Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Soe Hok Gie, pemuda Indonesia yang merdeka

Soe Hok Gie, pemuda Indonesia yang merdeka Soe Hok gie. kaskus.com

Merdeka.com - Buat lo yang udah sering baca tulisan-tulisan gue, mungkin udah pada tau kalo gue orangnya lumayan doyan baca buku. Berhubung gue orangnya telaten (anggep saja begitu), jadi setiap buku gua itu pasti selalu gua rawat, gua kasih sampul yang rapi, bahkan gua catet kapan gua beli/dapetin buku itu. Dari ratusan buku yang gua punya, kalo ditanya "Glenn, dari seluruh koleksi buku lo, buku mana sih yang paling berharga?" maka gua akan jawab tanpa ragu Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie. Wah, emang buku apaan tuh, kok bisa jadi paling berharga?

Buku ini sebetulnya lebih tepat disebut sebuah dokumentasi catatan harian seorang intelektual muda Indonesia (bernama Soe Hok-Gie) yang ditulis ketika dia berumur 15-27 tahun (1957-1969), tepat pada sebuah era dimana bangsa Indonesia mengalami pergulatan politik dan sejarah yang paling gelap sekaligus paling mencekam dalam sejarah bangsa Indonesia. Kebetulan banget, buku ini pertama kali gua dapatkan pada waktu gua berumur sama persis dengan Gie ketika dia pertama kali menulis "hari pertama" dalam catatan hariannya, yaitu ketika gua (dan Gie) sama-sama berumur 15 tahun.

Mungkin itulah sebabnya buku ini menjadi begitu spesial buat gua. Karena bisa dibilang gua tumbuh bersama dengan buku ini, menjadi buku yang paling menginsiprasi hidup gua, sekaligus juga buku yang paling banyak gua baca dari sejak SMP, SMA, kuliah, bahkan sampai sekarang. Mungkin tanpa buku ini, gua tidak akan menjadi diri gua yang sekarang ini. :)

Pada tanggal 16 Desember 1969, Soe Hok Gie menghembuskan nafas terakhir di tanah tertinggi di Pulau Jawa karena (diduga kuat) menghirup gas beracun, pada usia 27 tahun kurang satu hari. Peristiwa kematiannya ini begitu menghebohkan banyak elemen masyarakat Indonesia pada masa itu, dari mulai para akademisi, wartawan, kaum aktivis mahasiswa, dan banyak pihak lainnya. Sampai-sampai ada sebagian masyarakat yang menduga Gie sebetulnya dibunuh oleh pihak pemerintah Orde Baru pada masa itu, karena dinilai terlalu keras mengkritik pemerintah.

Gie menutup usia pada umur yang terbilang cukup muda (27 tahun), tapi buah pemikirannya, tulisan-tulisannya yang fenomenal, kritik tajamnya terhadap pemerintah, sampai skripsinya tentang sejarah pemberontakan tetap menjadi bahan diskusi dan perbincangan di kalangan akademisi kampus, mahasiswa, dosen-dosen, bahkan para professor dan peneliti sejarah dari generasi ke generasi hingga saat ini. Lantas sebetulnya apa sih yang spesial dari hidup Gie? Apa sih yang menyebabkan sebagian orang bahkan ada yang menduga bahwa kematiannya disebabkan karena percobaan pembunuhan? Apa sih yang bisa diraih oleh seorang anak muda hanya dengan 27 tahun hidupnya? Sampai-sampai namanya bak bagaikan legenda yang terus terdengar dari setiap generasi ke generasi angkatan mahasiswa selama 45 tahun terakhir.

