dan Rp42 miliar. Dana itu dia terima bertahap mulai Januari 2017.
"Dengan demikian Saya mengakui total jumlah Dana Pinjaman I, Dana Pinjaman II dan Dana Pinjaman Ill adalah sebesar Rp92.000.000.000,00 (sembilan puluh dua miliar rupiah). Saya mengetahui bahwa Dana Pinjaman Ill tersebut berasal dari pihak ketiga dan Bapak Sandiaga S. Uno menjamin secara pribadi pembayaran kembali Dana Pinjaman III tersebut kepada pihak ketiga."
Perjanjian bertanda tangan di atas meterai itu menyatakan, jika Anies kalah, dia akan bertanggung jawab menanggung pembayaran utang tersebut. Sebaliknya, jika Anies-Sandi terpilih, utang tersebut tidak perlu dibayar atau dianggap dihapuskan dengan mekanisme yang akan ditentukan Sandiaga Uno.
Dalam laporannya ke KPU, Tim Kampanye Anies Baswedan-Sandiaga Uno melaporkan pengeluaran pengeluaran selama kampanye putaran satu Pilgub DKI, pasangan ini menghabiskan sebesar Rp 64.719.656.703. Kemudian saat putaran kedua, Anies-Sandi mengeluarkan biaya kampanye sebesar Rp 17,9 miliar. Total selama dua putaran, dana yang digelontorkan Rp82 miliar lebih.
Mengacu pada pengakuan surat utang Anies, ada selisih sedikitnya Rp10 miliar dana yang dia terima sebagai modal kampanye dengan yang dilaporkan ke KPU.
Mempertanyakan Peran KPU
Lantas, bagaimana selama ini peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) menelusuri dana kampanye yang dilaporkan? Anggota KPU Idham Holik mengungkapkan, pihaknya masih menyusun draf peraturan laporan dana kampanye untuk pemilu serentak 2024. Ada sejumlah aturan yang akan diperkuat.
Berbeda dengan Pemilu 2019, masa kampanye pemilu serentak 2024 berdasarkan lampiran satu peraturan KPU No 3 tahun 2022, ditetapkan selama 75 hari yang akan dimulai pada tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024.
"Saat ini kami sedang melakukan beberapa kajian dalam rangka memperbaiki pengaturan pelaporan dana kampanye pada pelaksanaan kampanye serentak 2019 yang lalu," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com.
Idham belum bisa menjelaskan berapa batas maksimal dana sumbangan kampanye dalam aturan yang sedang dibahas KPU. Salah satu penyebabnya saat ini masih menunggu putusan judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Terkait penggunaan dana kampanye, Idham menjelaskan, KPU dan Bawaslu bekerja sama melakukan pengawasan. Dari pelaksanaan kampanye yang dilakukan para kandidat, termasuk parpol, bisa diperkirakan berapa biaya yang mereka keluarkan.
Untuk pelaporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye yang ditengarai banyak yang tidak sesuai, Idham mengatakan, KPU tengah melakukan pembahasan intensif bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kami ingin mendalami berkaitan dengan regulasi-regulasi mengenai transaksi keuangan yang berlaku di negara ini," tukasnya.
Reporter Magang: Rafi Indra Jaya Putra
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Partai politik sudah mulai menjaring sejumlah tokoh yang dipertimbangkan diusung menjadi bakal calon Gubernur DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaPilkada akan dilangsungkan pada Rabu, 27 November 2024 secara serentak di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaPotensi kerawanan Pilkada 2024 tinggi dikarenakan persaingan yang sangat tinggi antarcalon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaApel ini juga menandakan dimulainya operasi pengamanan Pilkada yang akan berlangsung selama 127 hari.
Baca SelengkapnyaAturan Pilkada serentak diatur oleh undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaNamun untuk Bawaslu, masih ada 24 Pemda yang belum sepakat dengan usulan anggaran Bawaslu.
Baca SelengkapnyaPelaksanaan pemilu memiliki langkah-langkah yang terstruktur dan diatur secara ketat.
Baca SelengkapnyaRincian anggaran Pemilu 2024 yang diberikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Baca SelengkapnyaPemilu 2024 kapan? Pada dasarnya, tahapan Pemilu 2024 kini telah berlangsung.
Baca SelengkapnyaPemungutan suara pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta bakal berlangsung pada 27 November 2024.
Baca SelengkapnyaWakil Gubernur Kalimantan Selatan Muhidin akan maju lagi di Pilkada 2024. Kali ini dirinya mencalonkan diri sebagai calon gubernur
Baca SelengkapnyaYulianto Sudrajat menyampaikan, pemberitahuan terkait pendaftaran Pilkada dilaksanakan mulai tanggal 27 Februari 2024 - 16 November 2024.
Baca Selengkapnya