CEO Honda Malah Bingung saat Ditanya Manfaat Merger dengan Nissan
Toshihiro Mibe selaku CEO Honda kesulitan menjawab pertanyaan terkait manfaat merger dengan Nissan.
Proses penggabungan antara produsen mobil Nissan dan Honda direncanakan akan dilaksanakan pada pertengahan tahun 2026 untuk mencegah Nissan dari kemungkinan kebangkrutan.
Namun, merujuk pada laporan Business Times pada Jumat (3/1/2025), CEO Honda Toshihiro Mibe menyatakan bahwa “itu adalah pertanyaan yang sulit” ketika ditanya mengenai kekuatan Nissan sebagai mitra bisnis.
Sebelumnya, kedua belah pihak telah menyepakati Nota Kesepahaman (MoU) untuk memulai diskusi mengenai merger, dan juga akan membentuk sebuah komite khusus guna membahas rincian terkait hal ini.
CEO Nissan, Makoto Uchida, menunjukkan keyakinan yang tinggi terhadap aliansi ini. Ia percaya bahwa kekuatan kedua perusahaan akan memberikan daya lebih, sehingga dapat menghasilkan mobil yang lebih optimal.
"Uchida menyatakan, 'Apabila ini terwujud, kami akan mampu menawarkan nilai yang luar biasa kepada pelanggan di seluruh dunia yang menghargai merek kami. Dengan bekerja sama, kami bisa menciptakan pengalaman unik bagi konsumen untuk menikmati mobil, sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh masing-masing perusahaan secara terpisah.'"
Jadi Aliansi Terbesar Ketiga di Dunia
Mitsubishi Motors telah lebih dahulu membentuk kerjasama dengan Nissan. Gabungan dari tiga raksasa otomotif ini menciptakan sebuah entitas yang bernilai $50 miliar, setara dengan Rp 810,5 triliun. Dengan demikian, mereka akan menjadi perusahaan induk otomotif terbesar ketiga di dunia, setelah Toyota dan VW Group.
Usulan merger antara Nissan dan Honda muncul setelah Nissan mengalami penurunan yang signifikan. Perusahaan yang dikenal dengan teknologi e-Power ini baru-baru ini melakukan pemangkasan terhadap 9.000 karyawan dan mengurangi kapasitas produksinya sebesar 20 persen.
Gabungan tiga produsen dari Jepang ini dapat meningkatkan kapasitas produksi tahunan hingga sekitar 8 juta kendaraan. Jika hal ini terwujud, produk-produk yang dihasilkan akan memiliki platform dan mesin yang sama meskipun berada di bawah merek yang berbeda.
Kritik dari Mantan CEO Nissan
Mantan CEO Nissan, Carlos Ghosn, menyatakan bahwa penggabungan antara kedua perusahaan tersebut menjadi tantangan baru bagi Nissan. Ia juga berpendapat bahwa Honda mungkin tidak akan mendukung langkah ini. “Ini adalah tindakan yang berisiko. Kesepakatan ini tidak bersifat pragmatis, karena sebenarnya sulit untuk menciptakan sinergi antara kedua perusahaan. Secara praktis, tidak ada hubungan saling melengkapi di antara mereka, karena mereka beroperasi di pasar dengan produk yang serupa. Keduanya sangat mirip,” kata Ghosn dalam wawancara di Bloomberg Television, Jumat (20/12/2024).
Ghosn menyatakan bahwa saat ini Honda berada di bawah tekanan dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI) untuk melakukan kerjasama dengan Nissan demi kelangsungan hidup perusahaan. "Menurut pandangan saya, keputusan ini tidak mencerminkan logika industri, tetapi ada kalanya perusahaan harus memilih antara kinerja dan pengendalian. Jika bisa mendapatkan keduanya, itu lebih baik. Namun, kebijakan METI cenderung mengutamakan pengendalian dibandingkan kinerja, sehingga mereka jelas mendorong Honda untuk mencapai kesepakatan ini," ungkap Ghosn.