Okay, pada hari peringatan 45 tahun kematian Soe Hok Gie ini, gua mendapatkan kehormatan untuk mengulas kembali kisah perjalanan hidup dari seorang legenda mahasiswa Indonesia. Pastinya, sebuah tulisan artikel seperti ini gak mungkin bisa merangkum kehidupan seseorang yang begitu panjang, begitu kompleks, dan begitu dalam dengan segala dinamika pemikiran dan emosi di dalamnya. Tapi moga-moga apa yang gua tulis di sini bisa menjadi perpanjangan tangan buat setiap generasi yang membaca tulisan ini, sehingga bisa kembali terinspirasi oleh potret pemuda Indonesia yang selalu gelisah, yang (walaupun sendirian) berani berdiri tegak dan berteriak lantang akan kebenaran pada sebuah masa-masa paling gelap dan berbahaya yang pernah dialami bangsa Indonesia.

Latar Belakang Kehidupan

Soe Hok Gie lahir pada 17 Desember 1942, ketika dunia berada di tengah puncak perang dunia kedua dan Indonesia masih dalam proses perjuangan menuju kemerdekaan di bawah kependudukan Jepang. Kalo kita mau bicara tentang hidup dan buah karya pemikiran Gie tentang Indonesia, sedikit banyak lo juga harus memahami tentang latar belakang lingkungan pada saat Gie dibesarkan. Untuk seseorang yang lahir di tahun 40an, lo bisa bayangkan bahwa Gie dibesarkan dan hidup ketika negara Indonesia ibarat bayi yang baru mulai merangkak untuk berdiri dan berjalan sendiri. Saat itu, pastinya Indonesia belum sekompak sekarang ini yang bisa begitu berapi-api membela timnas sepak bola saat melawan negara tetangga. Pada masa awal-awal berdirinya negara Indonesia, negara kita masih banyak diliputi kemelut dengan berbagai macam bentuk kepentingan.

Pada masa-masa kecil-remaja Gie, saat itu Indonesia masih belajar untuk menemukan karakter dan jati diri bangsa yang sesungguhnya, dimana rakyat Indonesia sendiri dari Sabang sampai Merauke itu masih dalam proses mencintai negara yang baru saja berdiri. Sehingga seringkali masih "rewel" dan "bandel" dengan sederetan pemberontakan yang menuntut daerahnya untuk lepas dari kedaulatan RI seperti pemberontakan Madiun (1948), pemberontakan PERMESTA di Manado (1958-1961), pemberontakan DI/TII di Aceh (1953), pemberontakan PRRI di Padang (1958), Pemberontakan Republik Maluku Selatan (1950), dll.

Sementara itu di sisi lain, pemerintah Indonesia sendiri belum punya sistem yang se-professional sekarang ini. Pada masa-masa itu, semua elemen masyarakat mau ikut terlibat dalam pemerintahan untuk ikut ambil bagian mengatur arah bangsa ini. Dari mulai PNI, Masyumi, NU, PKI, Parkindo, PSI, Murba, IKPI, PSII, Perti, dan masih banyak lagi. Jadi jangan dibayangkan pada masa awal berdirinya negara Indonesia "semangat kemerdekaan 45" itu dirayakan dengan penuh kekompakan oleh semua lapisan masyarakat untuk membangun Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, sebetulnya bisa dibilang Indonesia banyak diwarnai oleh konflik kepentingan antara kaum intelektual borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok nasionalis lainnya. Situasi politik di Indonesia pun masih dibilang sangat kacau karena tidak adanya profesionalisme yang menyebabkan korupsi, kolusi, dan nepotisme merebak dengan tidak terkendali dan (hampir) semua pihak lebih mementingkan kepentingan partainya masing-masing. Itulah kurang lebih gambaran situasi yang menemani Gie dari kecil hingga remaja, yang tentu berpengaruh besar terhadap pandangan, pemikiran, gagasan, serta keputusan-keputusan Gie selama hidupnya.

Masa Kecil-Remaja Gie

Gie kecil mulai bersekolah di Sin Hwa School, kemudian masuk SMP Strada di daerah Gambir, lalu melanjutkan masa remaja di SMA Kanisius Jakarta jurusan sastra. Masa mudanya dia habiskan di Jakarta dimana dia melihat potret ibukota negara Indonesia yang penuh dengan dinamika sosial dan politik.

