BKPN desak BPOM segera gelar sosialisasi secara masif agar aturan bisa berjalan dengan efektif.
Isu tentang penggunaan label pada kemasan air minum polikarbonat yang menjadi perhatian serius beberapa waktu belakangan ini akhirnya menemui titik terang. Revisi peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan, yang mewajibkan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) mencantumkan label peringatan bahaya Bisfenol A (BPA) pada galon berbahan plastik polikarbonat, akhirnya resmi disahkan pada 1 April 2024 lalu. Namun, 3 bulan pasca disahkan peraturan tersebut, sosialisasi masih belum masif dilakukan. Hal inilah yang menjadi perhatian serius Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Muhammad Mufti Mubarok. Ia mendesak BPOM segera meningkatkan sosialisasi masif atas kebijakan anyar tersebut.
Dalam wawancara lewat telepon, Mufti menyatakan, “Kebijakan pelabelan BPA sangat membantu konsumen untuk memilih produk yang lebih aman,”. Ia juga menegaskan bahwa BKPN sudah lama memberikan peringatan tentang potensi bahaya BPA dalam kemasan plastik polikarbonat, mulai dari kandungan kimianya, kontaminasi ke air, hingga dampak distribusi dan penyimpanan di retail. Namun, Mufti menyayangkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap regulasi ini. “Salah satu alasannya mungkin karena pelaku usaha belum sepenuhnya siap. Proses produksi membutuhkan bahan baku impor, dan implementasi secepatnya bisa mengganggu operasi mereka. Oleh karena itu, BPOM memberikan tenggat waktu empat tahun,” jelas Mufti.
Biarpun begitu, ia juga menekankan bahwa semua pihak baik itu regulator dan produsen tetap harus mulai mempersiapkan implementasi aturan ini. Penting bagi BPOM segera melakukan sosialisasi dan kampanye secara masif, terlebih kepada asosiasi air minum kemasan. “BPOM harus melakukan kampanye besar-besaran,” ujar Mufti. Selain itu, ia menyoroti perlunya ada petunjuk teknis untuk membantu produsen dalam mengimplementasikan perubahan ini. “Mengubah bahan kemasan tidak bisa cepat. Produsen harus menghitung ulang alternatif pengganti atau menyiapkan biaya untuk mencetak label BPA di kemasan,” tambahnya.
Ada banyak produsen AMDK yang hadir di Indonesia. Menurut Mufti, hal ini dapat membuat penerapan peraturan jadi sulit dilakukan tanpa sosialisasi yang efektif. “Empat tahun adalah waktu yang cukup panjang, namun harus ada satu brand terkenal yang memulai, agar diikuti oleh perusahaan air minum lainnya. Harus ada satu contoh produk yang mematuhi peraturan ini, sehingga yang lain bisa ikut,” jelas Mufti. Ia menyarankan BPOM sebaiknya menunjuk brand besar untuk memulai pelabelan ini. “Jika tidak dimulai sekarang, peraturan ini tidak akan selesai. Sebentar lagi sudah 2025 dan empat tahun tidak akan terasa. Kami tidak peduli brand apa yang mau memulai. Kami hanya berusaha menegakkan peraturan ini demi masyarakat,” tegasnya.
Mufti juga dengan tegas menyatakan kesiapan BKPN membantu BPOM dalam melakukan sosialisasi regulasi tersebut. “Kami mendesak BPOM segera melakukan sosialisasi, memberikan petunjuk teknis kepada produsen, dan menyebarkan informasi penting ini kepada konsumen. Kami siap membantu BPOM dalam sosialisasi ini. Kami memiliki LPKSM se-Indonesia dan komunitas di kampus serta sekolah yang siap digerakkan untuk edukasi yang lebih terstruktur, sistemik, dan masif,” kata Mufti.
Sebagai informasi, pada 1 April 2024 lalu BPOM melakukan pengesahan penambahan 2 pasal pada Peraturan tentang Label Pangan Olahan, yaitu kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat (Pasal 61A). Pasal 61A menyebutkan, “Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’ pada label." Peraturan ini memberikan waktu tenggang empat tahun bagi produsen galon air minum untuk menyesuaikan diri. (*)
Regulasi aturan pelabelan BPA harus dipatuhi oleh industri mengingat risikonya yang tak bisa diabaikan dari sisi kesehatan.
Aturan ini membantu konsumen dalam membuat keputusan yang lebih bijak saat memilih produk galon air minum
YLKI menganggap bahwa kehadiran label peringatan ini dapat melindungi konsumen luas dari risiko BPA.
Pelabelan BPA sejatinya bertujuan untuk memberikan informasi yang penting dan jelas kepada konsumen mengenai kandungan dalam AMDK.
Aturan baru terkait pelabelan AMDK ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari risiko paparan BPA.
Ema menyatakan pemerintah mengantisipasi dampak kesehatan tersebut dengan mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA.
Di dalam peraturan tersebut, BPOM mewajibkan pencantuman potensi bahaya BPA pada kemasan polikarbonat yang biasa digunakan pada AMDK.
Kebijakan ini resmi disahkan per 1 April 2024 yang tujuannya untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya BPA dalam jangka panjang.
Guna melindungi masyarakat ini pula, BPOM pun telah melakukan beberapa tindakan.
Epidemiolog mendukung upaya pelabelan bahaya BPA pada galon guna ulang sebagai upaya perlindungan pada masyarakat.
DPR juga mengingatkan kepada produsen pangan agar terus menjaga keamanan dan kualitas mutu produknya.
Kemendag terus mengawasi barang sesuai Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L).