Tragedi Industri Mobil Indonesia: Segmen Bawah Tidak Berdaya, Kelas Atas Tak Minat
Merosotnya penjualan mobil di Indonesia punya banyak faktor mendasar, seperti karena penurunan daya beli dan ketertarikan pembeli.
Asosiasi Gaikindo telah melakukan revisi terhadap target penjualan mobil di Indonesia, yang tidak bisa dipisahkan dari berbagai faktor dan kondisi ekonomi saat ini.
Namun, terdapat catatan penting yang bahkan dianggap dapat membahayakan industri otomotif roda empat di tanah air. Beberapa aspek perlu diteliti lebih mendalam, dan jika ditinjau kembali, hal ini tidak terkait dengan penurunan jumlah kelas menengah, melainkan lebih kepada inovasi yang ada.
Harga yang Terlalu Mahal
MarkPlus dalam penelitiannya menemukan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat terhadap mobil baru di Indonesia. Salah satu faktor tersebut adalah persepsi bahwa harga mobil sudah terlalu tinggi, serta alasan di balik pandangan tersebut di kalangan masyarakat.
"Dalam survei kami, 56 persen responden menyatakan harga mobil terlalu mahal. Pajak yang tinggi dan bunga leasing yang besar menjadi penyebabnya, sehingga banyak yang beralih ke pembelian mobil bekas," ungkap Iwan Setiawan, CEO Markplus, Inc dan Marketeers, serta Co-Author dari seri Marketing X.0.
Ia juga menambahkan bahwa jarak antara pendapatan tahunan dan harga mobil semakin melebar.
"Dulu, saya bisa menabung 100 persen dari gaji setahun di luar pengeluaran, tetapi sekarang saya memerlukan lebih dari satu tahun gaji untuk membeli mobil," jelasnya.
Ketertarikan Terhadap Inovasi
Survei yang dilakukan oleh MarkPlus menunjukkan bahwa meskipun harga mobil mengalami peningkatan, banyak orang melihat bahwa hal tersebut hanya menawarkan kualitas atau fitur baru yang bersifat standar.
"Setiap tahun selalu ada mobil baru yang diluncurkan, ini sudah menjadi hal yang biasa, tidak ada perubahan yang signifikan. Namun, mengapa harga bisa melonjak begitu besar?" katanya.
Meskipun demikian, bukan berarti mobil baru tidak menarik perhatian. Daya tarik tersebut lebih terlihat pada kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). "Ada minat untuk mencoba mobil baru, tetapi khususnya di segmen EV.
Pertumbuhannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mobil berbahan bakar dalam (ICE). Meskipun masih diperdebatkan apakah ini benar-benar inovatif atau tidak, ada harapan bahwa EV dianggap berbeda dari penawaran yang ada selama ini," jelasnya.
Level Atas Tak Punya Nafsu
Menurutnya, jika hanya menawarkan inovasi kecil-kecilan dengan harga yang tinggi, industri otomotif roda empat akan menghadapi risiko serius.
"Dikatakan bahwa kelas menengah menyusut sebanyak 10 juta dalam sepuluh tahun terakhir. Namun, ini tidak terlalu berarti karena populasi Indonesia mencapai 280 juta jiwa. Sementara itu, jumlah orang kaya di Indonesia meningkat, begitu juga dengan mereka yang memiliki lebih dari satu mobil. Jadi, ada yang mengalami penurunan dan ada yang mengalami kenaikan," ujarnya.
Namun, bagi mereka yang sudah memiliki tiga mobil, saat ini, mobil baru terasa sangat mirip dengan yang lama.
"Tidak ada daya tarik untuk membeli. Yang berminat adalah mereka yang belum memiliki mobil baru, mungkin sebelumnya menggunakan mobil bekas atau motor. Akibatnya, di kalangan bawah tidak mampu, sedangkan di kalangan atas tidak ada minat," jelasnya.