Di saat anak-remaja jaman sekarang tumbuh dengan sinetron, idol group, dan "reality" show selebrity. Gie menghabiskan masa kecil-remajanya dengan bolak-balik ke perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan Kota Jakarta. Di saat anak-anak lain seumurannya masih suka keluyuran main layangan, gundu, atau ngoboy keliling kota. Gie mengisi masa kecil-remajanya dengan membaca puluhan (atau mungkin ratusan) "dongeng" sastra klasik, filsafat, sejarah, dan biografi tokoh-tokoh yang mengubah dunia.

Sejak dini (umur 15 tahun), Gie telah membaca tentang dinamika politik di berbagai sudut belahan dunia, tentang berbagai macam pergolakan sejarah pemikiran yang bermunculan dari jaman ke jaman, dari mulai filsafat klasik yunani, hingga ide-ide utopis sebuah masyarakat yang ideal seperti Marx, Paine, Hobbes, Hegel. Dia terbuai dengan begitu banyak kisah sejarah jatuh-bangunnya peradaban, tentang pemikiran-pemikiran progressive tokoh-tokoh dunia yang memerdekakan rakyatnya seperti Gandhi, Martin Luther K Jr, Kartini, dll. Gie juga mengapresiasi sastra kelas dunia yang menggambarkan romantisme emosi dan pemikiran setiap jaman seperti Nietzsche, Tagore, A.Camus, G.Orwell, Steinbeck, Pramoedya, dll.

Wah pokoknya kalo lo tau tentang bahan bacaan Gie dari SD-SMA pasti terbengong-bengong deh. Gua sendiri aja malu waktu pertama kali baca Catatan Hariannya, sampai mikir "Wah gila nih anak bacaannya, dari SD-SMP udah baca André Gide, John Wyndham, Shakespeare, dll...". Dari situlah gua tau bahwa sejak kecil Gie sudah terpesona dengan ilmu dan menikmati proses belajar dengan kegembiraan, bukan belajar karena tekanan dari sekolah atau sekedar mendapatkan nilai yang bagus.

Kelahiran Seorang Intelektual Merdeka

Setelah lulus SMA, Gie melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Jurusan Sejarah di Universitas Indonesia. Di saat pemuda keturunan Tionghoa lain memilih jurusan yang lebih bergengsi, seperti ekonomi, arsitek, dan kedokteran. Gie memilih Fakultas Sastra-Sejarah sebagai gudangnya arus pemikiran, ide, serta gagasan untuk membangun kesadaran politik yang lebih mendalam.

Pemahaman Gie tentang sejarah, politik, ekonomi itu diuji di masa remaja ketika Indonesia berada dalam masa paling kritis, paling gelap, dan paling mencekam sepanjang sejarah republik ini didirikan. Pada saat itulah dia memenuhi panggilannya sebagai seorang intelektual muda dengan menulis kritik keras terhadap pemerintah dan membangun bibit-bibit kesadaran demokrasi agar setiap lapisan masyarakat Indonesia juga memahami masalah di negaranya sehingga kelak ikut terlibat dalam menentukan arah hidup bangsa ini.

Gie juga dikenal sebagai orang yang paling vokal mengkritik kinerja pemerintahan era Soekarno (Orde Lama) serta menjadi salah satu arsitek aksi long-march dan demonstrasi besar mahasiswa tahun 1966 yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan.

Tapi jangan lo bayangin sosok Gie adalah aktivis mahasiswa yang bertampang preman, yang berani berorasi di tengah-tengah bentrokan dengan para aparat. Kalo jaman sekarang aktivis mahasiswa sering digambarkan sebagai sosok preman kampus yang tukang demo, gondrong, tatoan, kalo demo semangat banget padahal sebetulnya belum tentu betul-betul paham konteks permasalahan yang sesungguhnya, hehe.. Gie adalah sosok yang sangat bertentangan dengan image semacam itu.

Perawakannya kecil, alim, cara jalannya lucu, senjatanya boleh jadi hanya pena dan mesin tik. Tapi ketajaman tulisannya di harian Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, and Indonesia Raya membuat seluruh politikus korup saat itu gerah. Gie gak pernah sembarangan menulis dan pastinya bukan tipe mahasiswa yang asal kritik doang. Dia tau betul situasi ekonomi, dia tau betul situasi politik, dia tau betul masalah sosial, peran pemerintah, dan konsekuensinya bagi masyarakat luas. Gie tau betul apa yang sedang dia perjuangkan, he knows what he's doing.

Pada saat itu di Universitas Indonesia memang menjadi ajang pertarungan intelektual antara mereka yang mendukung Soekarno dan yang menentang Soekarno. Kelompok-kelompok mahasiswa pun bermunculan dari kedua belah pihak, dari mulai HMI, GMNI, CGMI, PMKRI, KAMI, dll. Soe hok Gie selama menjadi mahasiswa tidak pernah tercatat resmi tergabung dengan gerakan kelompok mahasiswa berlatar belakang politik. Menurut Gie, universitas adalah tempat paling suci, tempat dimana arus pemikiran bergejolak dan tidak boleh dibendung serta diatur oleh intervensi politik maupun pemerintah. Bagi dirinya, universitas adalah benteng pertahanan terakhir dari sebuah peradaban dan kemerdekaan intelektual sebuah bangsa.

Tunggu dulu sebentar, ngomong-ngomong kenapa Gie mengkritik Presiden Soekarno? Bukankah Soekarno itu dikenal sebagai presiden yang baik?

Yap, sebagian besar penduduk Indonesia saat ini mungkin memandang Soekarno adalah pahlawan Indonesia nomor satu, sebagai bapak proklamator yang memperjuangkan kemerdekaan RI secara intelektual, sekaligus sebagai Presiden pertama RI yang disegani dunia internasional. Tidak bisa dipungkiri memang Soekarno telah berperan luar biasa besar bagi bangsa ini dari masa Hindia Belanda, memperjuangkan hak berpendapat dan kesetaraan di Den Haag, keluar-masuk penjara, sampai bernegosiasi dengan pemerintahan Jepang untuk memerdekakan Indonesia. Dialah sosok yang menaruh begitu banyak dasar dan fondasi pemikiran dan gagasan bagi negara ini, sampai akhirnya Soekarno dan angkatan 45 lainnya seperti Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dll membawa Indonesia merdeka untuk membangun kedaulatan yang mandiri.

Namun demikian, bahkan sosok Soekarno juga bukan berarti seorang yang sempurna dan tanpa cacat. Ada masa dimana kebijakan-kebijakan politiknya begitu banyak dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya yang pandai menjilat serta membawa kepentingan pribadi dan partai. Sehingga di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, ada begitu banyak penyimpangan politik seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari mulai pembentukan demokrasi terpimpin yang semakin mengarah pada otoriterianisme, praktik kolusi dan nepotisme (siapa yang punya koneksi akan diuntungkan), sampai penyalahgunaan kekuasaan dimana uang dana revolusi yang dikumpulkan dari keringat rakyat dan karcis-karcis bioskop, dihambur-hamburkan oleh orang-orang pemerintah pusat di luar negeri.

Posisi Gie pada saat itu jelas menentang Soekarno sebagai seorang politikus, tapi bukan berarti Gie tidak menghormati Soekarno. Dalam salah satu catatan hariannya, Gie menulis :

"Saya kira saya menyukai Soekarno sebagai seorang manusia, tapi sebagai seorang pemimpin, tidak!"- Soe Hok Gie

Memang dalam memahami kehidupan seseorang kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi kehidupan saja. Kita tidak bisa melihat sebuah keputusan atau kelemahan manusia sebagai hal yang seolah-olah bisa menjawab, merangkum, serta mewakili seluruh kehidupan seseorang. Jadi buat gua pribadi, apa yang disampaikan Gie pada catatan harian, tulisan-tulisan, maupun skripsinya adalah satu sisi pandangan dari "kacamata" Gie pada jaman itu, dan tidak mewakili sosok yang dia kritik secara menyeluruh.

Setelah menggulingkan pemerintahan Soekarno, lalu apa yang terjadi?

Kalo lo baca artikel zenius sebelumnya tentang dinamika catatan sejarah gerakan 30 September 1965. Lo akan tau bahwa pasca penggulingan Soekarno, Indonesia dikuasai rezim militer Orde Baru yang diawali dengan serangkaian penumpasan PKI yang dianggap sebagai dalang peristiwa pembunuhan keenam Jendral. Pada masa-masa itulah, Indonesia memulai babak baru yang sangat mencekam, dimana jutaan rakyat yang dianggap memiliki keterkaitan erat dengan PKI dipenjarakan bahkan dibunuh tanpa proses peradilan yang jelas.

Pada masa-masa itu (pasca G30S/65), seluruh lapisan masyarakat di Indonesia diam dalam kengerian. Para awak media dan wartawan bungkam karena takut mengungkap kebenaran. Lalu siapakah orang pertama yang berani berteriak lantang menyatakan kebenaran? Yak, siapa lagi kalau bukan Soe Hok Gie. Dia adalah orang yang pertama kali dengan berani membeberkan serangkaian peristiwa pembunuhan di Bali oleh rezim ORBA yang (pada saat itu) diperkirakan menelankan korban sampai 80.000 jiwa.

Keberanian Gie mengungkapkan fakta pada masa itu mungkin bagi sebagian orang saat itu dinilai naif, sembrono, bahkan mungkin tidak sayang nyawa. Tapi bagi seorang Soe Hok Gie, itu adalah panggilannya sebagai seorang intelektual, untuk berani menyatakan kebenaran. Ada seorang teman Gie dari Amerika yang menulis surat bahwa Gie akan selalu menjadi intelektual yang bebas tapi juga seorang pejuang yang sendirian. Gie menjawab dengan kata-kata ini:

"Hanya ada dua pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka" - Soe Hok Gie

Hobby & Romantisme kehidupan Gie

Di sisi lain kehidupannya, Gie bukanlah orang yang selalu menghabiskan waktunya dengan belajar, baca buku, menulis, dan mengkritik pemerintah. Dia juga manusia biasa dengan segala kekonyolan dan romantikanya tersendiri. Untuk hobby, Soe Hok Gie yang alim dan badannya kecil ini punya hobby yang agak nyentrik saat itu, yaitu naik gunung!

Jauh sebelum kegiatan naik gunung itu populer di kalangan anak muda jaman sekarang. Soe Hok Gie, Herman Lantang, Maulana, Koy Gandasuteja, dan kawan-kawannya yang lain menjadi perintis berdirinya MAPALA UI (Mahasiswa Pecinta Alam). Sebuah organisasi pecinta alam yang sampai saat ini aktif sebagai salah satu unit kegiatan mahasiswa (UKM) di Universitas Indonesia. Ada satu penggalan kata-kata Soe Hok Gie ketika dia ditanya apa alasan dan tujuannya mendirikan organisasi pecinta alam ini:

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” - Soe Hok Gie

Lo bisa lihat sekali lagi bahwa Gie adalah orang yang tau betul setiap alasan dibalik tindakan dan keputusannya. Bagi seorang Gie, rasa nasionalisme dan kecintaan pada bangsa itu nggak mungkin bisa dipupuk hanya dengan slogan dan bentuk propaganda yang dicekoki oleh pemerintah (makanya terjadi banyak pemberontakan pada masa itu). Menurut dia rasa nasionalisme dan rasa kebersatuan dengan bangsa itu hanya bisa tumbuh jika orang yang bersangkutan terlibat dan menyentuh langsung secara tulus dan melalui proses yang sehat.

Satu hal lain yang menarik dibalik kehidupan pribadi seorang pemuda yang cerdas dan berani adalah bahwa ternyata Gie itu sangat payah dalam percintaan, hahaha.. Menurut beberapa kawan dekatnya, Gie dikenal sebagai orang yang pemalu dan payah kalo soal deketin cewek. Tapi di satu sisi Gie adalah orang yang romantis, pecinta binatang, dan tulus dalam persahabatan.

Kematian, Kesendirian, dan Warisannya bagi kita semua

Satu hal ironis yang dialami Gie menjelang kematiannya adalah ketika semua orang lambat laun menjauhi dirinya karena takut dianggap terlibat dan berkawan dengan pembela PKI. Pada salah satu tulisan catatan hariannya, Gie menulis bahwa dia selalu merasa dihargai oleh ayah dari gebetannya sebagai seorang pemuda yang cerdas, jujur, dan berani. Namun demikian, dia (ayah gebetannya itu) tetap tidak menyetujui hubungan Gie dengan putrinya karena dinilai terlalu berbahaya.

Banyak orang-orang yang mengagumi dan membutuhkan dirinya, tapi sangat sedikit yang mau terlibat dan menemani Gie untuk berjuang bersama. Mungkin itulah tamparan sekaligus ujian terbesarnya sebagai orang yang memutuskan untuk menjadi manusia yang merdeka dalam melawan kesewenang-wenangan. Bahwa untuk menjadi seorang yang jujur dan berani menyatakan kebenaran, dia juga harus berani melawan kesepian, kesendirian, dan segala konsekuensinya.

Gua selesai menulis artikel ini, malam hari 16 Desember 2014, tepat ketika Gie menghembuskan nafas terakhir 45 tahun yang lalu, juga di umur yang sama persis ketika Gie meninggal pada saat itu, 26 tahun. Melalui artikel ini gua berharap tulisan ini bisa menjadi sekadar bukti, bahwa pada akhirnya Gie tidak benar-benar sendirian. Bahwa obor yang dia bawa selama hidupnya, diestafetkan pada begitu banyak pemuda di generasi ke generasi berikutnya. Sebelas tahun yang lalu obor itu diberikan pada gue saat gue berumur 15 tahun, dan sekarang adalah saatnya gua memberikan obor itu kepada lo semua yang membaca artikel ini.

Gua menutup artikel ini dengan impian Soe Hok Gie yang sempat dia tulis, dan moga-moga kita semua bisa melanjutkan mimpinya tersebut. Selamat ulang tahun Soe Hok Gie, semoga apa yang kamu wariskan tetap abadi dan terus menginspirasi anak muda Indonesia.

"Saya bermimpi tentang sebuah dunia dimana tokoh agama, buruh dan pemuda bangkit dan berkata : Stop Semua Kemunafikan! Stop semua pembunuhan atas nama apapun! Tak ada rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, dan bangsa apa pun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik." - Soe Hok Gie

Sumber: Zenius.net (mdk/dzm)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sejarah 17 Desember 1938: Kelahiran Soe Hok Gie, Aktivis yang Berpengaruh di Masa Peralihan
Sejarah 17 Desember 1938: Kelahiran Soe Hok Gie, Aktivis yang Berpengaruh di Masa Peralihan

Meskipun hidupnya singkat, Soe Hok Gie mewarisi semangat perubahan dan keberanian untuk bersuara yang menginspirasi banyak orang.

Baca Selengkapnya
6 Tokoh Pahlawan Nasional dari Jateng Beserta Jasanya bagi Indonesia, dari Tokoh Militer hingga Pendiri Media
6 Tokoh Pahlawan Nasional dari Jateng Beserta Jasanya bagi Indonesia, dari Tokoh Militer hingga Pendiri Media

Walaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah

Baca Selengkapnya
Sosok Pemuda Terkeren dan Tampan dalam Sejarah Indonesia, Usia 16 Tahun Berpangkat Mayor TNI
Sosok Pemuda Terkeren dan Tampan dalam Sejarah Indonesia, Usia 16 Tahun Berpangkat Mayor TNI

Berikut sosok pemuda terkeren dan tampan dalam sejarah Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ada di Mana Soeharto Saat  Momen Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945?
Ada di Mana Soeharto Saat Momen Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945?

Ini kesaksian Soeharto saat revolusi terjadi. Apa yang sedang dikerjakannya?

Baca Selengkapnya
Cerita Toko Roti Tegal di Matraman, Tempat Soe Hok Gie Nyatakan Cinta Sebelum Meninggal di Gunung Semeru
Cerita Toko Roti Tegal di Matraman, Tempat Soe Hok Gie Nyatakan Cinta Sebelum Meninggal di Gunung Semeru

Katanya, Soe Hok Gie menyatakan perasaannya ke perempuan yang ia kagumi di toko roti ini.

Baca Selengkapnya
5 Contoh Puisi Hari Kemerdekaan Indonesia, Kobarkan Semangat Juang Para Generasi Muda
5 Contoh Puisi Hari Kemerdekaan Indonesia, Kobarkan Semangat Juang Para Generasi Muda

Masyarakat sebentar lagi akan memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus.

Baca Selengkapnya
30 Kata-kata 17 Agustus dari Tokoh Nasional, Penuh Makna dan Kobarkan Semangat Kemerdekaan
30 Kata-kata 17 Agustus dari Tokoh Nasional, Penuh Makna dan Kobarkan Semangat Kemerdekaan

Banyak kata-kata inspiratif dari tokoh nasional yang bisa memupuk rasa nasionalisme.

Baca Selengkapnya
5 Contoh Puisi Sumpah Pemuda Karya dari Penyair Terkenal, Bisa Jadi Referensi
5 Contoh Puisi Sumpah Pemuda Karya dari Penyair Terkenal, Bisa Jadi Referensi

Sumpah Pemuda menjadi momen penting bagi bangkitnya semangat persatuan para pemuda di Indonesia.

Baca Selengkapnya
20 Contoh Quiz Kemerdekaan Indonesia, Cocok untuk Lomba Cerdas Cermat
20 Contoh Quiz Kemerdekaan Indonesia, Cocok untuk Lomba Cerdas Cermat

Berikut contoh quiz Kemerdekaan Indonesia yang cocok untuk lomba cerdas cermat.

Baca Selengkapnya
Gedung Ini Jadi Tempat Musyawarah Rencana Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Begini Kisahnya
Gedung Ini Jadi Tempat Musyawarah Rencana Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Begini Kisahnya

Rencana penculikan sudah disusun secara matang di salah satu gedung, Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat.

Baca Selengkapnya
Kata Bijak Soekarno tentang Perjuangan, Bakar Semangat Jiwa Muda di Bulan Kemerdekaan
Kata Bijak Soekarno tentang Perjuangan, Bakar Semangat Jiwa Muda di Bulan Kemerdekaan

Merdeka.com merangkum informasi tentang kata-kata bijak Soekarno tentang perjuangan yang perlu Anda ketahui.

Baca Selengkapnya
Kenapa Proklamasi Tanggal 17 Agustus? Ternyata ini ‘Hitung-Hitungan Angka’ Presiden Sukarno
Kenapa Proklamasi Tanggal 17 Agustus? Ternyata ini ‘Hitung-Hitungan Angka’ Presiden Sukarno

Saat para pemuda menantangnya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Sukarno menolaknya. Dia memilih tanggal 17 Agustus. Apa makna di baliknya?

Baca Selengkapnya